JAKARTA (voa-islam.com) – Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF) mensinyalir penangkapan para aktivis terduga teroris jelang kedatangan Obama sebagai ‘proyek’ cari muka terhadap Presiden Amerika Serikat.
Dalam siaran pers yang dikirim kepada voa-islam.com, Koordinator ICAF, Mustofa B Nahrawardaya menyoal motif Densus dalam menangkapi para aktivis terduga teroris yang dilakukan jelang kedatangan Obama ke Indonesia. Pasalnya, penangkapan terhadap para aktivis terduga teroris itu selalu dilakukan jelang kedatangan Obama ke Indonesia. “Ini murni pemberantasan terorisme atau ‘proyek’ cari muka terhadap Obama?” gugatnya, Selasa (15/11/2011)
Menurut Mustofa, ada tiga motif yang rasional dilakukan oleh Densus dalam menangkapi para aktivis terduga teroris.
Motif pertama, dimungkinkan proyek untuk cari muka kepada Obama. Beberapa tahun lalu, ketika Indonesia mengumumkan betapa berbahayanya Dulmatin, Amerika kemudian berjanji untuk memberikan uang sebesar US$ 10 juta. Kalau dirupiahkan, ini setara dengan Rp 93 miliar. Seperti biasa, anak buah Dulmatin ditangkap dahulu, dan Dulmatin dikabarkan lolos. Kemudian, Maret 2010, di Warnet Multiplus Jalan Siliwangi, Pamulang, Tangerang Selatan, tengah hari, Dulmatin alias Joko Pitono asal Petarukan, Pemalang, Jawa Tengah tewas diberondong polisi.
Meski begitu, kejanggalan pun muncul, karena wartawan berhasil memotret jenazah Dulmatin di atas kursi yang di tangannya masih memegang senjata laras pendek. Senjata laras pendek yang beratnya lebih dari 1 Kg itu ternyata masih menempel erat di tangan jenazah Dulmatin yang lemas. Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri yang menggelar konferensi pers di Mabes Polri mengumumkan bahwa Dulmatin tewas dengan senjata pistol revolver di tangan. Siapakah yang menikmati uang Rp. 93 Miliar dari Amerika? Tidak ada yang tahu!
Motif kedua, memang murni pemberantasan teroris, namun momennya menunggu kehadiran Obama. Dengan menunggu momen kehadiran Obama, maka efek positifnya akan lebih terasa di masyarakat ketimbang tanpa memanfaatkan momen tertentu.
Karena bagaimanapun, Amerika berkepentingan atas prestasi negara sekutunya dalam hal pemberantasan terorisme. Laporan keberhasilan pemberantasan teroris kepada Amerika di depan mata Obama, tentu lebih berasa efeknya, ketimbang laporan keberhasilan pemberantasan terorisme jauh dari pandangan mata Obama.
ICAF mensinyalir, penangkapan para terduga teroris jelang kedatangan Obama itu dipicu oleh informasi miring dan rekayasa dari satuan intelijen hitam.
“Bisa juga, pasokan informasi datang dari kelompok intelijen hitam yang bermain memanfaatkan situasi kepentingan Obama di tanah air,” jelas Mustofa.
Permainan intelijen hitam itu, tambah Mustofa, sangat berbahaya karena bagi mereka yang penting mendapatkan uang dan materi, meski informasi yang dilaporkan adalah fakta atas hasil rekayasa mereka sendiri.
“Jika ini benar terjadi, sungguh seluruh hasil pemberantasan terorisme di Indonesia tidak lebih dari sebuah penebaran fitnah demi keuntungan sesaat dengan mengorbankan masyarakat yang tidak mengerti ada apa di balik peristiwa itu,” pangkas Mustofa yang juga anggota Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah itu. [taz]
www.info-iman.blogspot.com