Assalamualaikum ikhwah dan akhawat sekalian,
Imam Hasan Al Banna menjelaskan bahwa makna tsiqah adalah ketenangan ‘jundi’ (perajurit dakwah) terhadap ‘qiyadah’nya dalam hal kemampuannya dan keikhlasannya yang menjadikannya semakin :
Cinta.
Menghargai.
Menghormati.
Taat.
Allah swt berfirman :
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap keputusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”. (QS An-Nisaa’ : 65)
‘Qiyadah’ (Kepimpinan) adalah sebahagian daripada dakwah. Tidak ada dakwah tanpa qiyadah.
Keharmonian antara ‘qiyadah’ dan ‘jundiyah’ akan menjadikan :
- Dakwah kuat.
- Program terlaksana.
- Sasaran tercapai.
- Mampu menghadapi segala macam bentuk rintangan.
Oleh kerana itu masalah ketsiqahan antara ‘qiyadah’ dan ‘junud’ menjadi suatu persoalan yang cukup penting.
Hakikatnya ia menjadi sebuah simpulan yang menguatkan jalinan antara satu dengan yang lain atau juga melemahkannya.
Maka, orang-orang yang terlibat aktif dalam dakwah ini perlulah sedaya mungkin tidak melukai dan menodai ketsiqahannya.
‘Qiyadah’ percaya dan yakin sepenuh hati dengan kemampuan dan keupayaan junudnya. Demikian pula seorang ‘jundi’ percaya penuh kepada qiyadahnya terhadap segala perkara yang telah diputuskannya.
Hubungan yang harmoni antara qiyadah dan junud atau sebaliknya mampu menjadi mesin produktiviti bagi dakwah ini.
PENGAJARAN DALAM PERJANJIAN HUDAIBIYAH
Perjanjian Hudaibiyah adalah salah satu dari sekian banyak peristiwa yang perlu menjadi pengajaran bagi para aktivis dakwah.
Dalam Sahih Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa dalam perjanjian Hudaibiyah, Umar Al Khatthab ra tidak puas hati akan keputusan yang diambil oleh Rasulullah saw.
Ia berkata, ‘Kemudian aku datangi Rasulullah saw lalu aku tanyakan padanya.
‘Bukankah engkau Rasulullah saw?’
Beliau menjawab, ‘Ya, benar’.
‘Bukankah engkau di pihak yang benar dan musuh kita berada di atas kebatilan?’ tanyaku.
Jawab Nabi, ‘Ya, benar’.
‘Bukankah orang-orang kita yang terbunuh akan masuk syurga dan orang-orang mereka yang terbunuh akan masuk neraka?’, tanyaku kembali.
‘Ya, benar’, jawab Rasulullah saw.
‘Lalu kenapa kita menyetujui agama kita direndahkan’, tanyaku lagi.
‘Sesungguhnya aku adalah Rasulullah, aku tidak akan menyalahi perintahNya dan Dia pasti membelaku’, jawab Nabi.
‘Bukankah engkau telah menjanjikan bahwa kita akan datang ke Baitullah untuk melakukan thawaf?’, tanyaku.
‘Ya, benar’, tetapi apakah aku mengatakan kepadamu bahwa engkau akan datang pada tahun ini’, jawab beliau.
Aku menjawab, ‘Tidak’.
‘Engkau pasti akan datang dan tawaf di Baitullah’, tegas Nabi saw.
Namun Umar Al Khatthab tidak merasa puas dengan jawaban Rasulullah saw tersebut sehingga ia datangi Abu Bakar As Shiddiq ra lalu menanyakan apa yang tadi dia tanyakan kepada Rasulullah saw.
Kemudian Abu Bakar berkata kepadanya, ‘Wahai Ibnul Khatthab, sesungguhnya dia adalah Rasulullah. Dia tidak akan menyalahi perintah Tuhannya dan Allah pun tidak akan membiarkannya’.
Tidak lama kemudian turunlah surah Al Fath kepada Rasulullah saw lalu Nabi segera memanggil Umar Al Khatthab ra dan membacakan surah Al Fath tersebut kepadanya.
Lalu Abu Bakar bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah hal itu kemenangan (Al Fath)?’.
Jawab Nabi, ‘Ya, benar’.
Barulah hati Umar merasa tenang dengan jawaban tersebut dan tidak ada sedikitpun keraguan dalam hati para sahabat atas keputusan yang diambil oleh Rasulullah saw.
Pengajaran 1
Keterbatasan kefahaman dan informasi atas sikap yang diambil oleh Rasulullah saw menjadikan sahabat Umar Al Khatthab ra menyangsikan apa yang dilakukan baginda dengan orang Quraisy.
Pengajaran 2
Sikap Umar tersebut memberi kesan pada sikap para sahabat lain yang lambat untuk digerakkan melaksanakan perintah Rasulullah saw dalam menyembelih dan mencukur rambut sebagai tanda tahallul.
Pengajaran 3
Peristiwa itu tidak berlangsung lama kerana baginda segera menyedari bahwa mereka perlu digerakkan dari kendalinya. Maka baginda pun memulai dari diri baginda untuk melakukan apa yang diperintahkannya tadi. Maka baru selepas itu para sahabat pun berbondong-bondong melaksanakannya.
Pengajaran 4
Peristiwa itu terhenti dan tidak berkembang hingga ke akar umbi. Dengan cepat peristiwa itu dapat diselesaikan di mana Allah swt menyelamatkan komuniti kaum muslimin dari perpecahan.
Ketaatan pada Allah dan RasulNya menjadi landasan kepada kekuatan persatuan tersebut.
“Dan ta’atlah kepada Allah dan Rasulnya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. (QS Al-Anfaal : 46)
TSIQAH BUAH INTERAKSI YANG BERTERUSAN
Tsiqah atau kepercayaan tidak akan muncul secara tiba-tiba melainkan ia adalah buah dari interaksi yang amat lama.
Paling tidak dari interaksi yang sangat lama itu dapat memahami keadaan dan keadaannya masing-masing sebagaimana peristiwa Isra’ dan Mi’rajnya Rasulullah saw.
Ketika peristiwa itu diceritakan baginda kepada masyarakat ramai, terjadilah kebisingan di kalangan masyarakat umum. Mereka menyangsikan kejadian yang dialami oleh Rasulullah saw kerana logik mereka belum sampai untuk menerima peristiwa tersebut.
Namun sewaktu peristiwa itu diceritakan kepada Abu Bakar As Shiddiq ra, beliau amat mempercayainya. Bahkan jika kisahnya jauh lebih dahsyat dari yang didengar oleh orang-orang Quraisy sekalipun ia mempercayainya.
Alasannya kerana sejak kecil lagi ia bersahabatdengan Rasulullah saw dan selama persahabatan yang sangat lama itu, Abu Bakar tidak pernah menemui pada peribadi Rasulullah saw, sikap yang mengada-ada apalagi berdusta.
Hasil interaksi yang cukup lama itu menjadi perisai diri terhadap peribadi Rasulullah saw sehingga tidak ada celah sekecil apapun dalam diri Abu Bakar untuk bersikap menduga-duga.
Tarbiyah yang mendalam boleh menjadi jalan untuk memperkuatkan hubungan yang harmoni antara anggota masyarakat samada hubungan antara ‘qiyadah’ dan ‘jundiyah’ atau juga antara‘jundiyah’ sendiri.
Tarbiyah yang berlangsung sekian lama boleh menjadi alat bantu untuk saling memahami keadaan masing-masing orang yang berada di dalamnya samada yang terkait dengan :
- Karakter.
- Sikap.
- Idea.
- Kemahuan.
Perhatikanlah peristiwa-peristiwa pembangkangan terhadap Rasulullah saw dalam sejarah banyak dilakukan oleh orang-orang yang lemah interaksi mereka dengan baginda termasuk daerah-daerah yang hubungannya belum kukuh dalam dereten sejarah paling banyak bergolak berbanding daerah-daerah yang dekat hubungannya.
CARA-CARA MENGUKUHKAN TSIQAH
Ketidaktsiqahan antara ‘qiyadah’ dan ‘junud’ ini tidak boleh dibenarkan berlarutan bahkan ia mesti segera disingkirkan dan diperbaiki dengan cepat.
Adapun usaha yang boleh kita lakukan untuk kembali mengukuhkannya di antaranya seperti berikut:
PERTAMA
Saling memahami bahwa tsiqah antara ‘qiyadah’ dan’jundiyah’ merupakan modal besar dalam membangun bangunan dakwah ini dan ketsiqahan yang utuh hanya melahirkan ketenangan dan ketenteraman sedangkan ketidaktsiqahan adalah jendela kehancuran bagi dakwah ini.
KEDUA
Saling menyedari bahwa apa yang kita lakukan adalah dalam kerangka ubudiyah. Oleh yang demikian, jauhkan diri dari kecenderungan material dan kebusukan hati.
Kerja dakwah dan membangun bangunan dakwah adalah amal mulia. Allah swt perintahkan untuk terus konsisten dengan kebersamaan dengan orang-orang yang tulus dalam pengabdian.
Allah swt berfirman :
“Dan bersabarlah kamu bersama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaanNya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (kerana) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (QS Al-Kahfi : 28)
KETIGA
Berusaha untuk mengalah demi kemaslahatan dakwah yang jauh lebih besar. Sikap ini diutamakan kepada para aktivis dakwah sehingga mereka tetap memberikan rasa hormat dan ‘ta’zhim’ kepada qiyadah.
Isu utamanya bukan lagi pendapat peribadi akan tetapi isu utama yang mesti diangkat adalah kemaslahatan dakwah yang berkait dengan :
- Bagaimana nasib dakwah hari ini dan akan datang.
- Bagaimana pula peta perjalanan dakwah yang sedang berlangsung ini.
- Bagaimana pembentukan aktivis baru serta sasaran yang terbina.
KEEMPAT
Mencari pihak yang bersikap neutral dan dapat mengawal keadaan sehingga dua titik yang mempunyai kecenderungan meruncing menjadi tumpul kembali dan akhirnya dapat diikatkan semula.
Jika peristiwa Hudaibiyah ini yang menjadi sandaran isu, kita dapat melihat bagaimana sikap Umar ra yang mendatangi Abu Bakar ra untuk lebih mendapatkan ketenangan dalam mengambil sebuah sikap manakala Abu Bakar pula mampu mengawal keadaan sehingga tidak menimbulkan keruncingan dan begitu pula pihak-pihak yang didatangi agar tidak menambah persoalan baru bagi ketegangan yang sedia terjadi malah seharusnya menenangkan kembali semua perkara yang boleh menyebabkan ketidakharmonian.
KELIMA
Saling berdoa untuk kebaikan semua pihak.
Allah swt berfirman :
”Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa : ”Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyanyang”. (QS Al-Hasyr : 10)
Akhir sekali marilah kita semua berdoa agar keharmonian antara ‘qiyadah’ dan ‘jundiyah’ akan terus terpelihara sehingga kapal dakwah ini mampu mengemudi bahteranya dengan selamat untuk sampai ke destinasi yang dituju.
Ya Allah, kami memahami bahwa tsiqah tidak akan tertegak melainkan dengan interaksi yang lama serta cinta yang mendalam. Perkukuhkanlah interaksi dan kecintaan ini dalam hati kami semata-mata dalam rangka ubudiyah kepadaMu.
Jauhkanlah kami dari sikap suka berbantah-bantah yang akan menjadikan kami gentar serta hilang kekuatan untuk menghadapi musuh kami.
Ameen Ya Rabbal Alameen
www.info-iman.blogspot.com