Kisah Inspiratif
Rahmah: Saya Memang Cacat Fisik tapi Tidak "Cacat Mental"
Banda Aceh, Badan Pengawas Pemilu - Ada sesuatu yang tidak biasa ketika Pembekalan Teknis Panwaslu Kada se-Provinsi Aceh dilaksanakan pada Jumat (23/9) lalu. Seorang wanita yang merupakan anggota Panwas menggunakan kedua kakinya untuk menulis materi pembekalan yang diberikan oleh fasilitator. Ternyata dia tidak memiliki kedua organ lengannya atau biasa disebut disabilitas.
Rahmah: Saya Memang Cacat Fisik tapi Tidak "Cacat Mental"
Banda Aceh, Badan Pengawas Pemilu - Ada sesuatu yang tidak biasa ketika Pembekalan Teknis Panwaslu Kada se-Provinsi Aceh dilaksanakan pada Jumat (23/9) lalu. Seorang wanita yang merupakan anggota Panwas menggunakan kedua kakinya untuk menulis materi pembekalan yang diberikan oleh fasilitator. Ternyata dia tidak memiliki kedua organ lengannya atau biasa disebut disabilitas.
Sebelumnya, wanita bernama Rahmah Rusli tersebut, tidak pernah berpikir akan menjadi seorang Pengawas Pemilu. Namun, ternyata takdir mengatakan lain, meskipun seorang tuna daksa, ia diplot untuk menjadi Pengawas Pemilu di Kabupaten Aceh Barat Daya, untuk menegakkan tiang demokrasi di daerah tersebut.
Kesempatan untuk menjadi Pengawas Pemilu tidak didapatnya secara gratis atau hanya dengan meminta belas kasihan saja. Semua itu didapatnya dengan bekerja keras dan menahan segala bentuk hinaan bahkan dipandang sebelah mata. Ia ingin menunjukkan pada terutama pada semua orang, khususnya Bawaslu yang telah mempercayakan tugas berat tersebut kepada dirinya.
“Saya mengucapkan terima kasih kepada Bawaslu karena telah mempercayakan tugas berat Pengawasan Pemilu kepada seorang yang memiliki kekurangan anggota tubuh seperti saya. Rasa terima kasih itu, saya akan buktikan dengan kinerja dan integritas saya dalam memainkan peran Pengawas Pemilu, sehingga Bawaslu tidak akan pernah menyesal atas keputusannya itu,” tutur lulusan sarjana Agama dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ar-Raniry itu.
Menurutnya, setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk berkarya bagi bangsa, dan tidak terkecuali bagi perempuan dan seorang tuna daksa sepertinya. Rahmah bahkan menyayangkan, banyak orang yang diberikan kesempurnaan anggota tubuh dari Tuhan, namun tidak dipergunakan dengan baik. Seperti contoh, Panwas yang digadang-gadang harus memililki SIM-P (Soliditas, Integritas, Mentalitas serta Profesionalitas) ternyata tidak dilaksanakan dengan baik dan sebenar-benarnya.
“Integritas dan mentalitas seseorang tidak ditentukan oleh lengkapnya anggota tubuh. Saya memang cacat secara fisik, namun saya akan membuktikan saya tidak cacat secara ‘mental’. Cacat secara ‘mental’ yang saya maksud yaitu tidak melaksanakan tugas dengan baik sesuai dengan norma, kode etik, dan peraturan yang ada,” jelas Rahmah, yang cacat sejak lahir tersebut.
Sebelum menjadi Panwas, Rahmah merupakan Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Perempuan Aceh (LP3A). Dengan motto hidup Orang lain bisa, kenapa saya tidak?, ia memiliki keinginan besar untuk menegakan demokrasi di Aceh Barat Daya bersama dengan Anggota Panwas yang lain.
“Orang mungkin memandang saya tidak akan mampun menjalankan tugas berat dalam melakukan Pengawasan Pemilu. Namun, saya pasti berusaha membuktikan pendapat tersebut salah karena saya sudah terbiasa dengan pandangan rendah dan disepelekan orang lain,” ucap Aktivis yang kerap mengadvokasi hak perempuan itu.
Sahabat Semoga ada pelajaran yang dapat kita petik dari kisah diatas. Silakn Dishare jika dirasa bermanfaat dan memotivasi (Sumber:bawaslu.go.id)