Yang di maksud ulama’ muta’akhkhirin, ulama belakangan, yaitu ulama yang lahir dan berkecimpung dalam dunia keislaman, sesudah periode para Imam Madzhab, yaitu sekitar abad X Hijri. Mereka itu disebut muta’akhkhirin ( belakang), karena dasar-dasar ilmu, seperti Qawaid Nahwiyyah dan Sharfiyyah, Ushul Tafsir, Ushul Hadits dll, sudah mapan, bahkan pendapat-pendapat tentang berbagai masalah sosial yang berkaitan dengan ahkam sudah dibicarakan, sehingga hampir-hampir tidak ada lagi Qawaid yang perlu dibuat dan pendapat yang baru yang diketengahkan. Maka ulama mutaakhkhirin ini boleh dikatakan sekedar mentarjih (meneliti kembali mana yang pas dengan nash al-Qur’an dan Sunnah dan mana mana yang kurang pas) dan mengembangkan.
Kendatipun demikian, ulama mutaakhkhirin ini juga mempunyai pandangan yang berbobot, tidak kalah bobotnya dengan ulama salaf atau ulama mutaqaddimin.
Khusus tentang Syi’ah ini, ulama mutaakhkhirin juga mengadakan penilaian dengan argumentasinya sendiriyang akurat dan kuat.
Berikut ini kami nukilkan beberapa pendapat mereka :
Imam al-Alusi. Nama lengkapnya: Abul Fadhl, Syihabuddin, as-Sayyid Mahmud al-Alusi al-Baghdadi, wafat tahun 1270 H. Beliau menilai Syi’ah adalah kafir, karena jelas telah mencacimaki sahabat Nabi SAW.
Kalaupun kaum Syi’ah itu mengaku sebagai pengikut ahlul bait, namun pegakuannya itu tidak bisa diterima. Kata al-Alusi:
كلا بل أتباع الشياطين , وأهل البيت بريئون منهم
Sekali-kali mereka bukan pengikut ahlil bait, tetepi pengikut syetan, sementara ahlul baitsendiri berlepas diri dari mereka.
Al-Alusi adalah pengarang Tafsir Ruhul Ma’ani, beliau juga mengarang beberapa buku khusus menyanggah Syi’ah, antara lain berjudul Mukhtashar at-Tuhfah al-Itsna Asyariyah, Sa,adatut Darain Fi Syarhi HaditsitsTsaqalain yang semula berbahasa Persi karangan Syaikh A.aziz ad-Dahlawi, diarabkan oleh Syukri untuk al-Alusi, dan Shabbul ‘Adzab ‘ala Man Shabbal Ash-hab,( Curahan adzab untuk orang yang mencacimaki Shahabat).
DR. Musthafa as-Siba'i. Beliau pernah bergaul dangan orang-orang Syi’ah beberapa tahun, dan salah seorang pelopor untuk mengadakan taqrieb (pendekatan) antara Sunny dan Syi'i. Namun, akhirnya beliau mengetahui hakekat Syi’ah dengan tersingkap kedoknya., maka akhirnya beliau mengatakan sbb.
فلا يزال القوم مصرين على ما في كتبهم من ذلك الطعن الجارح والتصوير المكذوب لما كان بين الصحابة من خلاف , كان المقصود من دعوة التقريب هو تقريب أهل السنة إلى مذهب الشيعة , لا تقريب المذهبين بعضها من بعض.
Kaum (kelompok Syi’ah) ini ternyata tetap memegangi apa yang terdapat dalam kitab-kitab mereka, antara lain berupa cacian yang keji dan gambaran yang dusta terhadap perselisihan yang terjadi antara para shahabat. Sementara tujuan mereka mengadakan taqrieb adalah taqriebu ahli sunnah ila madzhabisy Syi’ah (mendekatkan golongan ahli sunnah ke faham syi’ah), bukan pendekatan antara dua aliran tersebut satu sama lain.
Selanjutnya beliau juga mengatakan:
ويكاد المسلم يقف مذهولا من هذه الجرأة البالغة على رسول الله لولا أن يعلم أن هؤلاء الرافضة أكثرهم من الفرس الذين تستروا بالتشيع لينقضوا عري الإسلام أو ممن أسلموا ولم يستطيعوا أن يتخلوا عن كل آثار ديانتهم القديمة , فانتقلوا إلى الإسلام بعقلية وثنية لا يهمها أن تكذب على صاحب الرسالة ( السنة ومكانتها في التشريع ص 59 )
Hampir saja kaum muslimin dibuat bingung oleh kelancangan yang keterlaluan terhadap diri Rasulullah SAW, seandainya kaum muslimin tidak tahu, bahwa golongan Rafidhah itu kebenyakan adalah berasal dari Persi yang menyamar dengan tasyayyu’ (mengaku kebenaran dakwaan Syi’ah) dengan tujuan untuk melepas buhul islam atau (melepasnya) dari orang-orang islam, sementara mereka tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh-pengaruh Agama mereka yang lama. Lalu mereka pindah kepada Islam dengan pemikiran animisme dengan tidak ambil pusing berdusta atas nama shahibur risalah ( Nabi Muhammad SAW ).
Muhammad Kazhim Habib mengatakan dalam bukunya ar-Riddah bainal Amsi wal Yauma, terbitan tahun 1977, tentang Syi’ah Imamiyah Ja’fariyah sbb:
وهؤلاء يسبحون في الكفر كما تسبح كريات الدم البيضاء في الدم أو كما يسبح السمك في الماء .
Mereka itu berenang dalam kekufuran, bagaikan gelembung darah putih yang mengapung dalam darah, atau seperti ikan berenang dalam air.
Rasyid Ridha, pengarang Tafsir al-Manar bersama Syekh Muhammad Abduh, telah membuka kedok Syi’ah dan sekutu-sekutunya setelah berjuang mati-matian untuk mengadakan taqrieb antara Ahli Sunnah dan Syi’ah. Namun, akhirnya beliau dikagetkan dengan cacian mereka terhadap aqidah ahli sunnah serta mengkafirkan golongan ahli sunnah. Akhirnya Rasyid Ridha menentang mereka yang dituangkan dalam risalah beliau yang populer dengan sebutan “ As-Sunnah wasy-Syi’ah ”. Dalam bukunya itu dibongkar semua aqidah Syi’ah yang sesat itu. Karenanya, bohong orang yang mengatakan, bahwa Rasyid Ridha adalah orang Syi'i atau paling tidak, mengakui kebenaran Syi’ah.
Muhammad Nashiruddin Albani, seorang peneliti hadits secara tegas mengkafirkan pemimpin Ja’fariyyah, dengan alasan, bahwa sang pemimpin dengan terang-terangan telah menyindir Nabi SAW, (bahwa Nabi gagal), menganggap bahwa al-Qur’an (wahyu) turun kepada Fathimah selama 75 hari, dua shahabat besar Abu Bakar dan Umar dinilai sebagai kafir dan menetapkan do’a (kutukan) kepada dua berhala Quraisy, yaitu Abu Bakar dan Umar.
Demikian, sebagaimana dikutip dari majalah al- Muslimin London, No. 137 Sabtu , 26 Muharram 1408 H.
www.info-iman.blogspot.com