Oleh Siroj Munir di Info-iman
Dikalangan pesantren ijazah suatu kitab merupakan suatu hal yang dicari-cari, dan mendapatkannya adalah sutau kebanggaan tersendiri, hingga terkadang beberapa santri yang jarang mengikuti ngaji pun, akan menyempatkan diri untuk hadir dalam acara pembacaan ijazah kitab. Hingga terkadang mereka kurang sreg ngaji pada seorang guru atau masyayeh yang “ memberanian diri “ untuk membacakan sebuah kitab yang tak dimiliki ijazahnya.
Pertanyaan :
Benarkah bahwa orang yang tak memiliki ijazah kitab tidak boleh mengajarkan suatu kitab ?
Jawab :
Hal tersebut tidak benar, karena ijazah bukan merupakan syarat diperbolehkannya mengajar, jika sesorang merasa mampu untuk mengajarkan suatu kitab maka diperbolehkan baginya untuk mengajarkan suatu kitab tersebut, namun dianjurkan baginya untuk tabarruk dengan ijazah kitab tersebut yang bisa ia peroleh dari seorang seorang guru.
Referensi :
1. Zubdatul Itqon ( Sayyid Muhammad bin Alawi Al Maliki ), Hal : 28
2. Inbahur Ruwad ( K. H. Muhammad Sa’id Abdurrohim,Sarang ), Hal : 68-7
زبدة الإتقان للشيخ العلامة السيد محمد بن علوى المالكى المكى – ص 28
الإجازة من الشيخ غير شرط في جواز التصدى للإقراء و الإفادة فمن علم من نفسه الأهلية جاز له ذلك وإن لم يجزه أحد وعلى ذلك السلف والصدر الصالح وكذلك في كل علم وفي الإقراء والإفتاء خلافا لما يتوهمه الاغبياء من اعتقاد كونها شرطا
“ Ijazah dari seorang guru/kiyai bukanlah syarat bagi seseorang yang ingin mengajarkan kitab atau mengambil faidah, maka barang siapa merasa bahwa dirinya mempunyai keahlian diperkenankan baginya untuk mengajarkan kitab tersebut, meski tak ada satu pun guru yang memberinya ijazah. Hal seperti itulah yang dipraktekkan oleh ulama’-ulama’ yang sholih semenjak dahulu dalam mengajar dan memberikan fatwa, hanya orang-orang bodoh yang meyakini bahwa ijazah merupakan syarat. “
انباه الرواد للشيخ محمد سعيد بن الشيخ عبد الرحيم السارانى ص 68
وقال الشيخ محمد بن بن أبى بكر المرعشى فى ترتيب العلوم : فمن ليس له أهلية لإفادة الحديث لايجوز أخذ الحديث عنه ولو أجاز له الشيخ الدنيا جميعا. ومن له أهلية لتلك يجوز أخذه عنه وإن لم يجز أحد.
“ Syeh Muhammad bin Abi Bakar Al Mar’asyi menjelaskan : “ Barang siapa merasa bahwa dirinya tidak mempuanyai keahlian untuk mengajarkan hadits, maka tidak diperbolehkan baginya untuk mengajarkan hadits pada orang lain, dan orang-orang pun tak boleh mengaji hadits pada dia walaupun syaikh sedunia memberinya ijazah. Sedangkan bagi orang yang ahli dalam bidang tersebut diperbolehkan mengaji pada orang tersebut, meski tak satupun ada yang memberikannya ijazah “.
انباه الرواد للشيخ محمد سعيد بن الشيخ عبد الرحيم السارانى - ص 68
من كان له أهلية لإفادة الحديث ينبغى أن يتبرك بإجازة الشيخ المحدث المجاز له ولشيوخه إلى أن تنتهي إلى مخرج الأحاديث
“ Barangsiapa merasa bahwa dirinya mempunyai keahlian untuk mengajarkan hadits, dianjurkan untuk tabarruk ( mencari keberkahan ) kepada seorang guru ahli hadits yang memiliki ijazah sanad kitab yang muttasil ( sambung ) sampai penulis kitab haditsnya .
Dikalangan pesantren ijazah suatu kitab merupakan suatu hal yang dicari-cari, dan mendapatkannya adalah sutau kebanggaan tersendiri, hingga terkadang beberapa santri yang jarang mengikuti ngaji pun, akan menyempatkan diri untuk hadir dalam acara pembacaan ijazah kitab. Hingga terkadang mereka kurang sreg ngaji pada seorang guru atau masyayeh yang “ memberanian diri “ untuk membacakan sebuah kitab yang tak dimiliki ijazahnya.
Pertanyaan :
Benarkah bahwa orang yang tak memiliki ijazah kitab tidak boleh mengajarkan suatu kitab ?
Jawab :
Hal tersebut tidak benar, karena ijazah bukan merupakan syarat diperbolehkannya mengajar, jika sesorang merasa mampu untuk mengajarkan suatu kitab maka diperbolehkan baginya untuk mengajarkan suatu kitab tersebut, namun dianjurkan baginya untuk tabarruk dengan ijazah kitab tersebut yang bisa ia peroleh dari seorang seorang guru.
Referensi :
1. Zubdatul Itqon ( Sayyid Muhammad bin Alawi Al Maliki ), Hal : 28
2. Inbahur Ruwad ( K. H. Muhammad Sa’id Abdurrohim,Sarang ), Hal : 68-7
زبدة الإتقان للشيخ العلامة السيد محمد بن علوى المالكى المكى – ص 28
الإجازة من الشيخ غير شرط في جواز التصدى للإقراء و الإفادة فمن علم من نفسه الأهلية جاز له ذلك وإن لم يجزه أحد وعلى ذلك السلف والصدر الصالح وكذلك في كل علم وفي الإقراء والإفتاء خلافا لما يتوهمه الاغبياء من اعتقاد كونها شرطا
“ Ijazah dari seorang guru/kiyai bukanlah syarat bagi seseorang yang ingin mengajarkan kitab atau mengambil faidah, maka barang siapa merasa bahwa dirinya mempunyai keahlian diperkenankan baginya untuk mengajarkan kitab tersebut, meski tak ada satu pun guru yang memberinya ijazah. Hal seperti itulah yang dipraktekkan oleh ulama’-ulama’ yang sholih semenjak dahulu dalam mengajar dan memberikan fatwa, hanya orang-orang bodoh yang meyakini bahwa ijazah merupakan syarat. “
انباه الرواد للشيخ محمد سعيد بن الشيخ عبد الرحيم السارانى ص 68
وقال الشيخ محمد بن بن أبى بكر المرعشى فى ترتيب العلوم : فمن ليس له أهلية لإفادة الحديث لايجوز أخذ الحديث عنه ولو أجاز له الشيخ الدنيا جميعا. ومن له أهلية لتلك يجوز أخذه عنه وإن لم يجز أحد.
“ Syeh Muhammad bin Abi Bakar Al Mar’asyi menjelaskan : “ Barang siapa merasa bahwa dirinya tidak mempuanyai keahlian untuk mengajarkan hadits, maka tidak diperbolehkan baginya untuk mengajarkan hadits pada orang lain, dan orang-orang pun tak boleh mengaji hadits pada dia walaupun syaikh sedunia memberinya ijazah. Sedangkan bagi orang yang ahli dalam bidang tersebut diperbolehkan mengaji pada orang tersebut, meski tak satupun ada yang memberikannya ijazah “.
انباه الرواد للشيخ محمد سعيد بن الشيخ عبد الرحيم السارانى - ص 68
من كان له أهلية لإفادة الحديث ينبغى أن يتبرك بإجازة الشيخ المحدث المجاز له ولشيوخه إلى أن تنتهي إلى مخرج الأحاديث
“ Barangsiapa merasa bahwa dirinya mempunyai keahlian untuk mengajarkan hadits, dianjurkan untuk tabarruk ( mencari keberkahan ) kepada seorang guru ahli hadits yang memiliki ijazah sanad kitab yang muttasil ( sambung ) sampai penulis kitab haditsnya .
www.info-iman.blogspot.com