- Apakah kain ihram atau baju yang terkena najis harus segera diganti agar dapat digunakan shalat dengan sah, atau adakah dalil yang menyebutkan bahwa baju atau anggota tubuh yang kena najis sudah otomatis suci dengan sendirinya bila sudah terkena udara atau sinar matahari?
- Adakah jalan keluar yang lebih mudah bagi calon jamaah haji dalam menghadapi masalah tersebut?
- Sepanjang menunaikan ibadah (shalat dan berihram), kain ihram atau baju yang dipergunakan harus dalam keadaan suci. Keharusan tersebut sesuai dengan penegasan firman Allah Swt dalam Surat Al-Baqarah ayat 222:
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَ يُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ
Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang bersuci.
Dan sabda Nabi saw:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم : لاَ يَقْبَلُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ صَدَقَةً مِنْ غُلُوْلٍ ، وَلاَ صَلاَةً بِغَيْرِ طَهُوْرٍ . أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ وَأَبُوْ دَاوُدَ وَالنَّسَائِيْ وَابْنُ مَاجَه .
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar dari Nabi saw: "Allah 'azza wa jalla tidak dapat menerima sedekah dari hasil yang tidak halal dan tidak dapat menerima shalat tanpa wudlu."
Percikan air kencing yang mengenai kain ihram atau baju dihukumi sebagai najis ma'fu (dimaafkan), sepanjang bekas percikan itu tidak terlihat oleh mata yang berpenglihatan normal. Upaya menghindar kenajisan tersebut dipandang masyaqqat dan karenanya ibadah shalat dan sebagainya dapat dilaksanakan serta sah hukumnya.
اَلْفِقْهُ اْلإِسْلاَمِيُّ وَأَدِلَّتُهُ ، وَهْبَة الزُّحَيْلِي جزء الأول صـ 173
مَذْهَبُ الشَّافِعِيَّةِ : لاَ يُعْفىَ عَن شَيْءٍ مِنَ النَّجَاسَاتِ إِلاَّ مَا يَأْتِي : مَا لاَ يُدْرِكُهُ الْبَصَرُ الْمُعْتَدِلُ كَالدَّمِ الْيَسِيْرِ وَالْبَوْلِ الْمُتَرَشِّشِ .
[الْمَجْمُوْعُ 1 : 266 ، 292 - مُغْنِي الْمُحْتَاجْ 1 : 81 ، 191 ، 194 - شَرْحُ الْبَاجُوْرِيْ : 1 : 104 ، 107 - شَرْحُ الشَّرْقَاوِيْ : 1 : 133] Madzhab Syafi'i: "Tidak dapat dimaafkan sedikit pun dari najis-najis, kecuali berikut: apa yang tidak dapat dilihat oleh pandangan mata yang normal seperti darah yang sedikit dan air kencing yang memercik."
Adapun anggota badan yang terkena percikan air kencing, harus diupayakan mensucikannya, antara lain dengan memanfaatkan kertas tisu yang telah dibasahi dengan air suci. Dengan demikian betapa telah mengering karena udara atau sinar matahari, tetap dihukumi sebagai najis ghairu al-mariah/ghairu al-'ainiyah.
اَلْفِقْهُ اْلإِسْلاَمِيُّ وَأَدِلَّتُهُ ، وَهْبَة الزُّحَيْلِي ، جزء الأول صـ 168
مَا لاَ يَكُوْنُ مَرْئِيًّا بَعْدَ الْجَفَافِ كَالْبَوْلِ وَنَحِوْهِ ، أَيْ مَا لاَ تَكُوْنُ ذَاتُهُ مُشَاهَدَةً بِحِسِّ الْبَصَرِ . وَطَهَارَتُهُ اَنْ يُغْسَلَ حَتَّى يَغْلِبَ عَلَى ظَنِّ الْغَاسِلِ أَنَّ الْمَحَلَّ قَدْ طَهُرَ .
[فَتْحُ الْقَدِيْرِ : 1 : 145 - اَلدُّرُّ الْمُخْتَارُ : 1 : 303 - 307] Apa yang tidak terlihat setelah kering seperti air kencing dan lainnya. Artinya, apa yang zatnya tidak dapat disaksikan oleh indera penglihatan. Dan mensucikannya hendaklah dibasuh, sehingga kuat pada dugaan orang yang membasuh bahwa tempat itu telah menjadi suci.
فِقْهُ السُّنَّةِ : سَيِّدْ سَابِقْ : اَلثَّوْبُ وَالْبَدَنُ إِذَا أَصَابَتْهُمَا نَجَاسَةٌ يَجِبُ غَسْلُهُمَا بِالْمَاءِ حَتَّى تَزُوْلَ عَنْهُمَا إِنْ كَانَتْ مَرْئِيَّةً كَالدَّمِ . فَإِنْ بَقِيَ بَعْدَ الْغَسْلِ اَثَرٌ بَشُقُّ زَوَالُهُ فَهُوَ مَعْفُوٌّ عَنْهُ ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ مَرْئِيَّةً كَالْبَوْلِ فَإِنَّهُ يِكْتَفِي بِغَسْلِهِ وَلَوْ مَرَّةً وَاحِدَةً
[اَلْجُزْءُ اْلأَوَّلُ صـ 26] Fiqih Sunnah dari Sayyid Sabiq: "Pakaian dan badan, apabila terkena najis maka wajib membasuhnya denan air sehingga najis itu lenyap darinya, jika najis itu kelihatan seperti darah. Jika sesudah dibasuh masih tetap bekasnya yang sulit menghilangkannya, maka dimaafkan. Jika tidak kelihatan seperti air kencing, maka sesungguhnya cukup dengan membasuhnya meskipun hanya satu kali."
- Apabila keadaan memungkinkan, segera mengganti kain ihram atau baju yang terkena najis dengan kain ihram atau baju yang suci. Sekira tidak memungkinkan, seperti dalam perjalanan di atas pesawat dan persediaan kain ihram/baju pengganti tersimpan di ruang bagasi dan kondisi kenajisan bukan lagi tergolong ma'fu, maka:
- Sesuai pandangan ulama Hanafiyah bahwa shalat dapat ditunaikan seadanya tanpa harus meng-qadla.
اَلْفِقْهُ اْلإِسْلاَمِيُّ وَأَدِلَّتُهُ ، وَهْبَة الزُّحَيْلِي : 1 صـ 574
وَإِذَا لَمْ يَجِدِ الْمُسَافِرُ مَا يُزِيْلُ بِهِ النَّجَاسَةَ أَوْ وَيُقَلِّلُهَا ، صَلَّى مَعَهَا أَوْ عَارِيًا ، وَلاَ إِعَادَةَ عَلَيْهِ
[اَلدُّرُ الْمُخْتَارُ : 1 : 283 ، البدائع : 1 : 117] "Dan apabila seorang musafir tidak mendapatkan apa yang dapat menghilangkan najis atau menyedikitkannya, maka dia shalat beserta najis tersebut atau shalat dengan telanjang dan tidak wajib mengulangi shalat."
- Sesuai pandangan ulama Syafi'iyah bahwa shalat tetap ditunaikan meskipun pada badan atau pakaian terdapat kenajisan yang tidak dimaafkan. Pelaksanaan shalat tersebut bernilai hurmatan li al-waqti dan kepadanya wajib mengulang shalatnya apabila telah mendapatkan baju yang suci. Jalan keluar tersebut seperti orang yang faqid al-thahurain.
اَلْفِقْهُ اْلإِسْلاَمِيُّ وَأَدِلَّتُهُ ، وَهْبَة الزُّحَيْلِي : 1 صـ 572
إِنْ لَمْ يَجِدِ الْمُصَلِّيْ غَيْرَ ثَوْبٍ عَلَيْهِ نَجَاسَةٌ غَيْرُ مَعْفُوٍّ عَنْهَا وَلَمْ يَتَيَسَّرْ غَسْلُ النَّجَاسَةِ ... لَمْ يَجُزْ لُبْسُ الثَّوْبِ النَّجِسِ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ ِلأَنَّهُ سُتْرَةٌ نَجِسَةٌ ... وَالمُعْتَمَدُ اْلإِعَادَةُ فيِ الْوَقْتِ إِنْ وَجَدَ ثَوْبًا طَاهِرًا Jika orang yang shalat tidak mendapatkan selain pakaian yang ada najisnya yang tidak dimaafkan, dan tidak mudah membasuh najis tersebut ..., maka tidak boleh memakai pakaian yang najis menurut madzhab Syafi'i, karena pakaian itu adalah tutup yang najis ... Dan pendapat yang dapat dijadikan pegangan adalah mengulangi shalat pada waktunya jika dia mendapatkan pakaian yang suci.
صـ 573 :
لَكِنْ لَوْ كَانَ عِنْدَ بَدَنِهِ نَجَاسَةٌ غَيْرُ مَعْفُوٍّ عَنْهَا وَلَمْ يَجِدْ مَا يَغْسِلُ بِهِ ، وَصَلَّى وَاَعَادَ كَفَاقِدِ الطَّهُوْرَيْنِ ِلأَنَّ الصَّلاَةَ مَعَ النَّجَاسَةِ لاَ يَسْقُطُ بِهَا الْفَرْضُ Akan tetapi, andaikata pada badannya terdapat najis yang tidak dimaafkan dan tidak mendapatkan apa yang dapat dipergunakan untuk membasuh, maka dia shalat dan mengulangi shalatnya. Seperti orang-orang yang ketiadaan dua suci, karena shalat beserta najis tidaklah menggugurkan fardlu.
Oleh Ubaid Bin Aziz Hasanan di FK.blogspot.com#
- Sesuai pandangan ulama Hanafiyah bahwa shalat dapat ditunaikan seadanya tanpa harus meng-qadla.
www.info-iman.blogspot.com