Hubungan antara Kiyai Wahab Hasbullah dan Kiyai Bisri Syansuri pastilah tidak masuk akal bagi manusia-manusia bebal jaman sekarang. Kiyai Wahab ahli ushul, sedangkan Kiyai Bisri ahli fiqih. Tentu cara pandang keduanya dalam berbagai masalah pun berbeda. Walaupun keduanya beriparan --Kiyai Bisri menikahi adik Kiyai Wahab , semua riwayat menyatakan bahwa Kiyai Wahab dan Kiyai Bisri tak pernah sependapat, baik dalam cabang-cabang syari'at maupun politik, sejak masih mondok di Tebuireng sampai menjadi pemimpin-pemimpin besar kaum Nahdliyyin.
Mahrus Husain, memperoleh riwayat dari kakak iparnya, Kiyai Abdul Nashir, dari ayahnya, Kiyai Abdul Fattah bin Hasyim bin Idris, keponakan Kiyai Wahab Hasbullah sekaligus menantu Kiyai Bisri Syansuri, bahwa pada suatu bahtsul masail tentang hukumnya drum band, Kiyai Wahab dan Kiyai Bisri berdebat begitu kerasnya sampai-sampai Kiyai Bisri menggebrak meja. Tak mau kalah, Kiyai Wahab pun menggebrak juga, bahkan dengan kaki! Orang-orang ketakutan dan sangat khawatir bahwa Nahdlatul Ulama akan pecah hanya gara-gara hukumnya drum band. Siapa sangka, ketika waktu jeda tiba, keduanya justru berebut melayani satu terhadap yang lain dalam jamuan makan.
Ketika Kiyai Wahab menjadi Rais 'Aam, Kiyai Bisri Wakil Rais 'Aam-nya. Kiyai Wahab ngajak keluar dari Masyumi, Kiyai Bisri tak setuju. Kiyai Wahab ngajak masuk DPRGR, Kiyai Bisri juga tak setuju. Tapi ketika keputusan jam'iyyah ditetapkan sesuai pendapat Kiyai Wahab, Kiyai Bisri tunduk dan tidak memisahkan diri.
Muktamar NU ke-25 di Surabaya, 1971. Kiyai Wahab, Sang Rais 'Aam, sudah sangat sepuh dan dalam keadaan sakit hingga tak mampu bangkit dari pembaringan --beliau akhirnya wafat hanya beberapa hari seusai Muktamar. Suasana Muktamar didominasi oleh kehendak suksesi. Dapat dipastikan seluruh muktamirin tanpa kecuali menginginkan Kiyai Bisri tampil sebagai Rais 'Aam yang baru. Bahkan boleh dikata, beliau sudah menjadi Rais 'Aam de facto. Muktamar hanya formalitas pengesahan saja.
Siapa sangka, sebelum palu diketuk, Kiyai Bisri berdiri dihadapan sidang untuk menyampaikan sikapnya yang tak dapat ditawar oleh siapa pun juga dengan harga apa pun juga:
"Selama masih ada Kiyai Wahab, saya hanya bersedia menduduki jabatan dibawah beliau!"
Lahumal faatihah.
Sumber : www.teronggosong.com
Mahrus Husain, memperoleh riwayat dari kakak iparnya, Kiyai Abdul Nashir, dari ayahnya, Kiyai Abdul Fattah bin Hasyim bin Idris, keponakan Kiyai Wahab Hasbullah sekaligus menantu Kiyai Bisri Syansuri, bahwa pada suatu bahtsul masail tentang hukumnya drum band, Kiyai Wahab dan Kiyai Bisri berdebat begitu kerasnya sampai-sampai Kiyai Bisri menggebrak meja. Tak mau kalah, Kiyai Wahab pun menggebrak juga, bahkan dengan kaki! Orang-orang ketakutan dan sangat khawatir bahwa Nahdlatul Ulama akan pecah hanya gara-gara hukumnya drum band. Siapa sangka, ketika waktu jeda tiba, keduanya justru berebut melayani satu terhadap yang lain dalam jamuan makan.
Ketika Kiyai Wahab menjadi Rais 'Aam, Kiyai Bisri Wakil Rais 'Aam-nya. Kiyai Wahab ngajak keluar dari Masyumi, Kiyai Bisri tak setuju. Kiyai Wahab ngajak masuk DPRGR, Kiyai Bisri juga tak setuju. Tapi ketika keputusan jam'iyyah ditetapkan sesuai pendapat Kiyai Wahab, Kiyai Bisri tunduk dan tidak memisahkan diri.
Muktamar NU ke-25 di Surabaya, 1971. Kiyai Wahab, Sang Rais 'Aam, sudah sangat sepuh dan dalam keadaan sakit hingga tak mampu bangkit dari pembaringan --beliau akhirnya wafat hanya beberapa hari seusai Muktamar. Suasana Muktamar didominasi oleh kehendak suksesi. Dapat dipastikan seluruh muktamirin tanpa kecuali menginginkan Kiyai Bisri tampil sebagai Rais 'Aam yang baru. Bahkan boleh dikata, beliau sudah menjadi Rais 'Aam de facto. Muktamar hanya formalitas pengesahan saja.
Siapa sangka, sebelum palu diketuk, Kiyai Bisri berdiri dihadapan sidang untuk menyampaikan sikapnya yang tak dapat ditawar oleh siapa pun juga dengan harga apa pun juga:
"Selama masih ada Kiyai Wahab, saya hanya bersedia menduduki jabatan dibawah beliau!"
Lahumal faatihah.
Sumber : www.teronggosong.com
Link : INFO-IMAN
www.info-iman.blogspot.com