Rabu, 31 Oktober 2012

Sabar Dan Rela Menghadapi Takdir Allah

Sifat Rela dan Menerima Takdir Allah 

Apabila seseorang mukmin berlaku sabar dalam menghadapi musibah, dan berlaku demikian karena ingin mendapat pahala dari Allah, maka Allah takkan mengecewakannya. Bahkan Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik. 
 
Hendaknya seseorang berlaku sabar ketika musibah menimpanya, karena hal ini merupakan batu ujian baginya. Apabila ia rela, maka ia akan mendapat kerelaan dari Allah. Dan apabila ia berlaku tidak rela, maka Allah pun akan murka kepadanya. 
Rasulullah SAW bersabda :

 إن عظم الجراء من عظم البلاء وان الله اذا حب قوما ابتلاهم, فمن رضي فله الرضى, ومن سخط فله السخط (رواه الترمذى وابن ماجة
“Sesungguhnya, agungnya pahala itu terletak pada besarnya cobaan. Apabila Allah mencintai suatu kaum maka Allah akan mencobanya. Maka barangsiapa rela menghadapinya, Allah akan merestuinya, dan barangsiapa yang berlaku sebaliknya, maka Allah akan murka kepadanya”.( Hadits riwayat Turmudzi dan Ibnu Majah ) 
Obat yang paling mujarab bagi orang yang tertimpa musibah ialah berlaku taat kepada Allah dan menjalankan perbuatan yang diridlainya. Karena, rahasia cinta kepada Allah itu ialah berlaku sabar dan rela dalam menghadapi takdir-Nya. 
Apabila musibah yang menimpa seseorang dapat mengakibatkan ia tersesat dan meninggalkan kewajiban-kewajiban, serta melakukan hal-hal yang diharamkan Allah, maka ia termasuk golongan orang-orang yang binasa. Dan apabila musibah itu menyebabkan seseorang makin menentang hukum-hukum Allah dan mengancam kebijaksanaan-Nya, maka ia termasuk orang-orang kafir zindik. 
Tetapi, jika musibah itu dapat menambah kesabaran dan teguh dalam menghadapi segala macam musibah, maka ia termasuk golongan orang-orang yang sabar. Dan mereka termasuk orang-orang yang terdekat dengan Allah, dan yang khusus mendapat kecintaan-Nya. 
Dalam hal ini Allah telah berfirman : “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku sabar”. (QS. 3 : 146). 
Dan apabila musibah dapat membuat seseorang bersyukur kepada Allah dan memuji-Nya, maka ia termasuk orang-orang yang bersyukur dan memuji Allah. Kelak, ia akan mendapat pahala yang agung dari Allah. 
Rasulullah bersabda :

 اذا مات ولد العبد قال الله للملائكته : قبضتم ولد عبدى؟ فيقولون نعم, فيقول : قبضتم ثمرة فؤاده فيقولون : نعم, فيقول : ماذا قال عبدى فيقولون : حمدك واسترجع فيقول الله عز وجل ابنوا لعبدى بيتا فى الجنة وسموه بيت الحمد (رواه الترمذى
“Apabila anak seorang hamba meninggal, Allah berfirman kepada para malaikat : “Kamu telah mencabut (nyawa) anak hamba-Ku?”. Para malaikat menjawab : “Ya”. Kemudian Allah berfirman : “Apa yang dikatakan hamba-Ku?”. Para malaikat menjawab : “Ia memuji-MU dan berlaku sabar mengharapkan pahala-Mu”. Allah lalu berfirman pada mereka : “Bangunkanlah sebuah gedung di surga buat hamba-Ku kemudian berilah nama Baitulhamd”( Hadits riwayat Turmudzi). 
Apabila musibah menimpa perasaan cinta kepada Allah dan rindu bertemu dengan-Nya, ia tergolong orang-orang yang ikhlas dan golongan orang-orang yang terdekat dengan Allah. Rasulullah SAW bersabda :

 من احب لقاء الله أحب الله لقاءه (رواه مسلم والنسائى
 “Barangsiapa yang rindu bertemu dengan Allah, maka Allah pun akan merindukan bertemu dengannya”.( Hadits riwayat Muslim dan An-Nasai ) 
Setiap orang, hendaknya berlaku hati-hati ketika tertimpa musibah. Janganlah mengucapkan perkataan negatif yang bisa meleburkan pahala dan membuat murka Tuhannya. Sekali-kali janganlah menuduh Allah berlaku aniaya terhadap dirinya. Karena Allah selalu berbuat adil dan tak akan menganiaya seseorang. Allah Maha Mengetahui tak pernah keliru atau bodoh, dan Allah Maha Bijaksana, tak pernah menakdirkan sesuatu kecuali karena terkandung hikmah. Allah SWT berhak memberi dan mengambil, tak ada yang berhak mempertanyakan apa yang diperbuat-Nya. Allah berbuat menurut kesukaan-Nya, dan Allah Maha Kuasa terhadap hamba-hamba-Nya. 
Beliaulah yang berfirman : 
 
 “Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu”. (QS. 6 : 17). 
 

Bahaya Munafik

Tiga Tanda-tanda Orang Munafik 

Assalamualaikum wr.wb.
Saudaraku sekalian yang dimuliakan oleh Allah, Alhamdulillah saya dapat mengupdate tulisan saya ini, yang insyaallah akan saya update setiap hari apabila saya mampu, dipagi yang cerah ini saya akan menjelaskan tentang tiga tanda-tanda orang yang munafik.
Saudaraku marilah kita buka sabda Rasulullah Saw :

Qaala Rasulullah Saw :
"Aayatul Munaafiqi Isalaatsun : Idzaa Haadatsa Kad Dzaba wa Idzaa Wa Ada Akhlafa Wa Idzaa Tumina Khana". (HR. Bukhari dan Muslim dari abu hurairah)

Artinya :
Sabda Rasulullah Saw :
 
"Tanda-tanda orang munafik ada tiga macam yaitu :
1. apabila ia berbicara berdusta
2. apa bila berjanji ingkar dan
3. apabila dipercaya khianat." (HR. Bukhari dan Muslim dari abu hurairah)

 
Orang yang munafik ialah seseorang yang memiliki ciri khas, yaitu tidak satunya kata dengan perbuatan, bermuka dua, lain di mulut lain juga dihati, dan tak pernah mau berterus terang. Golongan semacam ini sangat berbahaya di dunia, ibaratkan musang berbulu ayam, sulit untuk mengetahuinya. hanya tanda-tandanya saja dapat diketahui yaitu : apabila berbicara selalu berdusta atau tidak mengatakan yang sebenarnya yang dikatakan itu bertentangan dengan yang terjadi dan bertentangan dengan kata hatinya ; apabila berjanji tak pernah ditepati, selalu ingkar, pandai putar lidah apabila janjinya itu ditagih, dan orang semacam ini kalau diberi kepercayaan selalu meremehkan, menyia-nyiakan kepercayaan itu dan selalu curang atau khianat.
Allah SWT pun telah mengancam kepada mereka orang-orang munafik melalui Firman-Nya pada surat at-taubah ayat 68 :
 
 
Telah dijelaskan oleh Allah SWT, bahwa mereka akan dijanjikan Neraka Jahanam atau neraka yang paling pedih, dimana neraka yang diperuntukan bagi mereka itu tiada ampunan bagi mereka, Naudzubillah.
Suatu pertanyaan yang mungkin sering melputi otak kita, apakah kita ini termasuk orang yang munafik? bagaimana agar kita tidak menjadi orang yang munafik, terkadang kita sebagai manusia suka berbohong suka meremehkan kepercayaan karna itu dianggap kecil, dan terkadang juga melupakan janji, agar kita tidak tergolong orang yang munafik perbaikilah sikap kita ini, jagalah lisan kita dengan perkataan yang baik, tepatilah janji-janji kita selama kita masih mampu, dan jangan pernah remehkan kepercayaan orang pada kita sekalipun itu hanya kepercayaan kecil. Itu semua kita harus lakukan agar kita tidak tergolong orang-orang yang munafik. Amiin.
Dari penjelasan diatas tentunya kita akan mengetahui bagaimana agar kita tidak menjadi orang yang munafik, karena Allah sangat membenci orang yang munafik. Semoga apa yang saya tuliskan ini diberi berkah oleh Allah SWT dan menjadi manfaat bagi kita semua. Amiin.
Wassalamualaikum wr.wb.

Jauhi Sikap Su'udzon Wujudkan Persaudaraan

Larangan Berburuk Sangka (Su'udzon) dalam Islam 

Assalamualaikum wr.wb.
Saudaraku yang saya cintai alhamdulillah wa syukurillah, puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan kenikmatan yang luar biasa kepada kita semua, Salam serta salawat tak lupa pula saya tujukan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad Saw semoga dihari akhir nanti kita mendapat Syafa'at dari beliau.
Alhamdulillah hari ini saya masih dapat menulis hal-hal yang berhubungan dengan islam dan tentang akhlak, dimana setiap hari kita menjalaninya, kali ini saya akan membahas tentang larangan berburuk sangka (su'udzon) dalam ajaran Islam, Saudaraku sekalian Rasulullah Saw Bersabda :

Qaala Rasulullah Saw :
"Iyyaakum Wazhzhanna Fa Innazhzhanna Akdzabul Hadiistsi Walaa Tahassasuu Walaa Tajassasuu Walaa Tanaa Jasyuu Walaa Tahaasadul Walaa Tabaaghaduu Walaatadaabarruu Wakuunuu Ibaadallaahi Ikhwaanan". (HR. Abu Daud dari Abdullah bin Maslamah).

Artinya :
Sabda Rasulullah Saw :
"Jauhilah olehmu purbasangka, sesungguhnya purbasangka itu pendusta benar (sedusta-dusta pembicaraan). Dan janganlah kamu mendengar rahasia orang, jangan mengintip aib orang, jangan tambah menambahi harga untuk menipu, jangan saling mendengki, benci membenci dan jangan pula bermusuhan. Jadilah kamu hamba Allah yang bersaudara". (HR. Abu Daud dari Abdullah bin Maslamah).

Su'udzon berasal dari kata "zhan" yang artinya purbasangka, biasanya diarahkan kepada sangka yang buruk atau istilahnya Su'udzon lawan dari husnudzon artinya berbaik sangka. su'udzon bisa diumpamakan pada saat ada seseorang yang menyangka atau berfikir yang buruk kepada orang lain, hal ini dapat merusak persaudaraan dan tali silaturahmi, karena dapat menimbulkan yang namanya fitnah, dan fitnah tersebut dapat merugikan orang lain sehingga hal ini sangat ditentang dalam Islam.
Sebagai umat islam kita harus memiliki sifat husnudzon atau berbaik sangka kepada orang lain, hal ini dapat menimbulkan rasa saling menghormati dan menghargai antar sesama makhluk Allah (manusia). Kita pun diwajibkan untuk saling bersaudara mengapa? karena bersaudara akan menambah sikap saling tolong menolong kita, sesama manusia kita tentunya saling membutuhkan, bersaudara merupakan jalan untuk mengurangi permusuhan, bersaudara itu bisa bermacam-macam bentuknya, dan berikut ini adalah hal-hal yang perlu dijaga untuk mencapai persaudaraan :
 
1) Jangan berburuk sangka (su'udzon), menyangka-nyangka tanpa bukti dan hanya kira-kira saja tanpa diselidiki, sebab dengan berprasangka buruk dapat mengakibatkan permusuhan dan keretakan persaudaraan,
 
2) Suka mendengar-dengar rahasia kawan atau orang lain, jauhilah rasa untuk ingin mengetahui rahasia orang lain yang tidak baik, hal ini pun dapat menimbulkan fitnah.
 
3) Suka mengintai-intai atau mencari-cari dan membicarakan aib orang lain, dicari-cari kesalahannya agar memperoleh celaka, sebab tak suka orang lain senang.
 
4) Suka menambah-nambah harga dalam jual-beli untuk menipu, atau menawar lebih tinggi dari orang lain sedang ia sendiri tak jadi beli.
 
5) Saling mendengki, iri hati, tak suka orang lain memperoleh kenikmatan, atau nikmat orang lain agar hilang sekali, biar pun ia sedang tak mendapat nikmat yang besar.
 
6) Bermarah-marah, hanya karena sebab kecil yang tak disukai, yang kalau tidak dapat dilerai timbullah permusuhan.
 
7) saling bermusuhan, tak mau menegur karena adanya suatu kesalahan yang sepele saja.
Tujuh macam hal inilah yang perlu kita jaga agar tidak menghingap pada diri kita, atau dalam kata lain kita harus menjauhi sikap-sikap seperti diatas agar terwujudnya persaudaraan yang kental dan indah. Menjauhi sikap Su'udzon sesungguhnya sangat penting bagi kita.
Kali ini sekian dari saya, semoga apa yang saya sampaikan dapat bermanfaat bagi saudaraku sekalian.
Wassalamualaikum wr.wb.

Hormati Dan Tepati Janji

Janji Dan Aqad/Kontrak Dalam Islam

Agama Islam mewajibkan orang menghormati dan menepati janji dan aqad yang ia berikan kepada orang lain. Karena penetapan janji adalah suatu sifat yang baik yang sangat berpengaruh dalam mewujudkan pergaulan yang rukun, dan menghindarkan perselisihan serta menjaga kelestarian hubungan yang kekal dan harmonis. 
Ada sebuah pepatah dalam bahasa Arab yang artinya: “Barangsiapa bergaul dengan orang dan tidak berlaku dzalim, tidak berdusta dalam omongannya, tidak mengingkari janjinya, maka ia adalah orang yang sempurna akhlaknya, nyata keadilannya dan patut dikawani”. 
Sangat tepatlah isi pepatah itu, karena pergaulan yang baik antara sesama manusia yang dijiwai dengan kejujuran, keikhlasan dan keadilan adalah tanda kesempurnaan akhlak dan menjamin kelangsungan persaudaraan dan eratnya hubungan. 
Demikianlah maka Allah memerintahkan penepatan janji yang dibikin oleh orang terhadap Allah maupun terhadap sesama manusia, sebagaimana firman Allah:
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.” (Al-Maidah 1). 
Yang dimaksud dengan aqad-aqad itu ialah mencakup janji prasetia hamba kepada Allah dan perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya. Dan tiap pelanggaran dan ingkaran terhadap janji-janji dan aqad-aqad yang sudah dibuat adalah suatu dosa yang membawa murka Allah swt:
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (Ash-Shaff 2-3). 
Segala janji yang orang telah berikan kepada orang dan segala aqad yang orang telah mengikatkan kepada dirinya, ia harus penuhi dan akan dimintai pertanggungan jawabnya. 
“Dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.” (Al-Israa’ 34). 
Kewajiban memenuhi aqad (perjanjian) adalah harus didahulukan dari pada kewajiban menolong sesama saudara seagama. Firman Allah swt: . 
“Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, Maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, Maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada Perjanjian antara kamu dengan mereka.” (Al-Anfaal 72). 
Penepatan dan penghormatan janji adalah sebahagian dari iman, sebagaimana sabda Rasulullah saw:

 إنّ حسن العهد ن الإيمان. 
“Sesungguhnya penepatan janji yang baik adalah bahagian dari iman”. Pahala yang disediakan bagi orang-orang yang menepati janji adalah serupa dengan pahala yang disediakan bagi orang-orang yang rajin melakukan shalat, yaitu syurga firdaus. Berfirmanlah Allah swt:
“Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. Dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya. Mereka Itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. mereka kekal di dalamnya.” (Al-Mu’minuun 8-11). 
Memelihara dan menepati janji adalah salah satu dari sifat-sifat dan perilaku para nabi dan rasul, sebagaimana firman Allah tentang Nabi Ismail: 
“Dan Ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan Dia adalah seorang Rasul dan Nabi.” (Maryam 54). 
Rasulullah saw. adalah suatu teladan yang patut ditiru dalam hal penepatan janji. Bercerita Abdullah bin Abil Hamsa: “Suatu waktu sebelum Rasulullah saw. diutus sebagai Nabi, aku beli sesuatu dari padanya dengan janji sebahagian dari harganya akan ku antarkannya, namun aku terlupa dan tiga hari lewat untuk menyerahkan sisa uangnya, aku dapat beliau sudah menunggu di tempat. Berkatalah beliau setelah melihatku datang: Hai kawan, engkau telah menyusahkan aku yang tiga hari berturut-turut datang kemari sesuai dengan janji”. 
Sesudah berhijrah ke Madinah, Rasulullah mengikat janji dengan orang-orang Yahudi menjamin kebebasan mereka beragama dan keamananharta milik mereka dengan imbalan bahwa mereka tidak akan memberi bantuan kepada pihak musyrikin. Perjanjian mana oleh Rasulullah dipelihara, namun oleh orang-orang Yahudi telah dilanggarnya dua kali, sehingga turunlah firman Allah swt: 
“Sesungguhnya binatang (makhluk) yang paling buruk di sisi Allah ialah orang-orang yang kafir, karena mereka itu tidak beriman. (yaitu) orang-orang yang kamu telah mengambil Perjanjian dari mereka, sesudah itu mereka mengkhianati janjinya pada Setiap kalinya, dan mereka tidak takut (akibat-akibatnya).” (Al-Anfaal 55-56). 
Seorang bernama Tsa’labah berjanji kepada Tuhan (bernadzar) bila Allah meluaskan rezkinya akan memberi sedekah kepada setiap orang yang berhak menerimanya. Akan tetapi setelah Allah melapangkan rezkinya dan melebarkan kekayaannya, ia merasa sayang kepada hartanya untuk dinafkakan menurut janjinya kepada Allah, maka turunlah firman Allah yang mencela pengingkaran janji itu sebagai berikut: 
“Dan diantara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah: "Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada Kami, pastilah Kami akan bersedekah dan pastilah Kami Termasuk orang-orang yang saleh. Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran). Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai kepada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan juga karena mereka selalu berdusta.” (At-Taubah 75-77). 
Tatkala Abdullah bin Umar ra mendekati ajalnya, berwasiatlah kepada orang-orang yang mengelilinginya: “Sesungguhnya ada seorang pria dari suku Quraisy telah datang meminang anakku dan aku telah berjanji menerimanya. Maka aku minta kesaksianmu bahwa aku telah kawinkan anakku padanya, karena demi Allah aku tidak ingin menghadap Allah dengan sepertiga kemunafikan”. Dia bermaksud dengan kata sepertiga kemunafikan hadits Rasulullah saw. yang artinya: “Tanda orang munafik adalah tiga; jika bicara berdusta, jika berjanji ingkar dan jika menerima amanat berkhianat”. 
Di bawah ini adalah firman Allah yang mencela orang-orang yang telah mengadakan perjanjian dengan Nabi, tetapi setelah melihat musuh berjumlah banyak dan lebih berpengalaman, timbullah keinginan dalam hati mereka untuk membatalakan perjanjian yang telah mereka adalah dengan Nabi:
“Dan tepatilah Perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. dan Sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.” (An-Nahl 91-92).

Berburuk Sangka Khawatir Menjadi Fitnah

Baik Sangka (Jusnizon) & Buruk Sangka (Suuzon)

Maksud Husnuzon adalah berbaik sangka kepada orang lain, ini adalah perbuatan yang dituntut dalam Islam, kerana berbaik sangka ini lebih baik dan dapat mengelakkan dari menuduh orang lain berbuat jahat. Kata Saidina Umar bin Al-Khattab ra :
“Jangan kamu membuat sangkaan terhadap satu kalimah yang keluar daripada seorang saudara mukminmu kecuali kebaikan selagi kamu masih ada cara untuk meletakkannya di tempat yang baik”.

Orang yang berburuk sangka seolah memfitnah orang, kerana buruk sangkanya tidak mempunya bukti yang kukuh, ini dikuatiri terjadinya fitnah, kerana Islam sangat melarang umatnya memfitnah orang lain. Firman Allah yang bermaksud :
“Dan janganlah Engkau mengikut apa Yang Engkau tidak mempunyai pengetahuan mengenainya; Sesungguhnya pendengaran dan penglihatan serta hati, semua anggota-anggota itu tetap akan ditanya (di akhirat) tentang apa Yang dilakukannya.” (Al-Isra : 36)
Fadhilat Berbaik Sangka

Hubungan persahabatan dan persaudaraan menjadi lebih baik, Ini bertujuan untuk mengeratkan lagi hubungan silaturahim sesama manusia. Ini juga mengalakkan manusia itu berpecah belah antara satu sama lain dan ia juga akan merugikan manusia itu juga.

Mengelakkan daripada penyesalan dalam hubungan manusia sesama manusia kerana menuduh manusia lain tanpa bukti yang kukuh. Firman Allah yang bermaksud :
 


“Wahai orang-orang Yang beriman! jika datang kepada kamu seorang fasik membawa sesuatu berita, maka selidikilah (untuk menentukan) kebenarannya, supaya kamu tidak menimpakan sesuatu kaum Dengan perkara Yang tidak diingini Dengan sebab kejahilan kamu (mengenainya) - sehingga menjadikan kamu menyesali apa Yang kamu telah lakukan.” (Al-Hujurat : 6)

Selalu merasa bahagia atas segala kejayaan yang dicapai oleh orang lain walaupun kita sendiri belum berjaya. Ini bertujuan untuk mewujudkan sikap ingin bersaing antara satu sama lain. Kerana umat Islam yang mempunyai sikap ingin bersaing dengan orang yang telah berjaya akan mendatangkan keuntungan kepada semua umat Islam termasuk dirinya sendiri.
Berbaik Sangka Terhadap Perkara Dusta

Tetapi ingat kalau kita melihat orang yang melakukan dosa atau kemaksiatan, kita bersikap husnuzon terhadap perlakuan mungkar orang tersebut, maka kita akan menanggung saham dosa kemaksiatan yang dilakukan oleh orang tersebut. Kerana Islam mewajibkan umatnya mencegah kemungkaran yang berlaku disekelilingnya dengan kemampuan yang ada pada kita. Hadis Rasulullah saw yang bermaksud :
"Barangsiapa diantara kamu yang melihat kemungkaran, hendaklah ia merubah/mencegah dengan tangannya (kekuasaan) jika ia tidak mampu, maka dengan lidahnya (secara lisan), dan jika ia tidak mampu jua, maka dengan hatinya (merasakan tidak senang dan tidak setuju; tidak meredhai). Dan itu adalah selemah-lemah Iman". (Di riwayatkan oleh Imam Muslim)

Jelas di sini, bahawa Islam melarang umatnya menyokong perkara yang mungkar atau dusta, kerana perkara tersebut jelas melanggar hukum Allah dan larangan Allah. Contohnya kita melihat orang Islam di dalam kedai Sport Toto sedang membeli nombor ekor. Tetapi kita berbaik sangka kepada perbuatan orang Islam tersebut dengan mengatakan bahawa
“itu jalan rezeki dia, biarlah…. dia juga nak cari makan”.

Cegahlah segala kemungkaran yang berlaku di sekeliling kita dengan sedaya yang mampu, kalau mampu dengan tangan, maka ubahlah dengan tangan. Mampu dengan lidah, ubahlah dengan lidah, kalau dua-dua ini tidak mampu juga, maka ubahlah dengan hati (tidak redho dengan perbuatan tersebut) dan inilah selemah-lemah iman.
Buruk Sangka

Buruk sangka atau suuzon yang membawa maksud menaruh curiga kepada seseorang yang belum terbukti orang tersebut melakukan kesalahan. Islam sangat melarang umatnya berburuk sangka sesama Islam, kerana berburuk sangka akan mengundang malapetaka kepada orang tersebut. Biarlah syakwasangka itu berdasarkan bukti yang kukuh dan bukan sekadar memfitnah. Firman Allah yang bermaksud :
“Dan orang-orang Yang mengganggu serta menyakiti orang-orang lelaki Yang beriman dan orang-orang perempuan Yang beriman Dengan perkataan atau perbuatan Yang tidak tepat Dengan sesuatu kesalahan Yang dilakukannya, maka Sesungguhnya mereka telah memikul kesalahan menuduh secara dusta, dan berbuat dosa Yang amat nyata.” (Al-Ahzab : 58)

Sesiapa yang mempunyai sifat buruk sangka kepada sesama Islam, maka ia wajib bertaubat dan beristiqfar kepada Allah swt. Dosa orang yang berburuk sangka adalah besar dan perbuatan jahat, setiap perbuatan jahat Allah akan mencampakkannya ke dalam neraka Allah. Firman Allah yang bermaksud :
“Wahai orang-orang Yang beriman! jauhilah kebanyakan dari sangkaan (supaya kamu tidak menyangka sangkaan Yang dilarang) kerana Sesungguhnya sebahagian dari sangkaan itu adalah dosa; dan janganlah kamu mengintip atau mencari-cari kesalahan dan keaiban orang; dan janganlah setengah kamu mengumpat setengahnya Yang lain. Adakah seseorang dari kamu suka memakan daging saudaranya Yang telah mati? (jika demikian keadaan mengumpat) maka sudah tentu kamu jijik kepadaNya. (oleh itu, patuhilah larangan-larangan Yang tersebut) dan bertaqwalah kamu kepada Allah; Sesungguhnya Allah Penerima taubat, lagi Maha Mengasihani.” (Al-Hujurat : 12)

Orang yang berburuk sangka juga sama dosanya seperti memakan daging saudaranya yang telah mati. Jauhilah sifat penyakit hati ini, kerana ia juga dapat merugikannya juga. Kembalilah ke jalan Allah dengan sebenar taubat dan tidak akan mengulangi lagi perbuatan tersebut.

Perkara buruk ini telah menjadi darah daging umat Islam sekarang ini terutama melayu Islam yang sentiasa iri hati dan bersangka buruk terhadap saudara Islamnya. Dengan menuduh orang melakukan perbuatan mungkar tanpa mempunyai bukti yang kukuh. Malah orang yang bersangka buruk itulah yang diagungkan sebagai orang yang hebat dan bijak. Inilah petanda akhir zaman kerana umat Islam tidak lagi berbangga dengan kerja-kerja amalnya dan mereka merasa besar dan gah dengan dosa yang dilakukan oleh mereka. Jika perkara ini tidak ditegah, maka ia juga akan merugikan semua pihak dan mengundang bala Allah yang datang tidak mengira darjat, iman dan bangsa.
Sangka Buruk Yang Harus

Umat Islam juga perlu bersangka buruk terhadap beberapa perkara. Contohnya soal keselamatan diri, seperti yang ditanyakan di atas, ternampak orang yang tak dikenali berkeliaran di persekitaran perumah pada waktu malam. Ini bukan kita menuduh, tetapi kita mengambil sikap berjaga-jaga dari berlakunya musibah-musibah yang tak diingini. Perbuatan sangka buruk seperti ini diharuskan, kerana ia menjaga keselamatan diri dan harta kita.

Bersangka buruk terhadap prestasi pelajaran anak-anak, kerana mereka tidak membaca buku dan hanya main game dan menonton TV sahaja. Hasil dari sangka buruk tersebut, kita menghantar anak menghadiri kelas tusyen atau kelas tambahan untuk meningkatkan prestasi anak tersebut. Maka di sini merupakan sangka buruk yang menguntungkan semua pihak.

Bersangka buruk terhadap pokok besar yang condong ke arah rumah kita, maka dengan sangka buruk tersebut kita mengupah orang untuk memotong pokok tersebut untuk menjaga keselamat rumah dan nyawa keluarga kita. Maka bersangka buruk seperti ini juga diharuskan. Pendek kata, bersangka buruk yang menguntungkan semua pihak tanpa mengorbankan pihak-pihak yang tertentu atau sebagai langkah keselamatan, adalah diharuskan untuk kepentingan semua pihak.

Kesimpulannya

Bersangka baiklah kepada semua orang, kerana sangka baik itu meguntungkan semua pihak dan perbuatan tersebut adalah perbuatan mahmudah (terpuji). Jangan sesekali bersangka jahat kepada orang, terutamanya saudara sesama Islam, kerana ia merugikan semua pihak dan dosanya juga besar. Jika ada orang yang mempunyai sifat ini, lekas-lekaslah beristiqfar kepada Allah, kerana Allah menerima taubat hambanya.

Mendidik Anak Dalam Islam

Cara mendidik Anak Menurut Islam

Menjadi orangtua pada zaman globalisasi saat ini tidak mudah. Apalagi jika orangtua mengharapkan anaknya tidak sekadar menjadi anak yang pintar, tetapi juga taat dan salih. Menyerahkan pendidikan sepenuhnya kepada sekolah tidaklah cukup. Mendidik sendiri dan membatasi pergaulan di rumah juga tidak mungkin. Membiarkan mereka lepas bergaul di lingkungannya cukup berisiko. Lalu, bagaimana cara menjadi orangtua yang bijak dan arif untuk menjadikan anak-anaknya taat pada syariah?

Asah Akal Anak untuk Berpikir yang Benar
 
Hampir setiap orangtua mengeluhkan betapa saat ini sangat sulit mendidik anak. Bukan saja sikap anak-anak zaman sekarang yang lebih berani dan agak ‘sulit diatur’, tetapi juga tantangan arus globalisasi budaya, informasi, dan teknologi yang turut memiliki andil besar dalam mewarnai sikap dan perilaku anak. “Anak-anak sekarang beda dengan anak-anak dulu. Anak dulu kan takut dan segan sama orangtua dan guru. Sekarang, anak berani membantah dan susah diatur. Ada saja alasan mereka!” Begitu rata-rata komentar para orangtua terhadap anaknya. Yang paling sederhana, misalnya, menyuruh anak shalat. Sudah jamak para ibu ngomel-ngomel, bahkan sambil membentak, atau mengancam sang anak agar mematikan TV dan segera shalat. Di satu sisi banyak juga ibu-ibu yang enggan mematikan telenovela/sinetron kesayangannya dan menunda shalat. Fenomena ini jelas membingungkan anak. Pandai dan beraninya anak-anak sekarang dalam berargumen untuk menolak perintah atau nasihat, oleh sebagian orangtua atau guru, mungkin dianggap sebagai sikap bandel atau susah diatur. Padahal bisa jadi hal itu karena kecerdasan atau keingintahuannya yang besar membuat dia menjawab atau bertanya; tidak melulu mereka menurut dan diam (karena takut) seperti anak-anak zaman dulu.

Dalam persoalan ini, orangtua haruslah memperhatikan dua hal yaitu: 

Pertama, memberikan informasi yang benar, yaitu yang bersumber dari ajaran Islam. Informasi yang diberikan meliputi semua hal yang menyangkut rukun iman, rukun Islam dan hukum-hukum syariah. Tentu cara memberikannya bertahap dan sesuai dengan kemampuan nalar anak. Yang penting adalah merangsang anak untuk mempergunakan akalnya untuk berpikir dengan benar. Pada tahap ini orangtua dituntut untuk sabar dan penuh kasih sayang. Sebab, tidak sekali diajarkan, anak langsung mengerti dan menurut seperti keinginan kita. Dalam hal shalat, misalnya, tidak bisa anak didoktrin dengan ancaman, “Pokoknya kalau kamu nggak shalat dosa. Mama nggak akan belikan hadiah kalau kamu malas shalat!” Ajak dulu anak mengetahui informasi yang bisa merangsang anak untuk menalar mengapa dia harus shalat. Lalu, terus-menerus anak diajak shalat berjamaah di rumah, juga di masjid, agar anak mengetahui bahwa banyak orang Muslim yang lainnya juga melakukan shalat.
 
Kedua, jadilah Anda teladan pertama bagi anak. Ini untuk menjaga kepercayaan anak agar tidak ganti mengomeli Anda karena Anda hanya pintar mengomel tetapi tidak pintar memberikan contoh. Terbiasa memahami persoalan dengan berpatokan pada informasi yang benar adalah cara untuk mengasah ketajaman mereka menggunakan akalnya. Kelak, ketika anak sudah sempurna akalnya, kita berharap, mereka mempunyai prinsip yang tegas dan benar; bukan menjadi anak yang gampang terpengaruh oleh tren pergaulan atau takut dikatakan menjadi anak yang tidak ‘gaul’.

Tanamkan Akidah dan Syariah Sejak Dini
Menanamkan akidah yang kokoh adalah tugas utama orangtua. Orangtualah yang akan sangat mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya sendi-sendi agama dalam diri anak. Rasulullah saw. bersabda:

Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Ibu dan bapaknyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (HR al-Bukhari).

Tujuan penanaman akidah pada anak adalah agar si anak mengenal betul siapa Allah. Sejak si bayi dalam kandungan, seorang ibu bisa memulainya dengan sering bersenandung mengagungkan asma Allah. Begitu sudah lahir, orangtua mempunyai kesempatan untuk membiasakan si bayi mendengarkan ayat-ayat al-Quran. Pada usia dini anak harus diajak untuk belajar menalar bahwa dirinya, orangtuanya, seluruh keluarganya, manusia, dunia, dan seluruh isinya diciptakan oleh Allah. Itu sebabnya mengapa manusia harus beribadah dan taat kepada Allah. Lebih jauh, anak dikenalkan dengan asma dan sifat-sifat Allah. Dengan begitu, anak mengetahui betapa Allah Mahabesar, Mahaperkasa, Mahakaya, Mahakasih, Maha Melihat, Maha Mendengar, dan seterusnya. Jika anak bisa memahaminya dengan baik, insya Allah, akan tumbuh sebuah kesadaran pada anak untuk senantiasa mengagungkan Allah dan bergantung hanya kepada Allah. Lebih dari itu, kita berharap, dengan itu akan tumbuh benih kecintaan anak kepada Allah; cinta yang akan mendorongnya gemar melakukan amal yang dicintai Allah. Penanaman akidah pada anak harus disertai dengan pengenalan hukum-hukum syariah secara bertahap. Proses pembelajarannya bisa dimulai dengan memotivasi anak untuk senang melakukan hal-hal yang dicintai oleh Allah, misalnya, dengan mengajak shalat, berdoa, atau membaca al-Quran bersama. Yang tidak kalah penting adalah menanamkan akhlâq al-karîmah seperti berbakti kepada orangtua, santun dan sayang kepada sesama, bersikap jujur, berani karena benar, tidak berbohong, bersabar, tekun bekerja, bersahaja, sederhana, dan sifat-sifat baik lainnya. Jangan sampai luput untuk mengajarkan itu semua semata-mata untuk meraih ridha Allah, bukan untuk mendapatkan pujian atau pamrih duniawi.

Kerjasama Ayah dan Ibu
 
Tentu saja, anak akan lebih mudah memahami dan mengamalkan hukum jika dia melihat contoh real pada orangtuanya. Orangtua adalah guru dan orang terdekat bagi si anak yang harus menjadi panutan. Karenanya, orangtua dituntut untuk bekerja keras untuk memberikan contoh dalam memelihara ketaatan serta ketekunan dalam beribadah dan beramal salih. Insya Allah, dengan begitu, anak akan mudah diingatkan secara sukarela. Keberhasilan mengajari anak dalam sebuah keluarga memerlukan kerjasama yang kompak antara ayah dan ibu. Jika ayah dan ibu masing-masing mempunyai target dan cara yang berbeda dalam mendidik anak, tentu anak akan bingung, bahkan mungkin akan memanfaatkan orangtua menjadi kambing hitam dalam kesalahan yang dilakukannya. Ambil contoh, anak yang mencari-cari alasan agar tidak shalat. Ayahnya memaksanya agar shalat, sementara ibunya malah membelanya. Dalam kondisi demikian, jangan salahkan anak jika dia mengatakan, “Kata ibu boleh nggak shalat kalau lagi sakit. Sekarang aku kan lagi batuk, nih…”

Peran Lingkungan, Keluarga, dan Masyarakat
 
Pendidikan yang diberikan oleh orangtua kepada anak belumlah cukup untuk mengantarkan si anak menjadi manusia yang berkepribadian Islam. Anak juga membutuhkan sosialisasi dengan lingkungan tempat dia beraktivitas, baik di sekolah, sekitar rumah, maupun masyarakat secara luas. Di sisi inilah, lingkungan dan masyarakat memiliki peran penting dalam pendidikan anak. Masyarakat yang menganut nilai-nilai, aturan, dan pemikiran Islam, seperti yang dianut juga oleh sebuah keluarga Muslim, akan mampu mengantarkan si anak menjadi seorang Muslim sejati. Potret masyarakat sekarang yang sangat dipengaruhi oleh nilai dan pemikiran materialisme, sekularisme, permisivisme, hedonisme, dan liberalisme merupakan tantangan besar bagi keluarga Muslim. Hal ini yang menjadikan si anak hidup dalam sebuah lingkungan yang membuatnya berada dalam posisi dilematis. Di satu sisi dia mendapatkan pengajaran Islam dari keluarga, namun di sisi lain anak bergaul dalam lingkungan yang sarat dengan nilai yang bertentangan dengan Islam. Tarik-menarik pengaruh lingkungan dan keluarga akan mempengaruhi sosok pribadi anak. 

Untuk mengatasi persoalan ini, maka dakwah untuk mengubah sistem masyarakat yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam mutlak harus di lakukan. Hanya dengan itu akan muncul generasi Islam yang taat syariah. Insya Allah.

Rezeki Dalam Al-Qur'an

Rezeki dan Peranan Umat Islam
 
Jika agama Yahudi lebih condong ke segi materiilnya dan agam Kristen ke segi rohaniahnya, maka agama Islam menduduki tempat tengah di antara keduanya, yang menghimpun antara kebutuhan-kebutuhan materieel dan spiritueel, antara kebutuhan dunia dan kebutuhan akhirat.
Dengan demikian maka ummat Islam adalah umat yang ditugaskan oleh Allah untuk menyampaikan risalah yang membawa manusia mencapai kesempurnaan materieel dan spiritueel. Allah berfirman; 
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” (Al-Baqarah 143). 
 
Pengarahan tentang Rezeki dalam Al-Qur'an 

Sesungguhya agama Islam mempunyai pandangan yang luwes dan tidak kaku ketat tentang urusan-urusan duniawi, namun ia memberi pengarahan kepada umatnya agar jangan terlampau condong kepada salah satu bagian dengan mengurangi perhatiannya kepada bagian yang lain. Pengarahan-pengarahan itu berupa peringatan bahwa: 
  • Hidup di dunia adalah jalan ke akhirat, dan tidak ada kemungkinan akan hidup kekal di dalamnya. Karenanya orang harus ingat akan risalah yang diciptakan Tuhan untuk memenuhinya, yaitu beribadah kepada Allah dan berlindung serta kembali kepada-Nya. 
“Maka segeralah kembali kepada (mentaati) Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu.” (Adz-Dzariaat 50). 
  • Bahwa kehidupan di akhirat adalah kekal dan lebih mulia, karena patut diutamakan dan didahulukan; 
“Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (Al-A’laa 16-17).

“Dan Tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. dan Sesungguhnya akhirat Itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (Al-‘Ankabuut 64). 
  • Orang hendaklah memperteguh kemauannya, dan mengikat diri dengan ketentuan halal dan haram, menundukkan nafsunya kepada hukum-hukum syari’at dan kepada pertimbangan akalnya. Allah berfirman: 
“Dan Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, Maka Sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya).”(An-Nazi’at 40-41).

 

 

Tunduk Pada Kebenaran dan Tidak Sombong

 Umair Ibn Wahab al Jumahi, Tunduk Pada Kebenaran dan Tidak Sombong

Umair bin Wahab dahulu adalah seorang penyembah berhala yang musyrik, tidak mengenal Allah, bahkan dia ingkar dengan kalimat "Laa ilaha illallah Muhammad Rasulullah" (Tiada Tuhan selain Allah Muhammad adalah utusan Allah). Banyak di antara orang-orang kafir Quraisy yang telah masuk Islam, sedang dia sendiri enggan untuk memeluk Islam. 

Para kerabatnya terbunuh pada perang Badar, maka dia bersama Shafwan bin Umayah berkumpul di Bait Al Atiq (Ka'bah), sedangkan Rasulullah SAW berada di Madinah tidak mengetahui sedikitpun tentang keduanya, tetapi Allah SWT Maha Mengetahui. Mereka berkumpul di bawah kain penutup Ka'bah dan bemusyawarah secara rahasia, tidak ada orang ketiga yang mendengar kecuali Allah. 

Umair berkata kepada Shafwan, "Aku ingin sekali ada seseorang yang menjamin keluarga dan hartaku. Aku sendiri yang pergi menemui Muhammad di Madinah, lalu aku bunuh dia." 

Shafwan berkata, "Aku yang akan menjamin keluargamu dan merawat anak-anakmu. Darahmu adalah darahku, kebinasaanmu adalah kebinasaanku." 

"Rahasiakanlah urusan ini," kata Umair. "Akan Aku rahasiakan hal ini," jawab Shafwan.

Umair berkata, "Aku akan pergi menemui Muhammad, dan akan aku katakan kepada orang-orang bahwa aku akan menemui para tawanan perang (tawanan perang Badar). Jumlah mereka 70 orang dan masih berada di Madinah. Jangan kau beritahukan hal ini kepada siapapun." 

Tetapi Allah SWT yang Maha Mengetahui, tidak tersamar bagi-Nya sesuatu yang tersembunyi. 

Umair bin Wahab pergi sembari mengambil pedangnya dan memberinya racun berwarna biru, sehingga pedangnya berwarna biru karena racun tersebut.  Dia keluar dan berjalan di malam hari dan sampai di Madinah sebelum matahari terbenam, lalu Umar bin Khaththab melihatnya. Umar sendiri telah diberi firasat tentang keimanan, yang dengan kedua matanya ia bisa menyambar syetan-syetan di antara gembong kaum penentang. 

Maka Umar mengatakan kepada para sahabatnya, “Aku melihat syetan menyelinap pada orang ini." Yang dimaksud adalah Umair bin Wahab. Lalu Umar menemuinya seraya berkata, "Mau kemana engkau, hai Umair?" Umair menjawab, “Aku datang untuk menebus tawanan dari Muhammad." 

Maka ia memegang Umar dengan pakaian dan kainnya, dan segera mengikutinya menuju Muhammad SAW sebagai jaminan.  Pedang ada bersama orang itu, tetapi Allah bersama Umar. Kematian ada bersama orang itu, tetapi kebenaran bersama Umar. 

Maka Umar membawanya menemui Rasulul1ah SAW Beliau sendiri tidak membawa senjata, sedang Umair membawa pedang yang beracun, tetapi:  Perhatian Allah tidak membutuhkan berlipat-lipat baju besi dan tidak pula kuda perang yang tinggi 

Rasulullah SAW bersabda, “Wahai Umair! Angin apa yang membawamu kemari?”

“Aku datang hanya karena kerabatku yang kalian tawan pada perang Badar. Aku ingin menebus mereka," jawab Umair. 

Rasulullah SAW besabda, “Tidak, demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya! Engkau telah duduk bersama Shafwan bin Umayah pada malam ini, hari ini di bawah kain penutup ka'bah. Lalu engkau berkata kepada Shafwan, .”Aku ingin sekali membunuh Muhammad, tetapi keluarga dan anak-anakku ...’. Lalu Shafwan berkata kepadamu, Pergilah, aku yang akan menjamin dirimu dan anak-anakmu. Lalu engkau membubuhi pedangmu dengan racun selama sebulan, kemudian engkau datang untuk membunuhku. Allah tidak akan menguasakan kepadamu untuk melakukan hal itu."

Lalu bangkitlah Umair seraya berkata, “Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan selain Allah dan engkau adalah Rasul Allah."

Pelajaran yang Dapat Diambil dari Kisah ini

Pertama, keutamaan Umar dan firasat yang telah Allah berikan kepadanya. Ibnu (putranya) Umar berkata, “Kami ceritakan bahwa ketenangan turun pada lisan Umar.”

Kedua, ilmu Allah dan betapa luas (karunia)-Nya. Allah SWT berfirman, ''Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahunya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)" (Qs. Al An'aam (6): 59)

Ketiga, mu'jizat yang diberikan kepada beliau SAW, dan sungguh Allah telah mengajari beliau.

Keempat, barangsiapa yang mengaku mengetahui sesuatu yang ghaib sungguh telah berdusta, kecuali para nabi dan rasul.

Kelima, keutamaan yang dimiliki Umair, karena ketika ia mengetahui kebenaran, dirinya tunduk dan berserah diri serta tidak sombong. Maka, jadilah dia salah seorang pahlawan Islam. 

(Ketua DDII Bekasi)

Menghadapi Kenikmatan Dunia

Sikap Menghadapi Nikmat Allah
 
Menghadapi kenikmatan dan kelezatan duniawi itu sikap orang berbeda-beda: 
 
1) Sebahagian orang melihatnya dan memandangnya sebagai tujuan hidup. Karenanya ia sangat mencintainya dan sekali-kali idak ingin terlepas dari cara hidupnya. Ia memberinya kedudukan utama dalam hidupnya dan bergantung bulat-bulat kepadanya seperti seorang bayi yang enggan terlepas dari tetek ibunya. Mereka ini ialah orang-orang yang kafir kepada Allah dan hari akhirat, tidak mengenal hikmat Allah yang telah menciptakan kelezatan itu semuanya. Mereka ini tidak akan mendapat bagian dari rahmat dan pahala Allah di hari kiamat. 
Allah berfirman:
“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka Balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (Huud 15-16). 
“Dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka Makan seperti makannya binatang. dan Jahannam adalah tempat tinggal mereka.” (Muhammad 12).
 “Dan (ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada mereka dikatakan): "Kamu telah menghabiskan rezkimu yang baik dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya; Maka pada hari ini kamu dibalasi dengan azab yang menghinakan karena kamu telah menyombongkan diri di muka bumi tanpa hak dan karena kamu telah fasik". (Al-Ahqaaf 20). 
Pengutamaan kelezatan dan kesenangan duniawi dilarang, karena cinta kepadanya yang berlebih-lebihan dapat merusak akhlak dan menjadikan orang mudah dikuasai oleh hawa nafsu. Dan bil hawa nafsu sudah menguasai kehendak dan kemauan seseorang maka akan kaburlah norma-norma moral yang baik dan terinjak-injaklah adat-istiadat dan tata kerama yang seharusnya dihormai dan dijunjung tinggi. 
2) Sebahagian lain, bersikap menolak segala apa yang termasuk kelezatan duniawi dan enggan berusaha menuntutnya dan menikmatinya. Mereka itu adalah seperti ahli-ahli tasawuf, dan orang-orang yang menyendiri (bertapa) dengan ibadahnya. 
Agama Islam melarang cara-cara ibadah yang berlebih-lebihan itu dan mencela kerahib-rahiban yang dilekatkan orang kepada ajaran Islam menurut kemauannya sendiri tanpa ada perintah dari Tuhan atau dari Rasul-Nya. berfirmanlah Allah swt.:
“Dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah Padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya.” (Al-Hadiid 27). 
Bersabda Rasulullah saw.:

 لا رهبانيّة فى الاسلام – رهبانيّة أمّتى الجهاد فى سبيل الله
“Tidak ada kerahib-rahiban di dalam Islam” dan “Rahbaniah ummatku adalah berjihad di jalan Allah. Islam melarang sekeras-kerasnya orang mencegah dirinya dari pada menikmati apa yang dikaruniakan oleh Allah, berupa rezki dan kenikmatan yang baik dan halal. Berfirmanlah Allah swt.:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Al-Maidah 87). 
Agama Islam melarang juga orang menjauhkan diri dari segala apa yang bersifat duniawi, karena sikap yang demikian itu mematikan inisiatif dan semangat kerja, melumpuhkan kegiatan hidup, dan menghentikan perputaran rodanya, hal mana dapat mengalihkan pimpinan masyarakat ke tangan orang-orang yang tidak layak, orang-orang yang berkarakter busuk, berakhlak rendah dan berjiwa kotor. Dan jika pimpinan kehidupan sudah pindah ke tangan orang-orang yang demikian itu, maka akan terjadilah fitnah dan kerusakan yang parah di atas bumi. 
3) Dan bahagian yang ketiga, ialah bahagian yang tengah di antara dua bahagian yang terdahulu. Mereka itu berlaku wajar sesuai dengan pedoman yang digariskan oleh Islam. Mereka tidak menolak untuk menikmati apa yang dikaruniakan oleh Allah dari berbagai macam kelezatan dan kesenangan duniawi, namun dapat mengekang diri sehingga tidak sampai melampaui batas dan menjadikannya lupa akan kewajiban rohaniahnya. Ia cakap mengatur bagaimana ia harus memenuhi kebutuhan jasmaniahnya di samping tidak meninggalkan apa yang menjadi kebutuhan rohaniahnya. Dan memang demikianlah dikehendaki oleh Islam. 
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat." Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.” (Al-A’raaf 31-32). 
"Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka" (Al-Baqarah 201).
"Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Furqaan 74). 
Bersabda Rasulullah saw.:

 إنّ الله يحبّ أن يرى أثرى نعمته على عبده 
“Sesungguhnya Allah suka melihat tanda-tanda nikmat-Nya pada hamba-Nya”.

 أحسنوا ثيابكم و أحسنوا رحالكم حتّى تكونوا فى النّاس كأنّكم شامة
“Atur yang baiklah pakaianmu dan pelana ontamu, agar menjadi tanda pengenal bagimu di antara orang banyak”. 
Sikap yang ketiga ini, ialah sikap yang sesuai dengan fitrah dan tabi’at manusia dan selaras dengan risalah Islam sebagai agama yang terakhir untuk umumnya ummat manusia. 
Bahwa ia sesuai dengan fitrah dan tabi’at manusia, ialah karena Allah yang telah menciptakan manusia dengan panca inderanya, jiwa, akal dan hatinya, beremosi, bernafsu, berperasaan, berkehendak dan bekeinginan, tidaklah untuk ditekan semuanya dengan berzuhud, bertapa dan latihan yang berat yang melemahkan badan dan pikiran. Sedang badan yang lemah mudah diserang penyakit dan tidak dapat menjalankan tugasnya dengan sempurna. Demikian pula kelemahan berpikir menjadikan orang dungu tidak cakap mengikuti perkembangan ilmu, mudah terjerumus ke dalam kekeliruan dan kesesatan. Padahal akal yang sehat berada dalam tubuh yang sehat dan tubuh tidak sehat dan kuat melainkan jika dipenuhi kebutuhannya. 
Bahwasanya sikap golongan ketiga tersebut sesuai dengan risalah Islam, ialah karena Allah menghendaki agar agama Islam sebagai agama penutup memancarkan cahayanya ke seluruh penjuru dunia dan tersebar ajaran-ajarannya dan hukum-hukum syari’atnya pada semua umat dan bangsa. Keadaan yang demikian itu tidak dapat terwujud kecuali bila para ummatnya memiliki kekuatan dalam ketahanan yang mantap, kekuatan ilmu pengetahuan, kekuatan dalam sumber kekayaan, kekuatan dalam mengatur tata negara, kekuatan dalam perundang-undangan, kekuatan pertahanan dan kekuatan dalam persenjataan. Kekuatan-kekuatan itu menjadi syarat mutlak bagi kemungkinan terlaksananya janji Allah yang akan menjadikan hamba-hamba-Nya yang mukmin khalifah di atas bumi-Nya dan meneguhkan agama yang telah diridhai-Nya. (by. islamiwiki)

Sosok Pemimpin Itu Mengayomi

Karakter Pemimpin Idaman

Pemimpin adalah sosok yang diandalkan dalam suatu komunitas, dihormati, dikagumi, dicintai, dan disayangi oleh rakyatnya. Tetapi tidak dapat dipungkiri, banyak pemimpin yang mendapatkan apresiasi yang sebaliknya, mereka dihina, dibenci, dan direndahkan oleh masyarakat yang ia pimpin. Sehingga tidak perlu heran jika sosok pemimpin dijadikan indikator baik buruknya suatu komunitas yang dipimpinnya.

Seorang pemimpin mempunyai kewajiban yang pokok mengayomi dan menyejahterakan rakyat yang ia pimpin. Oleh sebab itu rakyat dalam memilih pemimpin tidak boleh sembarangan dan mementingkan kehidupan pribadinya, karena kepemimpinan tersebut menyangkut kehidupan orang banyak. Dalam memilih pemimpin harus ditelaah terlebih dahulu dan potensi yang ia miliki, sikap dan kepribadiannya sehari-hari, dan aspek-aspek lainnya.

Dalam sejarah banyak kita temukan contoh-contoh pemimpin yang baik dan yang buruk, yang sukses dan yang gagal, oleh karena itu kita bisa berkaca pada sejarah sosok pemimpin seperti apa yang pantas menduduki kursi pemimpin, termasuk pemimpin di negara kita yakni Presiden Republik Indonesia. Ada beberapa kriteria yang diharapkan dan seharusnya ada dalam diri seorang pemimpin, antara lain sebagai berikut:

1.    Beriman pada Tuhan

“Mengapa seorang pemimpin harus beriman?”, sebagai seorang pemimpin tentu kekuasaan tertinggi ada digenggamannya, ada beberapa sistem kepemimpinan yang menyatakan bahwa keputusan pemimpin adalah mutlak, sehingga dalam hal ini seorang pemimpin berpotensi menjadi pribadi yang angkuh, dan merasa menjadi orang yang paling berkuasa. Nah, disinilah letak peran keimanan seorang pemimpin, ketika ia beriman kepada adanya sang maha perkasa, dan sang maha berkuasa, ia akan sadar bahwa kekuasaan yang ada ditangannya tidak lah seberapa, dan sadar kekuasaannya adalah titipan dari tuhan untuk dijalankan sebaik-baiknya. Sehingga keimanannya kepada tuhan dapat menjadi pengontrol agar tidak bersikap semena-mena pada rakyatnya.

Kita dapat melihat contoh dari Nabi Muhammad SAW, pada saat itu beliau tidak hanya menjadi pemimpin agama tetapi juga pemimpin dalam pemerintahan umat Islam, namun besarnya kekuasaan yang ada ditangannya tidak membuat ia menjadi pemimpin yang angkuh dan semena-mena karena keyakinannya pada Allah SWT.

2.    Berani

Seseorang pemimpin sudah seharusnya memiliki sifat pemberani. Apa jadinya suatu pemerintahan jika sang pemimpin adalah orang yang pengecut. Pemimpin harus berani menghadapi segala permasalahan, berani memberantas kemungkaran, berani saat ia benar, berani saat keselamatan rakyatnya terancam. Nabi Muhammad SAW, Umar bin Khattab RA, Shalahuddin Al-Ayyubi adalah sosok-sosok pemimpin yang berani, mereka berani mempertahankan keselamatan rakyat yang terancam, berani menumpas segala bentuk kemungkaran, dan berdiri dibarisan depan saat terjadi perang. “Adakah pemimpin yang seperti itu saat ini?, Wallahu A’lam”.

3.    Penakut

Mungkin beberapa orang tidak setuju jika penakut dimasukkan dalam kriteria pemimpin, namun jika ditelaah, sifat penakut ternyata juga dibutuhkan oleh seorang pemimpin. Banyak yang beranggapan berani dan penakut adalah sifat yang kontradiksi, ternyata kedua sifat ini bisa berjalan beriringan dan saling mendukung. Contohnya, ketika seseorang yang takut pada hantu berada di depan bangunan tua yang terkenal angker, ketika di belakangnya ada seekor anjing menggonggong keras dan mengejarnya, secara spontan rasa takutnya pada anjing menumbuhkan keberanian untuk memasuki bangunan tua yang angker untuk lari dan bersembunyi dari kejaran si anjing.

Adapun sifat penakut pada pemimpin berfungsi sebagai pengontrol, contohnya: rasa takutnya akan kebencian rakyat pada dirinya, membuat ia tidak jadi melakukan korupsi, rasa takutnya pada kemurkaan dan siksa tuhan membuatnya menjauhi berlaku semena-mena dan berlaku tidak adil. Contoh: Umar bin Abdul Aziz, seorang khalifah dinasti Umayyah, sewaktu bekerja dikantor menggunakan cahaya dari lampu minyak, kemudian anaknya datang ingin bertemu dengannya. Umar langsung bertanya,”Masalah apa yang ingin kau bicarakan?, menyangkut kepentingan Negara atau keluarga?”, anaknya menjawab ”kepentingan keluarga ayah”. Lalu Umar memadamkan lampu didekatnya sehingga ruangan menjadi gelap. Sang anak bertanya “mengapa kita bicara dalam keadaan gelap?” Umar menjawab “minyak lampu ini dibeli dengan uang rakyat, maka harus digunakan untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan aku pribadi atau pun keluargaku”.

4.    Merakyat

Sifat merakyat seyogyanya ada dalam diri seorang pemimpin agar ia dapat melihat langsung bagaimana keadaan rakyat yang ia pimpin, sehingga dapat langsung ditindaklanjuti segala keluhan dan kekurangan. Contoh: Umar bin Khattab saat menjadi Khalifah hampir setiap malam ia menyamar dan berkeliling melihat keadaan rakyatnya secara langsung, dan pada suatu malam ia menemukan seorang ibu yang memasak batu untuk mengelabui anak-anaknya yang kelaparan supaya bisa tidur, karna keluarga ini tidak mempunyai sesuatu apapun untuk dimakan, saat itu juga Umar mengambil gandum dari Baitul Maal dan mengangkat gandum itu dengan tangannya sendiri, lalu ia berikan kepada sang ibu tersebut untuk dimakan bersama anak-anaknya. Bisa dibayangkan betapa mulianya seorang pemimpin yang seperti itu.

5.    Pintar Merasa

Penulis teringat nasehat seorang Ustadz, saat penulis masih di pesantren, beliau berkata, “jadilah kamu orang yang pintar merasa, bukan orang yang merasa pintar”. Kalimatnya sangat sederhana tapi dalam maknanya. Seseorang pemimpin seharusnya pintar merasakan apa yang dirasakan oleh rakyatnya, sehingga dalam bertindak pun ia akan hati-hati, bisa saja itu menyakiti rakyatnya, dan bagaimana rasanya seandainya ia dalam posisi sebagai rakyat. Contoh: dalam suatu riwayat dikatakan, pada masa pemerintahan Umar RA, umat muslim mengalami musim paceklik/kekeringan, dengan segala cara Umar mengupayakan ketersediaan pangan bagi rakyatnya, bahkan ia tidak memakan gandum dan madu jatahnya, karena takut ada umat muslim yang tidak mendapat bagian makanan. Ia hanya memakan sisa-sisa gandum dengan minyak jelantah. Tentu saja itu tidak cukup dan perutnya selalu berbunyi minta diisi, akan tetapi Umar malah berkata, “berkeronconganlah kau sepanjang hari, aku tidak akan mengisimu sampai semua rakyatku merasa cukup dan kenyang”, Subhanallah.

6.    Adil

Sudah tidak diragukan lagi sifat adil adalah syarat dari seorang pemimpin, karena sudah pasti dalam kehidupan masyarakat terjadi perselisihan dan permasalahan, seorang pemimpin harus bisa menyelesaikannya dengan adil. Drs. H. Suis Qaim A, M.Fil.I, salah satu dosen dari Fak. Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya dalam ceramahnya menyatakan,”dunia masih berdiri tegak karena 4 unsur: Ilmu Ulama, doa fakir miskin, kedermawanan orang kaya, dan keadilan seorang pemimpin.”

7.    Tegas

Sikap tegas harus dimiliki seorang pemimpin, jika ia bersalah maka harus dihukum, jika ia benar maka wajib dibela. Tidak bersikap plin-plan yang menimbulkan ketidakjelasan dalam tata masyarakat. Contoh: Umar RA bersikap tegas dalam menegakkan hukum Islam, ia pernah menghukum cambuk anaknya sendiri sampai meninggal dunia, yang dilaporkan melakukan perzinaan.

8.    Berhati Nurani

Sikap tegas pemimpin memang diperlukan namun dalam menegakkan keadilan, namun terkadang dibutuhkan juga hati nurani, agar seorang pemimpin bisa berlaku adil. Penulis teringat pada kasus seorang nenek yang mencuri kakao untuk menyambung hidup, sang nenek pun diadili dan diberi hukuman ditahan dan ganti rugi, memang sesuai ketegasan hukum nenek tersebut harus dihukum, akan tetapi apakah pantas nenek yang sudah tua renta mendekam di penjara?, kemanakah pemerintah yang katanya menjamin kesejahteraan rakyatnya? Sampai seorang nenek harus mencuri hanya untuk makan, dan bagaimana dengan para koruptor yang menelan ratusan juta rupiah dengan wajah tanpa dosa?. Terkadang keadilan tidak bisa dicapai hanya dengan ketegasan hukum, akan tetapi dibutuhkan hati nurani.

9.    Pluralistis

Seorang pemimpin tidak seharusnya menghapuskan kemajemukan, akan tetapi harus menghargainya. Seperti Indonesia, masyarakatnya yang serba pluralistis, pemimpin harus mengatur bagaimana kemajemukan ini bisa dipersatukan dan dipersaudarakan. Contoh: saat Nabi Muhammad SAW hijrah dari Mekkah ke Madinah, nabi mempersatukan dan mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar, baik yang muslim atau tidak, Nabi menghargai perbedaan tersebut  dan dibentuklah Piagam Madinah yang mengatur masyarakat Madinah yang Majemuk. Indonesia seharusnya dapat mencontoh hal tersebut, terlebih Indonesia mempunyai semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”.

10.    Mampu Memimpin Diri Sendiri

Bagaimana mungkin seorang pemimpin memimpin rakyatnya dalam jumlah banyak, sedangkan ia belum bisa mengatur dirinya sendiri, belum bisa menahan diri dan nafsunya, belum bisa memperbaiki akhlaknya. Seorang Kyai dari pesantren tempat penulis bersekolah dulu pernah berkata, “orang yang tidak bisa dipimpin, tidak akan bisa memimpin.” Contoh: dari riwayat para sahabat mengatakan, “Nabi Muhammad tidak pernah memerintah sesuatu sebelum ia melakukannya lebih dahulu, dan tidak pernah melarang sesuatu sebelum ia menjauhinya lebih dahulu.” Yazid bin Muawiyah saat masih muda terkenal suka berfoya-foya dan minum minuman keras, saat ia naik tahta, roda pemerintahannya jauh dari harapan kaum muslimin.

11.    Berpengetahuan

Seorang pemimpin tentu harus memiliki keilmuan yang mumpuni untuk memimpin masyarakatnya, dan menyelesaikan segala permasalahan, keilmuan yang dimiliki dapat membantu menjalankan roda pemerintahan. Contoh: Harun Ar-Rasyid dan Al-Makmun, kedua Khalifah dari dinasti Abbasiyah ini memiliki keilmuan yang tinggi, mereka mencintai berbagai macam ilmu pengetahuan, menerjemahkan buku-buku dari berbagai macam disiplin ilmu ke dalam Bahasa Arab, kegiatan ini pun menambah keilmuan rakyatnya, sehingga muncullah ilmuan-ilmuan islam yang diakui diseluruh dunia seperti Ibnu Sina, Al-Ghazali, Al-Farabi, Ar-Razi, Az Zamakhsyari yang berjasa besar dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan mengangkat derajat Islam. Seandainya saja Indonesia memiliki pemimpin seperti itu.

12.    Sederhana

 
Kesederhanaan melatih seseorang untuk tidak menjadi tamak dan gila harta atau pun dunia. Seorang pemimpin tidak sepantasnya memimpin untuk kepentingan duniawi dan menumpuk harta sebanyak-banyaknya, seperti para koruptor di negeri ini. Pemimpin yang sederhana tidak akan mudah goyah dengan iming-iming harta kekayaan, ia akan tetap mengutamakan kesejahteraan rakyat dibandingkan kesejahteraan pribadi.

Contoh : Ahmadinejad Presiden Iran adalah sosok yang sederhana, ia tidak mengambil gajinya sebagai presiden, pernikahan anaknya pun diselenggarakan dengan sangat sederhana dan ala kadarnya. Terbiasa tidur di atas karpet biasa bukan kasur yang empuk.

Said bin Amir, saat diangkat menjadi gubernur di daerah Himsh, ia menolak menerima gaji, dan pada saat utusan dari Himsh menghadap khalifah Umar, ia meminta daftar nama orang fakir miskin di daerah himsh untuk disantuni, alangkah terkejutnya ketika ia menemukan nama Said bin Umar. Umar bertanya: Siapakah Sa’id bin Amir ini?.” Mereka menjawab, “Gubernur kami.” Umar berkata, “Gubernurmu fakir?” Mereka berkata, “Benar, dan demi Allah sudah beberapa hari tidak terlihat asap mengepul dari atap rumahnya.” Maka Umar menangis hingga janggutnya basah oleh air mata, kemudian beliau mengambil seribu dinar untuk diberikan pada Said, ketika diberikan pada Said, ia malah membagikan uang itu pada rakyatnya yang fakir, bukan untuk dirinya, Subhanallah.

Ketika seseorang menjadi pemimpin ia akan disuguhi oleh dua pilihan, yaitu menjadi pemimpin yang baik atau menjadi pemimpin yang buruk. Kedua-duanya bisa ia capai, karena kedua pintu menuju jalan yang baik dan buruk terbuka lebar, tergantung bagaimana sang pemimpin tersebut bersikap, dan menjalankan roda kepemimpinannya. Semoga saja pemimpin yang akan memimpin Indonesia adalah pemimpin yang baik. 

by. Roby Yansyah
Mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya
E-mail: edogawaconan24@ymail.com

Maafkan Anakmu

Ayah ibu, maafkan anakmu


Ayah... Ibu…
Kalian begitu berarti dalam kehidupanku
Darah kalian mengalir dan menyatu dalam tubuh ini
Jasamu begitu besar kepadaku dan rasanya aku tak sanggup untuk membalasnya

Ayah…Ibu…
Cinta dan kasih sayangmu sungguh berarti bagiku
Tanpa adanya cinta dan kasih sayang dari kalian mungkin aku tidak ada di dunia ini
Tanpa kalian hidupku di dunia ini sungguh tiada artinya


Ayah…Ibu…
Maafkanlah segala dosa dan kesalahan yang sering dilakukan oleh anak-anakmu
Maafkan segala kesalahan anak-anakmu yang sering membuat air mata kalian jatuh di pipi
Tak seharusnya dan tak sepantasnya kami membuat kalian bersedih dan mengeluarkan air mata di wajah kalian


Ayah…Ibu…
Maafkan kami anak-anakmu yang kadang sering membuat kalian kecewa dengan segala sikap dan perbuatan kami
Terkadang kami sering membuat kalian marah kepada kami
Maafkan kami yang sering berkata kasar dan durhaka kepada kalian
Maafkan kami ayah…maafkan kami ibu….


Ibu…
Surga ada di bawah telapak kaki ibu
Izinkan kami bersimpuh di bawah kakimu untuk memohon ampun kepadamu Ibu…
Sebelum adzab datang kepada kami anak-anakmu


Ayah…
Maafkan kami ayah
Setiap hari kau membanting tulang untuk mencari nafkah untuk kami dan juga ibu
Tapi kami sering membuat hati ayah terluka dengan sikap dan perkataan kasar kami


Tuhan…
Izinkan hamba mengabdi dan bersimpuh di bawah kaki kedua orang tua hamba
Izinkan hamba meminta maaf kepada mereka sebelum Engkau mengambil mereka dari sisi hamba ya Allah
Jangan biarkan kami menyesal tak sempat meminta maaf pada mereka ya Tuhan


Ayah…Ibu…
Maafkan anakmu
Kami sangat mencintai dan menyayangi kalian

Jangan Dibawah Bayang Peristiwa Lalu

 Jangan Menoleh Ke Belakang

Mengingat masa lalu, berinteraksi dengannya, menghadirkannya, serta bersedih karenanya, merupakan perbuataan bodoh. Itu adalah pembunuhan terhadap kehendak dan perusakan terhadap kehidupan sekarang. Lembaran masa lalu menurut orang berakal harus ditutup selamanya dan diletakkan di bawah “karpet lupa”, serta diikat dengan tali sehingga tidak bisa keluar lagi.
Masa lalu itu harus dipatri di bawah dan tidak bisa lagi dilihat dengan cahaya, tidak ada lagi cahaya yang menghidupkannya,karena ia sudah tidak ada. Jangan hidup dalam belenggu masa lalu dan dibawah bayang-bayang peristiwa yang telah berlalu.

Keluarkanlah dirimu dari imajinasi masa lalu, apakah kamu ingin mengembalikan sungai ke hulunya, mengembalikan matahari ke tempat terbitnya, mengembalikan bayi ke perut ibunya, mengembalikan air mata ke mata?

Sesungguhnya, ketika kita berinterkasi dengan masa lalu, dan kita bersedih atas hal itu, serta kita terbakar oleh apinya, maka kita telah meletakan diri kita sendiri pada ketakutan, kesedihan, kedukaan, dan kenestapaan.

Membaca masa lalu merupakan perbuatan yang sia-sia terhadapa masa kini, merobek-robek usaha keras, dan menghancurkan waktu yamg sangat berharga. Perkaranya telah berlalu dan telah dihukum, tidak ada manfaat dari membuka lembaran masa lalu, dan mengembalikan “jarum” sejarah.

Orang yang mengulang masa lalu, bagaikan orang yang membuat adonan roti yang sebenarnya telah berbentuk adonan dan bagaikan orang yang menggergaji serbuk kayu. Sesungguhnya, ujian kita adalah kita lemah dalam menghadapi masa kini dan senantiasa sibuk dengan masa lalu. 

Kita melupakan istana kita yang bagus dan meratapi musibah yang sudah berlalu. Jika saja semua jin dan manusia berkumpul untuk mengembalikan masa lalu, maka mereka tidak akan pernah sanggup. Itu mustahil. Sesungguhnya, manusia tidak boleh menoleh ke belakang dan tidak melihat peristiwa yang telah lalu. Angin berhembus, air mengalir, dan kafilah berjalan ke depan. (by.Rina Ratna Gumelar)

Label

'idul adha adab dan sunnah adik saudara sepersusuan adzan air kencing bayi air kencing Rasulullah Akhirat akhlak Akhlaq Kepribadian Akhwat akidah Al Qur'an Al Qur#039;an Al Quran Al-Qur'an Alam Aliran-aliran Amalan AMALIYAH NU anak Analisa Angin Aqidah Aqiqah Artikel Artikel IImiah Asmara Astronomi ASWAJA Azab Bab Adab Bab Nikah Bab Puasa Bab Sholat Bab Thaharah Bab Zakat bantahan belajar islam Berita bersin Bid'ah bid'ah dalam aqidah bid'ah dalam ibadah Biografi Biologi Bisnis Blackberry Budaya Budi Daya buka puasa buku Cantik Fisik catatanku Cerpen Chairil Anwar Curahan Hati Curhat daging qurban Dakwah Dakwah Pemikiran Islam dakwah umum Dambaan insan Dari Salafushshalih Dasar Islam Dasar Keislaman demam Desain Dhaif Do'a do'a buka puasa Do'a dan Dzikir Doa doa bersama doa sholat tarawih download dunia islam Dunia Islam Kontemporer Dzikir dzikir dengan tangan kiri Ekonomi Eksoplanet Emansipasi Emha Ainun Nadjib Fakta Ilmiah Fakta Jin-Iblis-Syetan Fakta Manusia faraidh Fenomena Asteroid Fenomena Bencana Alam Fenomena Bintang Fenomena Bulan Fenomena Bumi Fenomena Hewan Fenomena Kutub Fenomena Langit Fenomena Matahari Fenomena Meteorit Fenomena Petir Fenomena Planet Fenomena Ruang Angkasa Fenomena Tumbuhan Fiqh Fiqh Muamalat Fiqh Wanita Fiqih Fisika Galaksi Geografi Geologi gerhana gigi palsu Hadis Hadis 40 hadist Hadits Hadits Palsu HAID Halal Haram HAM HARI RAYA ID HUKUM ISLAM hukum natal bersama hutang i'tikaf Ibadah ibadah yang baik ibu mertua ilmu ilmuan muslim Ilmuwan imam terlalu cepat bacaannya IMAN Inovasi intermezzo Internet Iptek iqomah isbal Islam jabat tangan setelah sholat JADWAL RAMADHAN Jagad Raya Jalaluddin Rumi jamaah sholat jumat jenazah Jual Beli judi junub Kabar Dalam Negeri kabar manca negara Kahlil Gibran Kajian Karya Buku Karya Ulama KB Keajaiban Alam Keajaiban Hewan KECANTIKAN Kecelakaan Maut Kehutanan Kelautan keluarga Kepemerintahan Kepengurusan Kerajaan Kesehatan Keuangan Keutamaan KHITAN Khitan Wanita khurofat Khutbah Khutbah Jum'at khutbah jumat Khutbah Rasulullah saw Kiamat Kidung Hati Kimia Kisah Kisah Kami Kisah Nyata Kisah Orang-Orang Shaleh Kisah Teladan Komputer Konversi Energi Kosmologi Kumpulan Do'a Kumpulan Kata lafadz adzan lafadz iqomah Lain-Lain Lalu Lintas lembaga sosial Lingkungan Hidup Lubang Hitam macam puasa sunnah mahram Makanan mandi jum'at mandi wajib Manhaj Manusia Manusia dan Teknologi masjid masjid quba Masuk Perguruan Tinggi Matahari Materi gelap Mayit media cetak memandikan jenazah membayar zakat memotong kuku memotong rambut mendahului gerakan imam menemani sholat jamaah menembok kuburan mengadzankan mayit di liang kubur mengangkat tangan menghadiahkan pahala mengqadha puasa menguburkan jenazah mengucapkan selamat natal mengusap kepala Mengusap muka setelah berdoa menikah di bulan syawwal menikah setelah berzina meninggal dunia Meninggalkan sholat jum'at menjawab adzan menjual kotoran hewan menyapu kepala menyentuh wanita Meteorologi Meteorologi-Klimatologi mihrab Mineralogi minum air zamzam Motivasi motivasi belajar Motivasi Beramal MQ (menejemen qolbu) mu'athilah Muallaf muamalah Muhasabah Mungkar murottal Muslimah Muslimah Articles Musyabbihah Mutiara Hikmah Mutiara Kalimat Mutiara Tafakur Nabi Muhammad Nagham Alqur'an Nasehat Neraka News niat sholat nikah nisfu aya'ban Oase Iman Olah Raga OLAHRAGA Otak PAKAIAN panas PAUD Pendidikan Penelitian penelitian sunnah Pengembangan Diri Pengobatan Akibat Sihir Peninggalan Sejarah Penjajahan Pentingnya Waktu Peradaban Islam Perbandingan Agama dan Aliran Perbankan Pergaulan Perkawinan Perkembangan Da'wah Islam Permata Hati pernikahan Personaliti Pesawat Ruang Angkasa Pesepakbola Muslim Pojok Ramadhan posisi imam wanita produksi awal program kerja Proyek Luar Angkasa Psikologi Puasa puasa daud puasa rajab Puasa Setiap Hari puasa sunnah puasa wanita hamil Puisi Puisi bahasa Ingris qunut nazilah QURAN radar lampung Radio Rajab Ramadhan ramalan cuaca Renungan Riba dan Jual Beli salafush shalih salah bacaan sholat Salam Khudam Sastra sedekah Sejarah Sejarah Islam SEKS Sentilan Seputar Daerah Buton Shalat shodaqoh shodaqoh melebihi kadar Sholat sholat dan keputihan sholat di rumah sholat ghoib sholat jamaah sholat jamaah estafet sholat jumat sholat jumat wanita sholat pindah tempat sholat qashar sholat sambil melihat mushaf sholat sendirian sholat sunnah sholat sunnah qobliyah isya sholat sunnah sebelum asar sholat sunnah setelah shubuh sholat takhiyatul masjid sholat wanita sifat dzatiyah sifat fi'aliyah Sihir Simpan Pinjam Sirah Siroh Shahabiyyah Software Islami Sosial Kemasyarakatan Sosiologi sujud sahwi sujud syukur sumpah dan nadzar Sunnah sutrah sutroh syafaat Syurga Tafakur Alam Semesta Tafsir Tafsir Al-Qur'an tahlilan Takbirotul ihram takwil mimpi tambal gigi tamsil Tanda Akhir Zaman Tanda-Tanda Kiamat Tanya jawab Tarbiyah Tasawwuf dan Adab tata cara tidur menurut sunnah Tata Surya Taufiq Ismail Tauhid tayammum Tazkirah Tazkiyah tazkiyatun nafs Tech News Teknik Sipil teladan Tenaga Kerja tertawa saat sholat Thoharoh tidak taat suami tinggi TK Tokoh Tokoh Dan Ulama Tokoh Islam Tools TPA Tsunami Tujuan Hidup tuntunan sholat uang pensiun dari riba uang riba ucapan assalamualaika UNCATEGORY Video da'wah video Motivasi Diri Video Muhasabah video murotal W. S. Rendra waktu membaca doa wanita wanita haid Wisata wudhu yasinan zakat zakat anak kepada orang tua zakat barang temuan zakat harta zakat harta warisan zakat hasil perkebunan zakat hasil pertanian zakat mal zakat padi zakat pns zakat tanah zina