Apakah yang dimaksud dengan mahram? Dan siapa sajakah mereka itu? (081540926XXX)
Jawab:
Pengertian mahram menurut Imam Ibnu Qudamah adalah: “Semua orang yang haram untuk dinikahi selama-lamanya karena sebab nasab (keturunan) persusuan dan pernikahan.” (Al Mughni 6/555. Lihat juga Tanbihat Alal Ahkam Takhtassu bil Mukminat, Syekh Sholih Al Fauzan : 67).
Dari definisi ini dapat disimpulkan bahwa mahram mencakup tiga macam, karena sebab keturunan, persususan dan pernikahan. Adapun perinciannya adalah:
Mahram karena nasab (keturunan).
Bapak. Termasuk kategari bapak adalah kakek, baik kakek dari bapak maupun dari pihak ibu. Adapun bapak angkat bukan termasuk mahram, ia adalah orang asing seperti laki-laki asing pada umumnya.
Anak laki-laki. Termasuk kategori anak laki-laki adalah cucu, baik cucu dari anak laki-laki maupun cucu dari anak perempuan.
Saudara laki-laki, baik saudara laki-laki kandung, maupun seayah atau seibu saja.
Anak laki-laki dari saudara (keponakan) baik keponakan dari saudara laki-laki maupun perempuan dan anak keturunan mereka.
Paman, baik paman dari bapak maupun paman dari ibu.
Adapun dalil dari point mahram karena sebab nasab ini adalah firman Allah ta’ala :
وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلاَيُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّمَاظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلاَيُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ ءَابَآئِهِنَّ أَوْ ءَابَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَآئِهِنَّ أَوْ أَبْنَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka.” (Surat An Nuur : 31)
Mahram karena persusuan.
Bapak persusuan (suami dari ibu/wanita yang menyusuinya) terus keatas.
Anak laki-laki dari ibu susu, termasuk cucu dan anak keturunannya.
Saudara laki-laki sepersusuan.
Keponakan sepersusuan (anak saudara sepersusuan)
Paman persusuan (saudara laki-laki bapak atau ibu susu)
Adapun dalil hubungan mahram dari hubungan persusuan adalah firman Allah ta’ala :
وَأُمَّهَاتُكُمُ الاَّتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُم مِّنَ الرَّضَاعَةِ
“(Diharamkan atas kamu (mengawini)) ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan.” (Suarat An Nisa : 23)
Adapun dalil dari hadits adalah dari Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
يُحْرَمُ مِنَ الرَّضَاعِ مَا يُحْرَمُ مِنَ النَّسَبِ
“Diharamkan karena sebab persusuan apa-apa yang diharamkan karena sebab nasab (hubungan darah).” (HR. Bukhari N0 2645)
Mahram karena pernikahan.
Bapak mertua (bapak dari suami). Termasuk kakek dari suami dan terus keatas.
Anak tiri, termasuk cucu tiri dan terus kebawah.
Bapak tiri (suami ibu tapi bukan bapak kandungnya, jika bapak tiri tersebut sudah menggauli ibunya)
Menantu laki-laki (suami dari putri kandungnya)
Adapun dalil-dalil tentang mahram yang disebabkan karena pernikahan ini adalah firman Allah ta’ala :
وَلاَيُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ ءَابَآئِهِنَّ أَوْ ءَابَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَآئِهِنَّ أَوْ أَبْنَآءِ بُعُولَتِهِنَّ
“Dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka.” (Surat An Nuur : 31)
وَلاَتَنكِحُوا مَانَكَحَ ءَابَآؤُكُم مِّنَ النِّسَآءِ إِلاَّ مَاقَدْ سَلَفَ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَآءَ سَبِيلاً {22}
“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).” (Surat An Nisaa : 22)
وَأُمَّهَاتُ نِسَآئِكُمْ وَرَبَآئِبُكُمُ الاَّتِي فِي حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ الاَّتِي دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُوا دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلاَجُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلآَئِلُ أَبْنَآئِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلاَبِكُمْ
“(Diharamkan atas kamu (mengawini)) ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu).” (Surat An Nisaa : 23)
www.info-iman.blogspot.com