Marah
Dalam kitabnya yang terkenal Ihya Ulumuddin, Imam al-Ghazali membagi sikap marah menjadi tiga bagian. Marah yang terpuji, marah yang tercela, dan marah yang diperbolehkan.
Lebih lanjut al-Ghazali menjelaskan,
Pertama, marah yang terpuji adalah marah yang timbul semata-mata karena Allah Ta’ala dan agama-Nya. Firman Allah, “Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati, dia berkata, ”Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sepeninggal kepergianku! ….” (Al-A’raf [7] : 150).
Kedua, marah yang tercela yaitu marah yang disebabkan kemaksiatan dan hawa nafsu.
Sedang Ketiga marah yang diperbolehkan (mubah) adalah yang tak berkaitan dengan perbuatan maksiat.
Berikut ini beberapa adab berkaitan dengan marah yang kadang terjadi pada diri kita.
1. Nabi juga pernah marah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW) marah kecuali ada syariat Allah yang dilanggar. Namun tetap disampaikan dalam bentuk nasihat kepada para sahabatnya. Diriwayatkan oleh Aisyah, ia berkata, apabila Rasulullah memerintah sahabat, beliau perintah dengan amalan yang disanggupi oleh mereka. Namun di antara mereka ada yang berkata: “Kami tak sama dengan keadaan engkau wahai Rasulullah. Sungguh Allah telah mengampuni seluruh dosamu. Lalu beliau marah hingga tampak kemarahan pada wajahnya. Nabi bersabda, “Sesungguhnya yang paling takwa dan mengetahui tentang Allah adalah aku.” (Riwayat Bukhari).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW) marah kecuali ada syariat Allah yang dilanggar. Namun tetap disampaikan dalam bentuk nasihat kepada para sahabatnya. Diriwayatkan oleh Aisyah, ia berkata, apabila Rasulullah memerintah sahabat, beliau perintah dengan amalan yang disanggupi oleh mereka. Namun di antara mereka ada yang berkata: “Kami tak sama dengan keadaan engkau wahai Rasulullah. Sungguh Allah telah mengampuni seluruh dosamu. Lalu beliau marah hingga tampak kemarahan pada wajahnya. Nabi bersabda, “Sesungguhnya yang paling takwa dan mengetahui tentang Allah adalah aku.” (Riwayat Bukhari).
2. Sedapat mungkin menahan marah
Dalam pandangan Islam, orang yang kuat adalah yang mampu menahan emosi ketika marah. Sabda Nabi, “Tidaklah kekuatan itu diukur dengan adu kekuatan (gulat). Namun yang kuat itu adalah yang dapat mengendalikan dirinya ketika marah.” (Riwayat Bukhari).
Dalam pandangan Islam, orang yang kuat adalah yang mampu menahan emosi ketika marah. Sabda Nabi, “Tidaklah kekuatan itu diukur dengan adu kekuatan (gulat). Namun yang kuat itu adalah yang dapat mengendalikan dirinya ketika marah.” (Riwayat Bukhari).
3. Segera membaca ta’awwudz
Bila terlanjur marah, segera memohon perlindungan kepada Allah. Caranya dengan membaca ta’awwudz sebagaimana dicontohkan Nabi. Sabda Nabi, “Sungguh aku ingin mengajari satu ucapan seandainya ia ucapkan tentu kemarahannya akan hilang darinya. Yaitu, a’udzu billahi min as-syaithani ar-rajim.” (Riwayat Muslim).
Bila terlanjur marah, segera memohon perlindungan kepada Allah. Caranya dengan membaca ta’awwudz sebagaimana dicontohkan Nabi. Sabda Nabi, “Sungguh aku ingin mengajari satu ucapan seandainya ia ucapkan tentu kemarahannya akan hilang darinya. Yaitu, a’udzu billahi min as-syaithani ar-rajim.” (Riwayat Muslim).
4. Berusaha diam
Hal ini berat, tapi berusaha diam adalah perbuatan yang dianjurkan untuk meredam murka yang bergejolak. Nabi bersabda, “Apabila salah seorang di antara kamu marah maka diamlah.” (Riwayat Ahmad).
Hal ini berat, tapi berusaha diam adalah perbuatan yang dianjurkan untuk meredam murka yang bergejolak. Nabi bersabda, “Apabila salah seorang di antara kamu marah maka diamlah.” (Riwayat Ahmad).
5. Merubah posisi
Kiat lain mengatasi marah adalah dengan mengubah posisi yang ada. Hal ini disebutkan dalam sabda Nabi, “Maka apabila salah seorang di antara kamu marah dalam keadaan berdiri maka duduklah. Apabila dalam keadaan duduk maka berbaringlah. ” (Riwayat Abu Daud).
Kiat lain mengatasi marah adalah dengan mengubah posisi yang ada. Hal ini disebutkan dalam sabda Nabi, “Maka apabila salah seorang di antara kamu marah dalam keadaan berdiri maka duduklah. Apabila dalam keadaan duduk maka berbaringlah. ” (Riwayat Abu Daud).
6. Berwudhu atau mandi
Cara lain yang bisa ditempuh untuk meredam marah adalah mengambil air wudhu’. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya marah itu dari setan dan setan terbuat dari api. Dan api itu hanya bisa dipadamkan oleh air. Oleh karena itu, jika seorang di antara kamu marah maka berwudhulah. ” (Riwayat Abu Daud).
Cara lain yang bisa ditempuh untuk meredam marah adalah mengambil air wudhu’. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya marah itu dari setan dan setan terbuat dari api. Dan api itu hanya bisa dipadamkan oleh air. Oleh karena itu, jika seorang di antara kamu marah maka berwudhulah. ” (Riwayat Abu Daud).
7. Membiasakan berdoa dan zikir
Lisan yang senantiasa basah dengan doa dan zikir niscaya hatinya menjadi tenang dan mampu menahan diri. Firman Allah, “…Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram.” (Ar-Ra’du [13] : 28)
Lisan yang senantiasa basah dengan doa dan zikir niscaya hatinya menjadi tenang dan mampu menahan diri. Firman Allah, “…Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram.” (Ar-Ra’du [13] : 28)
8. Ingatlah wasiat Nabi
Suatu ketika seorang laki-laki berkata kepada Nabi: “Berilah aku wasiat!” Nabi menjawab, “Jangan marah!” Orang tersebut mengulangi permintaannya beberapa kali dan beliau tetap menjawab jangan marah. (Riwayat al-Bukhari).
Suatu ketika seorang laki-laki berkata kepada Nabi: “Berilah aku wasiat!” Nabi menjawab, “Jangan marah!” Orang tersebut mengulangi permintaannya beberapa kali dan beliau tetap menjawab jangan marah. (Riwayat al-Bukhari).
9. Pintu menuju surga
Sabda Nabi, “Barangsiapa yang menahan amarahnya sedang ia mampu meluapkannya, maka Allah memanggilnya di kumpulan para makhluk. Allah memberinya keleluasaan memilih bidadari yang ia senangi.” (Riwayat Tirmidzi dan Abu Daud).
Sabda Nabi, “Barangsiapa yang menahan amarahnya sedang ia mampu meluapkannya, maka Allah memanggilnya di kumpulan para makhluk. Allah memberinya keleluasaan memilih bidadari yang ia senangi.” (Riwayat Tirmidzi dan Abu Daud).