Bismillah…
Kepada setiap persahabatan yang terjalin berdasar agama.
Kepada saudariku fillah di kejauhan belahan bumi Allah, yang sejuk kebun sawitnya membuatku bermetafora membayangkan keindahannya.
Bunga sekuntum,
Bunga sekuntum,
Awal perkenalan kami terjalin melalui jejaring dunia maya, facebook. Kulihat ia tertarik dengan statusku yang berbahasa arab. Memiliki sahabat yang memiliki kemauan belajar sepertinya membuatku tak sabaran untuk bertukar nomor handphone.
Subhanalloh, ternyata apa yang ia miliki lebih indah dari apa yang selama ini ku bayangkan. Ia memiliki sesuatu yang begitu membuatku cemburu. Dari komunikasi telepon yang selama ini kami lakukan, cukup banyak cerita yang kami bagi satu sama lain. Dari setting daerah tempat tinggal, kondisi keluarga, masyarakat, sekolah, kajian, buku-buku bacaan hingga bahasa daerah.
Kami ibarat dua kutub magnet yang saling tarik menarik, ia kutub utara yang menetap di pedalaman pulau sumatera, sementara aku kutub selatan nan menetap di perairan selatan Indonesia, pulau kecil. Hanya lewat ingatan peta kami membayangkan lokasi masing-masing. Malam-malam perbincangan kami terasa dekat, karena kami memandang bulan yang sama, ahh….siapa bilang yang indah itu hanya melulu soal kisah cinta sepasang muda-mudi, soal kasmarannya seorang gadis pada sang pangeran, soal cinta jarak jauh yang senantiasa memekarkan rindu, soal ta’aruf tapi mesra ikhwan-akhwat, ups!
Bunga sekuntum,
Saudaraku yang mulia, keindahan suatu hubungan itu ada pada kecintaan kepada Alloh dan RasulNya. Kami merasakan indah persahabatan ini karena pohon-pohon tauhid yang kami rawat, karena bunga-bunga ittiba’ yang coba kami semai. Maka, tengoklah taman persahabatan kami sungguh indah, meski raga jauh, tapi hati kami dekat saling merindu, tidak ada penolakan pada hati, tidak ada gejolak yang membuat panas sanubari. I’tiqod dan manhaj yang sama menjadikan persahabatan kami damai saling mendoa, saling menasehati, kami bersyukur dan memuji Alloh yang telah menunjuki kami agama yang haq, Al-Islam, dan manhaj yang lurus, Minhajussalaf.
Dlamrah bin rabi’ah berkata, (saya mendengar) dari ibnu Syaudzab Al Khurasany berkata,
”Sesungguhnya di antara kenikmatan yang Alloh berikan kepada para pemuda ialah ketika ia beribadah dan bersaudara dengan seorang ahli sunnah. Dan ia akan bergabung bersamanya di atas sunnah” (Al Ibanah 1/205 nomor 43).
Semoga Alloh senantiasa menjadikan persahabatan kami dan persahabatan saudara-saudara yang mulia terjalin erat oleh temali (buhul) agama, tauhid dan sunnah.
“Ruh-ruh itu adalah juga sepasukan tentara maka yang saling mengenal akan bergabung dan yang tidak mengenal akan berselisih” (HR. Bukhari 3158 dan HR.Muslim 2638).
Bunga sekuntum,
Maka tengoklah setiap persahabatan yang tidak dibangun di atas agama, di atas tauhid dan sunnah, bangunannya keropos, tidak ada lisan nasehat yang mendayung ke muara kema’rufan. Manakala tauhid dan syirik, sunnah dan bid’ah, baik dan buruk bertemu, persahabatan rasa hambar. Ada gulana jiwa yang tak bisa dibohongi, mak pandanglah diri, jika dirasa mampu mewarnai, maka warnailah! Warnai kesyirikan, kebid’ahan, keburukan dengan warna kepudaran, agar luntur yang batil itu dari diri-diri sahabat yang kita cintai karena Alloh, terkikis perlahan dengan hikmah persahabatan yang kita sajikan hingga lenyap tanpa bekas sekuat doa cinta kita untuk mereka, atas izin Alloh persahabatan menjadi begitu indah, sahabat yang biasa menjadi luar biasa, hatta lawan menjadi kawan. Kita hanya menunjuki mereka jalan hidayah, kesudahannya adalah hak Alloh semata. Adapun jika diri tak mampu mewarnai, maka jagalah jarak dari jamuan pertemanan itu, karena fitnah syahwat dan syubhat begitu mudah menggerus jiwa-jiwa yang lemah.
Siapa yang ingin meluaskan pergaulan hendaknya ia bertaqwa dan bersikap lembut, menundukkan pandangan dari kejelekan orang-orang yang bodoh. Adapun, jika saudaraku tidak sakit berteman dengan orang yang sakit dan berteman dengannya maka saudaraku orang yang sakit.
Sungguh indah ucapan Abu Qotadah berikut:
”Sesungguhnya kami, demi Alloh belum pernah melihat seseorang menjadikan teman buat dirinya kecuali yang memang menyerupai dia maka bertemanlah dengan orang-orang yang sholeh dari hamba-hamba Alloh agar kamu digolongkan dengan mereka atau menjadi seperti mereka” (Al ibanah 2/477 nomor 500).
Juga indahnya ucapan Amru Bin Qois Almulay,
”Seorang pemuda itu benar-benar akan berkembang maka jika ia lebih mementingkan duduk dengan ahli ilmu ia akan selamat dan jika ia condong kepada yang lain ia akan celaka” (Al ibanah 2/482 nomor 518).
“Hai orang-orang yang beriman, jangan kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang bukan golonganmu (sebab) mereka senantiasa menimbulkan bahaya bagi kamu dan mereka senang dengan apa yang menyusahkanmu” (QS Ali-imran:18).
Bunga sekuntum,
Subhanalloh, ternyata apa yang ia miliki lebih indah dari apa yang selama ini ku bayangkan. Ia memiliki sesuatu yang begitu membuatku cemburu. Apakah itu? Semangat menimba ilmu syar’i! Tinggal nun jauh di pedalaman, tak memupuskan semangatnya untuk belajar, akses darat yang sulit menjangkau majelis ilmu ia siasati dengan memesan buku-buku agama melalui sahabatnya yang berada di daerah lain. Sulitnya mencari sejawat kampung yang bisa berbagi nasehat dalam kebaikan dan kesabaran teratasi dengan berselancar jejaring sosial, pandai ia memilih teman, sehingga di dapatinya ummahat yang bisa mengajarinya tuk perbaiki bacaan Al-Qur’an dari Kota Kembang, bahasa arab dari Kota Metropolitan (dan sekarang terakhir kala ku edit tulisan ini, ia tengah menempuh studi bahasa arab di sana).
Dan diri ini belajar banyak darinya, kesulitan tak boleh menyurutkan langkah untuk belajar. Terlebih buat kita yang alhamdulillah Alloh telah dekatkan majelis ilmu untuk dihadiri.
Dan diri ini belajar banyak darinya, bahwa keceriaan harus tersaji dalam tiap jamuan jumpa. Meski senyumnya tak pernah ku lihat, namun sapa cerianya di ujung handphone begitu melumerkan hati ”Assalamu’alaikum ukhti? Kaifa hal? Lagi ngapain?” Ah, jika dia saja yang belajar agama dari balik lembaran buku begitu paham dengan ucapan Sang Kekasih ”Tabassumu!”, maka bagaimana dengan kita yang telah hafal ucapan tersebut? Jauh lebih pantas untuk kita hiasi diri ini dengan senyum indah kepada sahabat dan keluarga.
“Wahai ahlu sunnah, berteman baiklah kalian!—semoga Alloh merahmatimu—sesungguhnya kalian adalah kelompok manusia yang sangat sedikit jumlahnya” (Al Hasan Al Basri)
“Saya mendengar dalam islam ini terdapat tali tempat bergantung manusia dan tali itu akan terurai seutas demi seutas tali maka yang pertama terlepas dari tali itu adalah sifat halim (lemah-lembut) dan yang paling akhir adalah sholat” (Abu Idris Al-Khulany)
Akhirnya, salam ukhuwah dariku, semoga Alloh merahmati kita. Bersama ini, titip rindu teruntuk bunga sekuntumku. Ku nukil kilauan mutiara indah Imam sufyan ats-tsauri,
“Jika kamu mendengar berita bahwa di belahan bumi timur ada seorang ahli sunnah dan di barat ada seorang ahli sunnah, kirimkanlah salam buat keduanya dan doakan kebaikan untuk mereka! Sungguh alangkah sedikitnya ahli sunnah wal jamaah itu”
Subhanakallohumma wa bihamdika asyhadu allaa ilaaha illa anta astagfiruka wa atubu ilaik.
***
Deru jalanan luar, 06:56 AM.
5 February 2011.
Bumi Alloh,
Info-iman
***
Selamat datang duhai engkau saudariku,
nan penanya akan menggoreskan goresan-goresan baru pada lembaran-lembaran kertas kita,
dengan nilai rasa dan gaya bahasa yang engkau punya,
meski pena kita tak setajam pena mereka,
pun meski goresan kita tak sejernih goresan mereka,
namun marilah kita tetap berkarya,
marilah kita tetap berusaha mendakwahkan manhaj ini kepada manusia,
dengan segenap kemampuan yang ada pada kita,
insya Allah.
Untuk dinda penulis tulisan ini, selamat bergabung.
www.info-iman.blogspot.com