Selasa, 31 Juli 2012

Manusia Tempatnya Salah dan Lupa

Taubat

Tidak sedikit orang-orang saleh awalnya adalah orang-orang yang sangat jahat saat mudanya. Setelah bertaubat, ia beristiqomah dalam berbuat baik dan pengabdian kepada Allah. Beberapa di antara mereka, pada akhirnya, menjadi tokoh panutan karena kesucian dan perilaku-perilaku yang membebaskan. Konon, Sunan Kalijaga adalah salah satu contoh beberapa orang-orang saleh yang berhasil tercerahkan, dan selanjutnya menjadi tokoh pemberi pencerahan pada masyarakat pada zamannya.


Hidup suci dalam Islam bisa diraih oleh siapa saja. Kesucian hidup, bukanlah hak istimewa seseorang. Jalan tersebut terbuka bagi siapa saja, tidak hanya milik para ulama. Bahkan orang jahat sekalipun, ia bisa menapak cara hidup suci, asal dia bersedia untuk bertaubat dan bersungguh-sungguh. Bagi Allah, kesalehan bukan karena sama sekali tidak berbuat dosa, akan tetapi orang yang saleh adalah orang yang setiap kali berbuat dosa dia menyesali dan selanjutnya tak mengulangi perbuatan tadi.

Pepatah Arab menegaskan : "Manusia adalah tempat salah dan lupa". Pepatah di atas bukan berarti manusia dibiarkan untuk selalu berbuat salah dan dosa, akan tetapi kesalahan pada diri manusia harus ditebus dengan tobat, penyesalan dan penghentian. 

Rasulullah bersabda : 

 Setiap anak Adam adalah sering berbuat salah. Dan, sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang-orang yang bertaubat.? (H.R. Tirmidzi)

Taubat yang sungguh-sungguh di mata Allah adalah pembersihan diri yang sangat dicintai. Dalam Islam, pertaubatan bukan melalui orang lain, sebut saja orang saleh, tetapi dari diri sendiri secara langsung kepada Allah. Apalagi, Islam tidak mengenal penebusan dosa dengan sejumlah uang. Islam sungguh sangat berbeda dengan cara-cara pertaubatan dibanding agama-agama lain. Islam memandang, pertaubatan adalah persoalan yang sangat personal antara seorang hamba dengan Tuhannya. Dan, Tuhan dalam Islam adalah Tuhan yang bisa didekati sedekat mungkin, bukan tuhan yang berada di atas langit, tak terjangkau.

Sabda Rasulullah (saw) : 

 "Sesungguhnya Allah lebih suka menerima tobat hamba-Nya melebihi dari kesenangan seseorang yang menemukan kembali ontanya yang hilang di tengah hutan." (H.R. Bukhori dan Muslim)

Islam tidak menganggap taubat sebagai langkah terlambat kapanpun kesadaran itu muncul. Hisab (perhitungan) akan amal-amal jelek kita di mata Allah akan terhapus dengan taubat kita. Lembaran baru hidup terbuka lebar. Langkah anyar terbentang. Sabda Nabi (saw) : Siapa yang bertobat sebelum matahari terbit dari barat, maka Allah akan menerima taubat dan memaafkannya.? (H.R. Muslim)

Bertaubat, demikian halnya, dijadikan amalan dzikir oleh Rasulullah (saw) setiap hari. Beliau beristighfar kendati sedikitpun beliau tidak melakukan dosa. Karena lewat istighfar, Nabi memohon ampun dan mengungkapkan kerendahan hati yang sangat dalam di hadapan yang Maha Agung. 

Sabda Nabi (saw) : 

Hai sekalian manusia, bertaubatlah kamu kepada Allah dan mintalah ampun kepada-Nya, maka sesungguhnya saya bertaubat dan beristighfar tiap hari 100 kali.? (H.R. Muslim)

Firman Allah : 

Katakanlah ! Hai hamba-hamba-Ku yang berdosa terhadap jiwanya sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni segala dosa. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.? (Q.S. al-Zumar : 53)

Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan seikhlas-ikhlas taubat, semoga Tuhan mu akan menghapuskan dari kamu akibat kejahatan perbuatan-perbuatanmu, dan akan memasukkan kamu ke dalam surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai.? (Q.S. al Thalaq : 8)

Dalam memperbaiki kesalahan dan membersihkan diri dari dosa, ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu hak Allah dan hak bani Adam. Apabila kesalahan atau dosa berhubungan dengan hak Allah, maka ada tiga syarat yang harus dipenuhi, yaitu :

1.Harus menghentikan tindakan maksiat.
 2.Harus dengan sungguh-sungguh menyesali perilaku dosa yang telah dikerjakan.
 3.Berniat dengan tulus untuk tidak mengulangi kembali perbuatan tersebut.

Dan, apabila kesalahan itu berhubungan dengan bani Adam, maka syarat bertambah satu, yaitu harus menyelesaikan urusannya dengan orang yang berhak dengan meminta maaf atau halalnya, atau mengembalikan apa yang harus dikembalikan.

Sabda Nabi (saw) : Orang yang bertaubat dari dosa seperti orang yang tidak berdosa. Dan orang yang minta ampunan dari dosanya, sedangkan dirinya tetap mengerjakan dosa, seperti orang yang mempermainkan Tuhannya.? (H.R. Baihaqi)


Wallahu a'lam
Rizqon Khamami.(Ditulis oleh Dewan Asatidz)

Lupakan Kesalahan Orang Lain Kepadamu

 Filosofis Maaf Dalam Islam

Setiap manusia pernah melakukan kesalahan. 
Kesalahan, kekhilafan adalah fitrah yang melekat pada diri manusia. Rasulullah saw bersabda: “Setiap manusia pernah melakukan kesalahan, dan sebaik-baik pelaku kesalahan itu adalah orang yang segera bertaubat kepada Allah SWT”. Ini berarti bahwa namusia yang baik bukan orang yang tidak pernah berbuat salah, sebab itu mustahil kecuali Rasulullah SAW yang ma’shum (senantiasa dalam bimbingan Allah SWT). 


Tetapi, manusia yang baik adalah manusia yang menyadari kesalahannya dan segera bertaubat kepada-Nya

Dalam Islam, mampu memaafkan kesalahan orang lain merupakan salah satu ciri orang yang bertaqwa (muttaqin). Allah SWT berfirman:  

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu, Allah menyediakan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa. Yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya baik diwaktu lapang atau sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain, Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Al-Imran: 133-134).

Belajar Memaafkan Dari Rasulullah

Setelah pembebasan Makkah (Fardhu Makkah), di hadapan orang-orang yang selama ini gigih memusuhinya, Rasulullah berkata : “Wahai orang-orang Quraisy. Menurut pendapat kamu sekalian apa kira-kira yang akan aku perbuat terhadapmu sekarang? Jawab mereka: “Yang baik-baik. Saudara kami yang pemurah. Sepupu kami yang pemurah.” Mendengar jawaban itu Nabi kemudian berkata: “Pergilah kamu semua, sekarang kamu sudah bebas.” Begitu luruh jiwa Nabi, karena dengan ucapan itu kepada kaum Quraisy dan kepada seluruh penduduk Makkah, beliau telah memberikan amnesti (ampunan) umum. Padahal saat itu nyata mereka tergantung hanya di ujung bibirnya dan kepada wewenangnya atas ribuan bala tentara Muslim yang bersenjata lengkap yang ada bersamanya. Mereka dapat mengikis habis penduduk Makkah dalam sekejap hanya tinggal menurut perintah dari Nabi.

Dengan pengampunan dan pemberi maaf itu, jiwa Nabi telah melampaui kebesaran yang dimilikinya, melampaui rasa dengki dan dendam di hati, menunjukkan bahwa beliau bukanlah manusia yang mengenal permusuhan, atau yang akan membangkitkan permusuhan di kalangan umat manusia. Beliau bukan seorang tiran, yang mau menunjukkan sebagai orang yang berkuasa. Padahal Nabi mengenal betul, kejahatan orang-orang yang diampuninya itu. Siapa-siapa di antara mereka yang berkomplot untuk membunuhnya, yang telah menganiayanya dan menganiaya para pengikutnya. Mereka melemparinya dengan kotoran bahkan dengan batu saat mengajak manusia ke jalan Allah. Begitu pemaafnya Rasulullah sekalipun itu kepada orang yang selalu menebar permusuhan, meneror dan mengancam keselamatannya. Rasulullah begitu pemaaf, Tuhan juga Maha mengampuni kesalahan hamba-Nya. Mengapa kita manusia biasa susah sekali memberikan maaf?

Filosofis Maaf Dalam Islam

Ibnu Qudamah dalam Minhaju Qashidin menjelaskan, bahwa makna memberi maaf di sini ialah sebenarnya engkau mempunyai hak, tetapi engkau melepaskannya, tidak menuntut qishash atasnya atau denda kepadanya. Quraish Shihab dalam Membumikan Al-Quran menjelaskan: Kata maaf berasal dari bahasa Al-Quran alafwu yang berarti “menghapus” karena yang memaafkan menghapus bekas-bekas luka di hatinya. Bukanlah memaafkan namanya, apabila masih ada tersisa bekas luka itu didalam hati, bila masih ada dendam yang membara. Boleh jadi, ketika itu apa yang dilakukan masih dalam tahaf ‘masih menahan amarah’. Usahakanlah untuk menghilangkan noda-noda itu, sebab dengan begitu kita baru bisa dikatakan telah memaafkan orang lain.

Islam mengajak manusia untuk saling memaafkan. Dan memberikan posisi tinggi bagi pemberi maaf. Karena sifat pemaaf merupakan bagian dari akhlak yang sangat luhur, yang harus menyertai seorang Muslim yang bertakwa. Allah swt berfirman: “…Maka barangsiapa yang memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas tanggungan Allah.” (Q.S.Asy-Syura : 40). Dari Uqbah bin Amir, dia berkata: “Rasulullah SAW bersabda, “wahai Uqbah, bagaimana jika kuberitahukan kepadamu tentang akhlak penghuni dunia dan akhirat yang paling utama? Hendaklah engkau menyambung hubungan persaudaraan dengan orang yang memutuskan hubungan denganmu, hendaklah engkau memberi orang yang tidak mau memberimu dan maafkanlah orang yang telah menzalimimu.” (HR.Ahmad, Al-Hakim dan Al-Baghawy).

Al-Quran memang menetapkan, bahwa seseorang yang diperlakukan secara dzalim diizinkan untuk membela diri tapi bukan didasarkan balas dendam. Pembelaan diri dilakukan dengan penuh simpati seraya menunjukan perangai yang luhur, bersabar, memaafkan dan toleran. Ketika Matsah yang dibiayai hidupnya oleh Abu Bakar menyebarkan gosip yang menyangkut kehormatan putrinya Aisyah yang juga istri Nabi. Abu Bakar bersumpah tidak akan membiayainya lagi. Tapi, Allah melarangnya sambil menganjurkan untuk memberika maaf dan berlapang dada.(Q.S. an-Nur : 22).

Dari ayat ini ternyata ada tingkatan yang lebih tinggi dari alafwu (maaf), yaitu alshafhu. Kata ini pada mulanya berarti kelapangan. Darinya dibentuk kata shafhat yang berarti lembaran atau halaman, serta mushafahat yang berarti yang berarti berjabat tangan. Seorang yang melakukan alshafhu seperti anjuran ayat diatas, dituntut untuk melapangkan dadanya sehingga mampu menampung segala ketersinggungan serta dapat pula menutup lembaran lama dan membuka lembaran baru.

Alshafhu yang digambarkan dalam bentuk jabat tangan itu, menurut Al-Raghib al-Asfahaniy ‘lebih tinggi nilainya’ dari pada memaafkan. Dalam alshafhu dituntut untuk mampu kembali membuka lembaran baru dan menutup lembaran lama. ‘Let’s gone be by gone’ (yang lalu biarlah berlalu), bangun kembali masa depan dengan semangat yang baru. Kita selalu lupa, karena kesalahan yang telah dibuat orang lain, kita lalu melupakan semua kebaikan yang telah dibuatnya. Untuk itu, kita juga harus memperlakukan semuanya secara seimbang. Yang terbaik buat kita hari ini adalah bersama-sama membangun kembali dengan semangat baru, ketulusan hati dan semangat persaudaraan.

Jangan ada yang berkata: “Tiada maaf bagimu”. Ahli hikmah mengatakan: Ingatlah dua hal dan lupakanlah dua hal. Lupakanlah kebaikanmu kepada orang lain dan lupakanlah kesalahan orang lain kepadamu. Wallahu a’lamu. (jurnalberita.com)



Tuan Rumah Olimpiade Tidak Pernah di Negara Muslim

Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan mempertanyakan mengapa Olimpiade tidak pernah diselenggarakan oleh sebuah negara yang berpenduduk mayoritas Muslim, katanya saat berbicara kepada wartawan di London.

"Tidak ada negara dengan mayoritas penduduk Muslim yang pernah menjadi tuan rumah Olimpiade," kata Erdogan di London setelah menonton tim bola basket wanita Turki mengalahkan Angola 72-50 dalam pertandingan pertama Olimpiade.

"Orang akan bertanya 'Mengapa? Apa yang hilang di negara-negara ini? tanyanya, didampingi istrinya Emine Erdogan dan putrinya Sümeyye Erdogan di London, di mana ia berusaha melobi untuk mempromosikan Istanbul agar menjadi tuan rumah Olimpiade 2020. Erdogan bertemu dengan kepala Komite Olimpiade Internasional (IOC) Jacques Rogge pada 27 Juli sebelum menghadiri upacara pembukaan.

"Itu adalah pertemuan yang baik, keputusan akan dibuat Rogge dan ketua Olimpiade berikutnya akan mengikuti olahan dari kota tuan rumah," kata perdana menteri.

Istanbul, Tokyo dan Madrid semuanya terpilih untuk menjadi kandidat tuan rumah Olimpiade 2020 oleh IOC bulan lalu. Tuan rumah Olimpiade 2020 dan Paralimpiade akan diumumkan 7 September 2013.

Turki juga menawarkan diri untuk menjadi tuan rumah kejuaraan sepakbola Eropa 2020, namun baik IOC dan UEFA telah menyatakan dengan jelas bahwa negara Turki tidak bisa menjadi tuan rumah kedua peristiwa besar tersebut di tahun yang sama.

"Istanbul adalah kota di mana Eropa dan Asia bertemu, sebuah persimpangan peradaban yang berbeda," kata Erdogan.

"Semua negara Eropa menderita kesulitan ekonomi, tetapi Turki adalah di tempat yang berbeda. Kami tidak memiliki kelemahan ekonomi untuk menjadi tuan rumah Olimpiade. "

Perdana menteri juga mencatat bahwa saingan Istanbul untuk Olimpiade 2020 telah menyelenggarakan acara tersebut. "Ini adalah ketiga kalinya untuk London, Madrid sudah dua kali," ujarnya.
www.info-iman.blogspot.com

SINGKATAN NAMA-NAMA ULAMA’



1. ر م Syihâb ad-Dîn Ahmad bin Hamzah
( ar-Ramly al-Kabîr ).

2. مـر Syams ad-Dîn Muhammad bin Ahmad
( ar-Ramly As- Saghîr 919 - 1004 H. ).

3. حـج Ibn Hajar al-Haitamy ( 909 - 973 H. )

4. خـط Al-Khathîb as-Syirbîny ( … - 977 H. ).

5. ز ي Nûr ad-Dîn 'Ali az-Zayâdy atau az-Ziyâdy
( … - 1024 H.).

6. س م / س ب Syihâb ad-Din bin Qâsîm al-Abâdy
( 964 - 922 / 994 H.)

7. ظ ب Nashîr ad-Dîn Manshûr at-Thablawy
( … - 1014 H.).

8. ب ر Abû Abdillâh Muhammad bin Abd
ad-Daim Al-Barmawy .( 763 - 831 H.).

9. با ج Al-Baijury ( 1198 - 1277 H.).

10. أ ج Al- 'Allâmah 'Athiyyatullâh bin Athiyah
al-Burhân ( … - 190 H.).

11. ح ف Asy-Syamsu Muhammad bin Sâlim
al-Hafnawy ( 1101 - 1181 H.).

12. ش ق / ش ر ق Abdullâh bin Hijâz bin Ibrâhîm
as-Syarqawy ( 1150 - 1226 / 1227 H.).

13. حا ل / ح ل Nûr ad-Dîn 'Ali bin Ibrâhîm al-Halaby
( 975 - 1044 H.).

14. ع ش 'Ali Syibramalisy; Nûr ad-Dîn Abû Dliyâ' 'Ali bin 'Ali ( 997 - 1087 H.).

15. ق ل Syihâb ad-Din Ahmad bin Salâmah
al-Qulyûby ( ... - 1069 H.).

16. س ل Sulthân bin Ahmad al-Mazâkhi
( 985 - 1075 H.).

17. ع ن Muhammad al-'Inâni ( ... - 1098 H.).

18. ب ج Sulaimân bin Muhammad bin 'Umar
al- Bujairamy.

19. خ ض Syamsu Muhammad Syaubary al-Khadry
( 977 - 1069 H.).

20. م د Hasan bin 'Ali Ahmad al-Mudâbiry
( … - 1170 H.).

21. ع ب / ع ب د Abd al-Hamid; asy-Syekh Abd al-Hamid
ad-Daghistâny.

22. أ ط Muhammad bin Manshûr al-Ithfihy
al-Mishry.

23. ي As-Sayyid bin Abdullâh bin 'Umar
al-Alawy ( 1209 - 1265 H.).

24. ك / ك ر Asy-Syekh Muhammad bin Sulaimân
al-Kurdy ( … - 1194 H.).

Oleh Adi Reza di INFO-IMAN.blogspot.com#
www.info-iman.blogspot.com

MENELADANI KEARIFAN MBAH BISYRI DAN MBAH WAHAB

Hubungan antara Kiyai Wahab Hasbullah dan Kiyai Bisri Syansuri pastilah tidak masuk akal bagi manusia-manusia bebal jaman sekarang. Kiyai Wahab ahli ushul, sedangkan Kiyai Bisri ahli fiqih. Tentu cara pandang keduanya dalam berbagai masalah pun berbeda. Walaupun keduanya beriparan --Kiyai Bisri menikahi adik Kiyai Wahab , semua riwayat menyatakan bahwa Kiyai Wahab dan Kiyai Bisri tak pernah sependapat, baik dalam cabang-cabang syari'at maupun politik, sejak masih mondok di Tebuireng sampai menjadi pemimpin-pemimpin besar kaum Nahdliyyin.

Mahrus Husain, memperoleh riwayat dari kakak iparnya, Kiyai Abdul Nashir, dari ayahnya, Kiyai Abdul Fattah bin Hasyim bin Idris, keponakan Kiyai Wahab Hasbullah sekaligus menantu Kiyai Bisri Syansuri, bahwa pada suatu bahtsul masail tentang hukumnya drum band, Kiyai Wahab dan Kiyai Bisri berdebat begitu kerasnya sampai-sampai Kiyai Bisri menggebrak meja. Tak mau kalah, Kiyai Wahab pun menggebrak juga, bahkan dengan kaki! Orang-orang ketakutan dan sangat khawatir bahwa Nahdlatul Ulama akan pecah hanya gara-gara hukumnya drum band. Siapa sangka, ketika waktu jeda tiba, keduanya justru berebut melayani satu terhadap yang lain dalam jamuan makan.

Ketika Kiyai Wahab menjadi Rais 'Aam, Kiyai Bisri Wakil Rais 'Aam-nya. Kiyai Wahab ngajak keluar dari Masyumi, Kiyai Bisri tak setuju. Kiyai Wahab ngajak masuk DPRGR, Kiyai Bisri juga tak setuju. Tapi ketika keputusan jam'iyyah ditetapkan sesuai pendapat Kiyai Wahab, Kiyai Bisri tunduk dan tidak memisahkan diri.

Muktamar NU ke-25 di Surabaya, 1971. Kiyai Wahab, Sang Rais 'Aam, sudah sangat sepuh dan dalam keadaan sakit hingga tak mampu bangkit dari pembaringan --beliau akhirnya wafat hanya beberapa hari seusai Muktamar. Suasana Muktamar didominasi oleh kehendak suksesi. Dapat dipastikan seluruh muktamirin tanpa kecuali menginginkan Kiyai Bisri tampil sebagai Rais 'Aam yang baru. Bahkan boleh dikata, beliau sudah menjadi Rais 'Aam de facto. Muktamar hanya formalitas pengesahan saja.

Siapa sangka, sebelum palu diketuk, Kiyai Bisri berdiri dihadapan sidang untuk menyampaikan sikapnya yang tak dapat ditawar oleh siapa pun juga dengan harga apa pun juga:

"Selama masih ada Kiyai Wahab, saya hanya bersedia menduduki jabatan dibawah beliau!"

Lahumal faatihah.

Sumber : www.teronggosong.com

Link :  INFO-IMAN
www.info-iman.blogspot.com

Sunnah-Sunnah Puasa

Ada Sunnah-sunnah puasa pada bulan Romadhon :

1. Mempercepat buka jika yaqin datangnya ghurub [ waktu maghrib ], jika syak maka wajib melambatkannya sampai yaqin datangnya ghurub.< lebih enak tunggu sampai adzan selesai berkumandang>. 
2 . Bersahur sekalipun hanya dengan air, masuk waktu sahur dari pertengahan malam.
3. Mengakhirkan sahur, dan sunnah imsak { menahan diri dari makan ] sebelum fajar [ waktu subuh ] sekitar baca 50 ayat atau sekitar 15 menit sebelum subuh..
4. Berbuka dengan Ruthob [ kurma yang baru masak ] yang jumlahnya Witir [ ganji ], jika tak ada maka dengan Tamer [kurma ], maka dengan air zam-zam,maka dengan sesuatu yang manis yang tak tersentuh api [tidak dimasak ] seperti : madu dan anggur, maka dengan sesuatu yang manis yang tersentuh api [ dimasak ] seperti kolak dan semacamnya. <ikuti urutannya jika tak ditemui kurma>
5. Membaca doa berbuka puasa.
6. Memberikan makan berbuka kepada orang yang sedang berpuasa untuk berbuka.
7. Mandi janabah [ mandi hadast besar ] sebelum fajar bagi yang berjunub, agar ketika memulai puasa dalam keadaan suci.
8. Mandi setiap malam bulan Romadhon setelah maghrib, agar semangat untuk sholat isya dan tarowih.
9. Menjaga sholat tarowih dari awal sampai akhir Romadhon. < ingat : bukan cepat-cepatan sehingga merusak kekhusuan sholat>.
10. Menjaga sholat witir, khususnya sholat witir romadhon yang mempunyai 3 kekhususan, yaitu : 1. Di sunnahka berjama’ah, 2. Disunnahkan jahr [ bacaan sholatnya terdengar ], 3. Disunnahkan dengan Qunut dari pertengahan sampai akhir romadhon.
11. Memperbanyak tilawatil Qur’an dengan Tadabbur [ teratur bacaannya dan fasih hurufnya dengan tajwid ].
12. Memperbanyak ibadah-ibadah sunnah, seperti : Sholat Rowatib, Dhuha, Tasbih ataupun sholat Awwabin {Sholat-sholat sunnah setelah sholat maghrib sampai datang waktu isya’]
13. Memperbayak dari amal-amal sholeh, seperti :Shodaqoh, Silatur rohim, Hadir majlis-majlis ilmu, I’tikaf, menjaga hati dan anggota tubuh, dan memperbanyak Sholawat dan doa-doa.
15. Bersungguh-sungguh pada 10 terakhir romadhon, dan menjaga malam Lailatul Qodr terutama dimalam-malam ganjil di 10 terakhir.
16. Meluaskan uang belanja.
17. Meninggalkan sesuatu yang sia-sia dan caci maki seperti : jika seseorang mencacimu maka ingatkan hatimu bahwa aku sedang berpuasa.


Semoga bermanfaat. Galilah terus ilmu sampai ajal menjemputmu.


Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta asytagfiruka wa atubu ilaik.


Dikutip dari Nihayatuz Zein Pimpinan habib Faisol Al Haddad.




www.info-iman.blogspot.com

MANDI JUNUB SAAT PUASA

Petanyaan :

Bagaimana hukumnya  kalau  mandi junub pas bulan puasa ?
pertanyaan titipan...karena ane nggak berani jawabnya dan ragu ane lempar ke grup ini..mohoon serta dalilnya kalau ada

( Oleh : Adef Al Faqir )

Jawaban :

1. Jika mandi junubnya dikarenakan mimpi basah, dan ia belum mandi, maka semua ulama’ sepakat puasanya tetap sah.

2. Sedangkan yang menjadi perselisihan adalah jika mandi junubnya dikarenakan hubungan intim ( jima’ ) dan belum mandi sampai waktu sholat shubuh :

  •  Menurut mayoritas ulama’, termasuk madzhab syafi; orang yang  belum mandi junub puasanya tetap sah berdasarkan dalil-dalil berikut ini :

a. Firman Alloh dalam surat Al Baqoroh, ayat 187 :

فَالآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ

" Maka sekarang kumpulilahilah mereka dan ikutilah apa yang Telah ditetapkan Allah untukmu "

b. Hadits nabi :

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصْبِحُ جُنُبًا مِنْ غَيْرِ حُلُمٍ، ثُمَّ يَصُومُ

“ Suatu pagi, Nabi, Shollallohu alaihi wasallam junub bukan karena mimpi, namun setelah itu beliau berpuasa “ ( H.R. Imam Muslim, no.1109)

  • Puasanya tidak sah. Ini adalah pendapat Abu Hurairoh yang didasarkan pada sabda nabi :

مَنْ أَصْبَحَ جُنُبًا فَلَا صَوْمَ لَهُ

" Barangsiapa yang bangun subuh dalam keadaan berjunub, maka tidak ada puasa baginya ".(H.R. Imam Ahmad)

Jumhurul Ulama’ menanggapi hadits tersebut dengan mengatakan bahwa haits tersebut dengan dua jawaban :

  •  Imam Baihaqi menjelaskan bahwa pada permulaan masa islam orang yang sedang berpuasa dilarang melakukan hubungan intim dimalam hari setelah bangun tidur, namun setelah it hokum tersebut dinaskh ( dihapus ), dan diberlakukan hokum diperbolehkan berhubungan intim sampai batas waktu sholat subuh bagi orang yang sedang berpuasa. Nah, hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairoh adalah ketentuan hokum diawal islam yang sudah tak berlaku lagi.

  • Hadits ini ditakwil, bahwa yang dimaksud adalah orang yang masih melakukan hubungan intim saat  terbitnya fajar ( waktu sholat subuh ) padahal ia mengerti kalau fajar sudah terbit.

3. Diperbolehkan mandi junub saat sedang berpuasa berdasarkan hadits nabi :

عن عَائِشَةَ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ وَاقِفٌ عَلَى الْبَابِ وَأَنَا أَسْمَعُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أُصْبِحُ جُنُبًا وَأَنَا أُرِيدُ الصِّيَامَ فَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا أُصْبِحُ جُنُبًا وَأَنَا أُرِيدُ الصِّيَامَ فَأَغْتَسِلُ وَأَصُومُ فَقَالَ لَهُ الرَّجُلُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّكَ لَسْتَ مِثْلَنَا قَدْ غَفَرَ اللَّهُ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ فَغَضِبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ وَاللَّهِ إِنِّي لَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَعْلَمَكُمْ بِمَا أَتَّقِي

Dari Aisyah, bahwa ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, laki-laki itu berdiri di depan pintu dan aku mendengarkannya, "Wahai Rasulullah, pagi tadi aku junub dan aku berniat untuk berpuasa." Beliau bersabda: "Jika aku dalam keadaan junub pada pagi hari, namun aku berniat untuk berpuasa, maka aku mandi dan berpuasa." Orang tersebut berkata, "Anda tidak seperti kami, Allah telah mengampuni dosa-dosa anda yang telah lalu dan akan datang! " Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam marah dan bersabda: "Demi Allah, aku berharap menjadi orang yang paling takut di antara kalian pada Allah dan orang yang paling tahu di antara kalian dengan apa yang aku perbuat! " ( H.R. Imam Malik )

Namun, meskipun diperbolehkan mandi junub saat puasa, ulma’ menganjurkan ( sunat ) untuk melakukan mandi junub sebelum terbitnya fajar dengan tujuan :

  • Agar ia mengerjakan ibadah puasa dalam keadaan suci dari hadats besar
  • Dikhawatirkan kemasukan air saat mandi,meskipun puasanya tidak batal selama masuknya air bukan karena ia mandi dengan cara masuk kedalam air ( inghimas ),jika masuknya air karena ia mandi dengan cara masuk ke air maka puasanya batal.
  • Untuk menghindari perbedaan pendapat yang mengatakan batalnya puasa ketika berpuasa dalam keadaan junub.

( Oleh ; Haidho  D’Mouza dan Siroj Munir )


Referensi :
1. Al Majmu’, Juz : 6  Hal  : 307-308
2. Al Umm, Juz : 2  Hal : 107
3. Mughnil Muhtaj, Juz : 2  Hal : 167
 4. Fathul Mu'in, Hal : 268

Ibarot :

Al Majmu’, Juz : 6  Hal  : 307-308

المسألة الخامسة : إذا جامع في الليل وأصبح وهو جنب صح صومه بلا خلاف عندنا وكذا لو انقطع دم الحائض والنفساء في الليل فنوتا صوم الغد ولم يغتسلا صح صومهما بلا خلاف عندنا وبه قال جمهور
العلماء من الصحابة والتابعين ومن بعدهم وممن قال به علي بن أبي طالب وابن مسعود وأبي ذر وزيد ابن ثابت وأبو الدرداء وابن عباس وابن عمر وعائشة رضي الله عنهم وجماهير التابعين والثوري ومالك وأبو حنيفة وأحمد وأبو ثور قال العبدري وهو قول سائر الفقهاء قال ابن المنذر وقال سالم بن عبد الله لا يصح صومه قال وهو الأشهر عن أبي هريرة والحسن البصري وعن طاوس وعروة ابن الزبير رواية عن أبي هريرة أنه إن علم جنابته قبل الفجر ثم نام حتى أصبح لم يصح وإلا فيصح وقال النخعي يصح النفل دون الفرض وعن الأوزاعي أنه لا يصح صوم منقطعة الحيض حتى تغتسل احتجوا بحديث " من أصبح جنبا فلا صوم له " رواه أبو هريرة في صحيحي البخاري ومسلم
* دليلنا نص القرآن قال الله تعالى (فالآن باشروهن وابتغوا ما كتب الله لكم وكلوا واشربوا حتى يتبين لكم الخيط الأبيض من الخيط الأسود من الفجر ثم أتموا الصيام إلي الليل) ويلزم بالضرورة أن يصبح جنبا إذا باشر إلى طلوع الفجر والأحاديث الصحيحة المشهورة (منها) حديث عائشة وأم سلمة رضي الله عنهما قالتا " كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصبح جنبا من غير حلم ثم يصوم " رواه البخاري ومسلم وفي روايات لهما في الصحيح " من جماع غير احتلام " وعن عائشة رضي الله عنها قالت " كان النبي صلى الله عليه وسلم يدركه الفجر في رمضان وهو جنب من غير حلم فيغتسل ويصوم " رواه البخاري ومسلم وعنها " أن رجلا جاء إلى النبي صلى الله عليه وسلم يستفتيه وهي تسمع من وراء الباب فقال يارسول الله تدركني الصلاة وأنا جنب أفأصوم قال رسول الله صلى الله عليه وسلم وأنا تدركني الصلاة وأنا جنب فأصوم فقال لست مثلنا يارسول الله قد غفر الله لك ما تقدم من ذنبك وما تأخر فقال والله إني لارجو أن أكون أخشاكم لله وأعلمكم بما أتقي " رواه مسلم والأحاديث بمعنى هذا كثيرة مشهورة (وأما) حديث أبي هريرة رضي الله عنه فأجاب أصحابنا عنه بجوابين
أحدهما: أنه منسوخ قال البيهقي: روينا عن أبي بكر بن المنذر قال أحسن ما سمعت فيه أنه منسوخ لأن الجماع كان في أول الإسلام محرما على الصائم في الليل بعد النوم كالطعام والشراب فلما أباح الله تعالى الجماع إلى طلوع الفجر جاز للجنب إذا أصبح قبل الاغتسال أن يصوم فكان أبو هريرة يفتى بما سمعه من الفضل ابن عباس عن النبي صلى الله عليه وسلم على الأمر الأول ولم يعلم النسخ فلما سمع خبر عائشة وأم سلمة رضي الله عنهما رجع إليه هذا كلام البيهقي عن ابن المنذر وكذا قال إمام الحرمين في النهاية قال قال العلماء الوجه حمل حديث أبي هريرة رضي الله عنه على أنه منسوخ
والجواب الثاني : أنه محمول على من طلع الفجر وهو مجامع فاستدام مع علمه بالفجر والله تعالى أعلم
قال الماوردي وغيره وأجمعت الأمة على أنه إن احتلم في الليل وأمكنه الاغتسال قبل الفجر فلم يغتسل وأصبح جنبا بالاحتلام أو احتلم في النهار فصومه صحيح وإنما الخلاف في صوم الجنب بالجماع والله تعالى أعلم

Al Umm, Juz : 2  Hal : 107

قال الشافعي : أخبرنا مالك عن عبد الله بن عبد الرحمن بن معمر عن أبي يونس مولى عائشة عن عائشة - رضي الله عنها - أن رجلا قال لرسول الله - صلى الله عليه وسلم - وهي تسمع: إني أصبح جنبا وأنا أريد الصيام فقال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - وأنا أصبح جنبا وأنا أريد الصيام فأغتسل ثم أصوم ذلك اليوم فقال الرجل: إنك لست مثلنا قد غفر الله لك ما تقدم من ذنبك وما تأخر، فغضب رسول الله - صلى الله عليه وسلم - وقال: والله إني لأرجو أن أكون أخشاكم لله وأعلمكم بما أتقي

Mughnil Muhtaj, Juz : 2  Hal : 167

ويستحب أن يغتسل عن الجنابة) والحيض والنفاس (قبل الفجر) ليكون على طهر من أول الصوم، وليخرج من خلاف أبي هريرة حيث قال: لا يصح صومه، وخشية من وصول الماء إلى باطن أذن أو دبر أو نحوه. قال بعض المتأخرين: وينبغي أن يغسل هذه المواضع إن لم يتهيأ له الغسل الكامل. قال الإسنوي: وقياس المعنى الأول المبادرة إلى الاغتسال عقب الاحتلام نهارا، فلو وصل شيء من الماء إلى ما ذكر من غسله، ففيه التفصيل المذكور في المضمضة والاستنشاق. وقال المحاملي والجرجاني: يكره للصائم دخول الحمام يعني من غير حاجة لجواز أن يضره فيفطر وقول الأذرعي: هذا لمن يتأذى به دون من اعتاده ممنوع؛ لأنه من الترفه الذي لا يناسب حكمة الصوم كما مر، ولو طهرت الحائض أو النفساء ليلا ونوت الصوم وصامت أو صام الجنب بلا غسل صح الصوم لقوله تعالى: {فالآن باشروهن وابتغوا ما كتب الله لكم} [البقرة: 187] الآية، ولخبر الصحيحين «كان النبي - صلى الله عليه وسلم - يصبح جنبا من جماع غير احتلام ثم يغتسل ويصوم» (1) وقيس بالجنب الحائض والنفساء. وأما خبر البخاري «من أصبح جنبا فلا صوم له» فحملوه على من أصبح مجامعا واستدام الجماع، وحمله بعضهم على النسخ، واستحسنه ابن المنذر

Fathul Mu'in, Hal : 268

ولا يفطر بسبق ماء جوف مغتسل عن جنابة بلا انغماس
ـــــــــــــــــــــــــــــ
ولا يفطر بسبق ماء جوف مغتسل عن نحو جنابة كحيض ونفاس إذا كان الاغتسال بلا انغماس في الماء فلو غسل أذنيه في الجنابة فسبق الماء من إحداهما لجوفه: لم يفطر وإن أمكنه إمالة رأسه أو الغسل قبل الفجر.
كما إذا سبق الماء إلى الداخل للمبالغة في غسل الفم المتنجس لوجوبها: بخلاف ما إذا اغتسل منغمسا فسبق الماء إلى باطن الأذن أو الأنف فإنه يفطر ولو في الغسل الواجب لكراهة الانغماس: كسبق ماء المضمضة بالمبالغة إلى الجوف مع تذكره للصوم وعلمه بعدم مشروعيتها بخلافه بلا مبالغة

Oleh Siroj Munir di INFO-IMAN.blogspot.com#
www.info-iman.blogspot.com

ISTILAH UKURAN DALAM FIQH


 a. Satu QIROTH menurut imam Tsalasah 0,215 Gr

b. Satu DIRHAM menurut imam Tsalasah 2,715 Gr

c. Satu MITSKOL menurut imam Tsalasah 3,879 Gr

d. Satu DANIQ menurut imam Tsalasah 0,430 Gr

e. Satu DZIRO' Al-Mu’tadil menurut Aktsarin-Nas 48 Cm
- Menurut Al Makmun 41,666625 Cm
- Menurut An-Nawawi 44,720 Cm
- Menurut Ar-Rofi’i 44,820 Cm

f. Satu MUD Menurut Imam Tsalatsah 9,22 Cm (P x L x T ) = 0,766 Ltr

g. Satu SHO Menurut Imam Tsalatsah 14,65 Cm (P x L x T ) = 3,145 Ltr

h Satu WASAQ Menurut Imam Tsalatsah 57,32 Cm (P x L x T ) = 188,712 Ltr

i Satu SHO’ Gandum (Hinthoh) Menurut Imam An-Nawawi 1.862,18 Gr

j. Satu MUD Gandum (Hinthoh) Menurut Imam An-Nawawi 456,54 Grm

k Satu SHO’ Beras putih 2.719,19 Grm

l. Satu Mud Beras putih 679,79Grm

m. Air DUA KULAH menurut An-Nawawi 55,9 Cm ( P x L x T ) = 174,580 Ltr
- Menurut Ar-Rofi’iy 56,1 Cm (P x L x T ) = 176,245 Ltr
- Menurut Ahli Iraq 63,4 Cm (P x L x T ) = 245,325 Ltr
- Menurut Aksarin-Nas 60 Cm (P x L x T ) = 187,385 Ltr

n. Zakat Fitrah adalah satu SHO’ 2.719,19 Grm = 2,71919 Kg

o Jarak Qosor Sholat menurut:

- Kitab Tanwirul Qulub 80,640 Km
- Al-Ma`Mun 89,999992 Km
- Ahmad Husain 94,500 Km
-Aksarul Fuqha 119,99988 Km
- Hanafiyyah 96 km
- Kitab Fiqh al-Islâmy 88, 74 km
- Versi Imam Ahmad Husain al-Mishry 94, 5 km

p.Mîl al-Hâsyimy:
Versi Imam Makmûn 1, 666665 km
Versi Imam Ahmad Husain al-Mishry 1, 76041 km
Versi Mayoritas ulama’ 2, 4999975 km

q. Farsakh:
Versi Imam Makmûn 4, 99995 km
Versi Imam Ahmad Husain al-Mishry 5, 28125 km
Versi Mayoritas ulama’ 7, 4999925 km

r. RITL BAGDAD menurut:
- An-Nawawi 349,16 Grm
- Ar-Rofi’i 353,49 Grm

s NISHOB SARIQOH emas menurut Imam Tsalasah 0,97 Grm

t Satu UQIYAH 12 Dirham

u Satu DIRHAM 2 Gram

DAFTAR NISOB DAN ZAKAT HARTA ZAKAWIY


1 Perak 543,35Gr 1/40=13,584Gr 2,5% Dikeluarkan setelah 1 thn

2 Tambang Perak 543,35Gr 1/40=13,584Gr 2,5% Dikeluarkan seketika

3 Rikaz Perak 543,35Gr 1/5=108,67Gr 20% Dikeluarkan seketika

4 Harta dagang dgn modal perak 543,35Gr 1/40 =13,584 Gr 2,5% Ditaksir dengan perak dan dikeluarkan setelah 1 thn

5 Emas 77,58Gr 1/40 =1,9395 Gr 2,5% Dikeluarkan setelah 1 thn

6 Tambang Emas 77,58Gr 1/40 =1,9395 Gr 2,5% Dikeluarkan seketika

7 Rikaz Emas 77,58Gr 1/5=15,516Gr 20% Dikeluarkan seketika

8 Harta dagang dgn modal emas 77,58Gr 1/40 =1,9395 Gr 2,5% Ditaksir dgn emas dan dikeluarkan setelah 1 thn

9 Gabah 1.323,132Kg 1/10=132,3132Kg 10% Tanpa biaya pengairan
1.323,132Kg 1/20=66,1566Kg 5% Dgn biaya pengairan

10 Padi gagang 1.31,516 Kg 1/10=163,1516Kg 10% Tanpa biaya pengairan
1.31,516 Kg 1/20=81,5758Kg 5% Dgn biaya pengairan.

11 Beras 815,758 Kg 1/10=81,5758Kg 10% Tanpa biaya pengairan
815,758 Kg 1/20=40,7879Kg 5% Dgn biaya pengairan

12 Gandum 558,654 Kg 1/10=55,8654Kg 10% Tanpa biaya pengairan
558,654 Kg 1/20=27,9327Kg 5% Dgn biaya pengairan

13 Kacang tunggak 756,697 Kg 1/10=75,6697Kg 10% Tanpa biaya pengairan
756,697 Kg 1/20=37,83485Kg 5% Dgn biaya pengairan

14 Kacang Hijau 780,036Kg 1/10=78,0036Kg 10% Tanpa biaya pengairan
780,036Kg 1/20=39,0018Kg 5% Dgn biaya pengairan

15 Jagung kuning 720 Kg 1/10=72 Kg 10% Tanpa biaya pengairan
720 Kg 1/20=36 Kg 5% Dgn biaya pengairan

16 Jagung Putih 714 Kg 1/10=71,4 Kg 10% Tanpa biaya pengairan
714 Kg 1/20=35,7Kg 5% Dgn biaya pengairan

KETERANGAN

- Perhitungan awal tahun pd zakat hewan ternak dimulai dari memilikinya dlm jumlah 1 nishob, begitu juga pada emas & perak. Sedangkan utk barang dagang maka:

Bila modal dagang diambilkan dari emas/perak yg sudah genap 1 nishob baik dipakai semua atau tdk, maka penghitungan tahun dimulai dari pemilikan emas/perak
Bila modal dagang berasal dari selain emas/perak yg telah mencapai 1 nishob, maka penghitungan tahun dimulai dari permulaan berdagang.
- Daftar nishob dan ukuran di atas dikutif dari kitab “FATHIL-QODIR” susunan Syaikh Ma’sum bin Ali Quwaron, Jombang.

- Yang dimaksud dgn Imam Tsalatsah di atas adalah Imam Maliki, Imam Syafi’I dan Imam Hambali.

- Nishob emas pada daftar di atas adalah nishob emas murni (emas dgn kadar 100%). Sedangkan utk mencari nishob emas yg tdk murni (emas dgn kadar kurang dari 100%) yaitu dgn cara: Nishob emas murni (77,58) dibagi kadar emas yg tdk murni kemudian hasilnya dikalikan dgn kadar emas murni (100)

Contoh:

Untuk pencarian Nishob emas dgn kadar 90%:
Nishob = 77,58 : 90 x 100 = 86,2 Gr

Zakat yg harus dikeluarkan – 2,5% (1/40) = 2,155 Gr

- 2,0% (1/50) = 17,24 Gr

Untuk pencarian Nishob emas dgn kadar 75%:
Nishob = 77,58 : 75 x 100 = 103,44 Gr

Zakat yg harus dikeluarkan – 2,5% (1/40) = 2,586 Gr

- 2,0% (1/50) = 20,688 Gr

- Nishob dan ukuran utk jenis biji-bijian dengan menggunakan berat/gram sebagai mana daftardi atas adalah hanya pendekatan saja. Sebeb ukuran yang asal menurut Syara’ adalah dengan menggunakan Sho’ / Wasaq yang ada pada jaman Rasululloh SAW, maka dihimbau kepada kaum muslimin apabila ada perbedaan pendapat dalam menentukan berat kadar nishob, agar mengambil kadar yang ukurannya telah diyakini tidak kurang dari kadar yang telah ditentukan Syara’. ( Fathul Wahhab 1/114 dan S. Taufiq:41)


Oleh Adi Reza di INFO-IMAN.blogspot.com#
www.info-iman.blogspot.com

BID'AH ALA MADZAHIBIL ARBA'AH

 

 



إِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ، وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ





"Sesungguhnya ucapan yang paling benar adalah kitab Allah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad SAW, dan seburuk-buruk perkara adalah perkara baru, setiap perkara baru adalah bid'ah, dan setiap bid'ah itu sesat dan setiap kesesatan itu tempatnya di neraka." (HR. An-Nasa'i)

Hadits ini merupakan salah satu dari sekian banyak hadits yang berbicara tentang bid'ah. Namun untuk memahami perkara bid'ah ini tidak asal begitu saja kita pahami secara harfiah atau tekstual dari hadits tersebut, sehingga siapapun menjadi mudah untuk mengklaim saudara-saudaranya semuslim yang melakukan satu perkara yang tidak pernah dilakukan di zaman nabi SAW kita anggap sebagai pelaku bid'ah yang sesat, dan jika ia sesat berarti tempatnya di neraka. Agar tidak berkesan tergesa-gesa ada baiknya kita memahami terlebih dahulu masalah ini melalui kajian-kajian dari para ulama salafush-shalih kita yang telah terebih dahalu mengkajinya.


Definisi Bid'ah
Untuk mengetahui pengertian bid'ah yang benar maka kita harus terlebih dahulu memahami arti bid'ah secara bahasa (etimologi) dan istilah (terminologi/syariat).


Bid'ah Menurut Bahasa (Etimologi)
Yaitu hal baru yang disisipkan pada syariat setelah setelah ia sempurna. Ibnu As-Sikkit berpendapat bahwa bid'ah adalah segala hal yang baru. Sementara istilah pelaku bid'ah (baca: mubtadi') menurut adat terkesan tercela.
Adapun Abu Adnan berpendapat bahwa bid'ah adalah melakukan satu perbuatan yang nyaris belum pernah dilakukan oleh siapapun, seperti perkataan Anda: si fulan berbuat bid'ah dalam perkara ini, artinya ia telah mendahului untuk melakukan hal itu sebelum orang lain.


Bid'ah Menurut Istilah (Terminologi/Syariat)
Ada dua cara yang ditempuh para ulama untuk mendefinisikan bid'ah menurut syara'.


Segala hal yang tidak pernah dilakukan Nabi SAW adalah Bid'ah
Pandangan ini dimotori oleh Al Izz bin Abdussalam (ulama madzhab Syafi'i), dia menganggap bahwa segala hal yang tidak pernah dilakukan Nabi SAW sebagai bid'ah. Bid'ah ini pun terbagi kepada hukum yang lima. Berikut perkataan Al Izz:

"Amal perbuatan yang belum pernah ada di zaman Nabi SAW atau tidak pernah dilakukan di zaman beliau terbagi lima macam:
  1. Bid'ah wajib.
  2. Bid'ah haram
  3. Bid'ah sunah
  4. Bid'ah makruh
  5. Bid'ah mubah
Adapun untuk mengetahui semua itu adalah mengembalikan semua perbuatan yang dinggap bid'ah itu di hadapan kaidah-kaidah syariat, jika ia masuk atau sesuai dengan kaidah atau prinsip wajib maka perbuatan itupun menjadi wajib (bid'ah wajib), jika ia masuk atau sesuai dengan kaidah atau prinsip haram maka perbuatan itupun menjadi haram (bid'ah haram), jika ia masuk atau sesuai dengan kaidah atau prinsip sunah maka perbuatan itupun menjadi sunah (bid'ah sunah), jika ia masuk atau sesuai dengan kaidah atau prinsip mubah (boleh) maka perbuatan itupun menjadi mubah (bid'ah mubah). (Lihat Qawa'id Al Ahkam fi Mashalihil Anam, juz 2. h. 204)


Makna tersebut juga dikatakan oleh Imam An-Nawawi yang berpendapat bahwa segala perbuatan yang tidak pernah ada di zaman Nabi dinamakan bid'ah, akan tetapi hal itu ada yang baik dan ada yang kebalikannya/buruk. (lihat Fathul Bari karya Ibnu Hajar Al Asqalani. Juz 2.h. 394).


Definisi Bid'ah Syariat Lebih Khusus
Cara kedua yang ditempuh para ulama untuk mendefinisikan bid'ah adalah: menjadikan pengertian bid'ah menurut syariat lebih khusus dari pada menurut bahasa. Sehingga istilah bid'ah hanya berlaku untuk suatu perkara yang tercela saja, dan tidak perlu ada penamaan bid'ah wajib, sunah, mubah dan seterusnya seperti yang diutarakan oleh Al Izz bin Abdussalam.


Cara kedua ini membatasi istilah bid'ah pada suatu amal yang diharamkan saja. Cara kedua ini diusung oleh Ibnu Rajab Al Hambali, ia pun memjelaskan bahwa bid'ah adalah suatu perbuatan yang tidak memiliki dasar syariat yang menguatkannya, adapun jika suatu perbuatan ini memiliki dasar syariat yang menguatkannya maka tidak dinamakan bid'ah, sekalipun hal itu bid'ah menurut bahasa. (lihat Jami' Al Ulum Wa Al Hikam h. 223)


Sebenarnya kedua cara yang ditempuh para ulama ini sepakat mengenai hakikat pegertian bid'ah, perbedaan mereka terjadi pada pintu masuk yang akan mengantarkan pada pengertian yang disepakati ini, yaitu bahwa bid'ah yang tercela (madzmumah) adalah yang berdosa jika megerjakannya, dimana perbuatan itu tidak memiliki dasar syar'i yang menguatkannya, inilah makna yang dimaksud dari sabda Nabi SAW,
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

"Setiap perbuatan bid'ah itu sesat."
Definisi yang jelas inilah yang dipegang oleh para ulama, ahli fikih dan imam yang diikuti. Imam Syafi'i--sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al Baihaqi--bahwa beliau berkata,
"Perkara baru yang tidak ada di zaman nabi SAW itu ada dua kategori:
  1. Perkara baru yang bertolak belakang dengan Al Qur'an, Sunnah, pendapat sahabat atau Ijma, maka itu termasuk bid'ah yang sesat (bid'ah dhalalah).
  2. Perkara baru yang termasuk baik (hasanah), tidak bertentangan dengan Al Qur'an, Sunnah, pendapat sahabat atau Ijma, maka perkara baru ini tidak tercela."
(Riwayat Al Baihaqi. Lihat kitab Manaqib Asy-Syafi'i, juga oleh Abu Nu'aim dalam kitab Hilyatul Auliya'. 9/113)

Sementara Hujjatul Islam, Abu Hamid Al Ghazali berpendapat bahwa tidak semua perkara baru yang tidak dilakukan di zaman nabi SAW itu dilarang, akan tetapi yang dilarang adalah perkara bid'ah yang bertolak belakang dengan Sunnah dan menghilangkan apa yang sudah ditetapkan syari'at. (Lih.Ihya' Ulumuddin, juz 2, h. 248)

Imam An-Nawawi telah menukil dari Sulthanul ulama, Imam Izzuddin bin Abdussalam, dia berkata di akhir kitab Qawa'id Al Ahkam (kaidah-kaidah hukum),

"Bid'ah itu terbagi kepada wajib, sunah, mubah, haram dan makruh ... "

Di kesempatan lain, dalam pembicaraan tentang hukum bersalaman usai shalat, dia juga berkata,
"Ketahuilah bahwa bersalaman ini disunahkan pada setiap pertemuan, adapun orang-orang membiasakan bersalaman pada setiap kali usai shalat maka ini tidak ada dasarnya sama sekali, akan tetapi hal itu tidak mengapa dilakukan, karena dasar bersalaman itu adalah Sunnah. Adapun mereka yang membiasakannya pada kondisi tertentu seperti usai shalat maka hal ini tidak keluar dari keberadaan bersalaman yang disinggung oleh dasar syariat (Sunnah)." (lihat An-Nanawi dalam Al Adzkar)

Adapun Ibnu Al Atsir berkata,

"Bid'ah itu ada dua macam, bid'ah huda (yang berpetunjuk) dan bid'ah dhalal (sesat), jika perkaranya bertolak belakang dengan apa yang diperintahkan Rasulullah SAW maka itu termasuk tercela dan dikecam. Jika perkara itu termasuk yang disunahkan dan dianjurkan maka perkara itu terpuji. Dia pun menambahkan: bid'ah yang baik pada dasarnya adalah sunah."
Karena itu hadits Nabi SAW,

"Bahwa setiap perkara baru itu bid'ah."
Dipahami jika perkara baru itu bertentangan dengan dasar-dasar syariat dan bertolak belakang dengan Sunnah." (lihat An-Nihayah, karangan Ibnu Al Atsir juz 1. h. 80)
Ibnu Al Manzhur juga memiliki pendapat yang bagus mengenai definisi bid'ah secara istilah syar'i, menurutnya:


Bid'ah itu ada dua macam, bid'ah berpetunjuk (huda) dan bid'ah yang sesat (dhalal). Jika perkara itu bertolak belakang dengan perintah Allah dan Rasul-Nya maka itu termasuk tercela dan dikecam. Adapun jika perkaranya termasuk atau sesuai dengan apa yang dianjurkan Allah dan Rasul-Nya maka itu termasuk perkara terpuji. Adapun perkara yang tidak ada contohnya di zaman nabi SAW seperti macam-macam jenis kebaikan dan kedermawanan serta perbuatan baik lainnya maka itu termasuk perbuatan yang terpuji (seperti bersedekah dengan pulsa, voucher, mengucapkan selamat via email dan SMS atau MMS, mengaji via telepon, dan lain sebagainya--Red)."

Perkara baru ini tidak boleh bertentangan dengan dasar-dasar syariat, karena Nabi SAW telah menilai perbuatan ini (yang sesuai dengan dasar-dasar syari'at) berhak mendapatkan pahala: beliau bersabda,

"Siapa yang memulai perbuatan baik maka ia mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya."

Pada perbuatan kebalikannya beliau bersabda pula,
"Siapa yang memulai suatu kebiasaan buruk, maka dia mendapatkan dosanya, dan dosa orang yang mengamalkannya."

Hal itu terjadi jika perbuatannya bertentangan dengan perintah Allah dan Rasul-Nya.
Begitupula dengan yang dikatakan Umar,
"Ini (shalat Tarawih berjama'ah) bid'ah yang baik".

Jika perbuatan itu termasuk katagori kebaikan dan terpuji maka dinamakannya dengan bid'ah yang baik dan terpuji, karena Nabi SAW tidak menyunahkan shalat Tarawih secara berjamaah kepada mereka, Rasulullah hanya melakukannya beberapa hari lalu meninggalkannya dan tidak lagi mengumpulkan jamaah untuk melakukan shalat Tarawih.

Praktik shalat Tarawih berjamaah ini juga tidak dilakukan pada masa Abu Bakar. Namun hal itu dipraktikkan di masa Umar bin Al Khaththab, beliau menganjurkannya serta membiasakannya, sehingga Umar menamakannya dengan bid'ah pula, namun pada hakikatnya praktik tersebut adalah sunah, berdasarkan sabda Nabi SAW,
"Ikutilah Sunnahku, dan sunah khulafa rasyidun setelahku."
Juga sabda beliau lainnya,
"Ikuti orang-orang setelahku, yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali ..."
Adapun hadits nabi SAW,
"Setiap perkara baru adalah bid'ah"

Dipahami jika perkara itu bertolak belakang dengan dasar-dasar syariat dan tidak sesuai dengan Sunnah. (lihat Lisan Al 'Arab juz 8. h. 6)


Sikap Para Ulama terhadap Definisi Bid'ah
Jumhur ulama (mayoritas ulama) berpendapat bahwa bid'ah terbagi beberapa macam, hal ini nampak pada pendapat imam Syafi'i dan para pengikutnya seperti, Al Izzu bin Abdussalam, An-Nawawi dan Abu Syamah. Dari Madzhab Maliki seperti, Al Qarafi dan Az-Zarqani. Dari Madzhab Hanafi, seperti Ibnu Abidin. Dari Madzhab Hambali, seperti Ibnu Al Jauzi. Dari madzhab Zhahiriyah, seperti Ibnu Hazm.
Semua ini tercermin dalam definisi yang diberikan Al Izz bin Abdussalam mengenai bid'ah, yaitu perbuatan atau amal yang tidak pernah ada di zaman Nabi SAW, dan hal ini tebagi pada bid'ah wajib, sunah, haram, makruh dan mubah.
Para ulama ini memberikan contoh-contoh mengenai pembagian bid'ah ini:
  • Bid'ah wajib
Seperti mempelajari ilmu nahwu dan sharaf (gramatika bahasa Arab) yang dengannya dapat memahami kalam Ilahi dan sabda Rasulullah. Ini termasuk bid'ah wajib, karena ilmu ini berfungsi untuk menjaga kemurnian syariat, sebagaimana dijelaskan dalam kaidah fikih,

مَا لاَيَتِمُّ الوَاجِبُ إِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ

"Sesuatu yang tanpanya kewajiban tidak akan berjalan sempurna maka sesuatu itu pun menjadi wajib hukumnya."

  • Bid'ah haram
Seperti pemikiran sekte Al Qadariyah, sekte Al Jabariyah, sekte Al Murji'ah dan sekte Al Khawarij, paham bahwa Al Qur'an adalah produk budaya, dan paham bahwa zamantini masih jahiliyah sehingga hukum-hukum Islam belum bisa diterapkan, dan lain sebagainya.

  • Bid'ah sunah
Seperti merenovasi sekolah, membangun jembatan, shalat tarawih secara bejamaah dengan satu imam, dan adzan dua kali pada shalat Jum'at.

  • Bid'ah makruh
Seperti menghiasi atau memperindah Masjid dan Kitab Al Qur'an.

  • Bid'ah mubah
Seperti, bersalaman usai shalat jamaah, tahlil, memperingati Maulid Nabi SAW, berdoa dan membaca Al Qur'an di kuburan, dzikir secara berjamaah dengan dipimpin imam usai shalat, dzikir dengan suara keras secara berjamaah, dan keanekaragaman bentuk pakaian dan makanan.

Mengenai bid'ah mubah ini diperlukan sikap toleransi yang tinggi di kalangan umat Islam untuk menjaga persatuan dan persaudaraan yang hukumnya wajib, artinya siapa saja boleh melakukan dan meninggalkannya, jangan sampai ada pemaksaan sedikitpun dalam melakukannya apalagi saling merasa benar atau menyalahkan kelompok lainnya.
Adapun dalil yang menjadi dasar pembagian bid'ah ini menjadi lima adalah:
  1. Perkataan Umar tentang shalat tarawih berjamaah di masjid pada bulan Ramadhan dengan mengatakan,
نِعْمَتِ الْبِدْعَةُ هَذِهِ

Ini sebaik-baik bid'ah.

Diriwayatkan dari Abdurrahaman bin Abdul Qari, dia berkata:
Aku keluar rumah bersama Umar bin Khaththab pada malam bulan Ramadhan menuju masjid. Kami menyaksikan orang-orang terbagi-bagi, masing masing melakukan shalat sendirian. Kemudian Umar berkata,

"Aku berpandangan andai saja aku bisa mengumpulkan mereka pada satu imam maka ini lebih baik dan ideal."

Beliaupun bertekad mengumpulkan mereka dengan imamnya Ubai bin Ka'ab. Kemudian aku keluar ke masjid pada hari berikutnya bersama beliau, kamipun melihat orang-orang sedang shalat dibelakang satu imam. Umar lalu berkata,

نِعْمَتِ الْبِدْعَةُ هَذِهِ

Inilah sebaik-baik bid'ah.

Adapun melakukannya di akhir malam maka itu lebih afdhal daripada melakukannya di awal malam. (HR. Bukhari)

  1. Abdullah bin Umar menilai shalat Dhuha yang dilakukan secara berjamaah di masjid adalah bid'ah, padahal itu merupakan perkara baik.

Diriwayatkan dari Mujahid, dia berkata:
Aku dan Urwah bin Zubair masuk masjid, ternyata ada Abdullah bin Umar sedang duduk di samping serambi rumah Aisyah, lalu ada sekelompok orang melakukan shalat Dhuha secara berjamaah. Kamipun menanyakan hukum shalat mereka ini kepadanya, diapun menjawab,

"Bid'ah".
(HR. Bukhari dan Muslim)

  1. Hadits-hadits yang menunjukkan pembagian bid'ah menjadi bid'ah baik dan buruk diantaranya adalah yang diriwayatkan secara marfu' (shahih dan sampai pada nabi SAW):

"Siapa yang memulai suatu perbuatan baik maka ia akan mendapatkan pahalanya, dan pahala dari orang yang mengikutinya sampai hari kiamat. Siapa yang memulai suatu perbuatan buruk maka ia akan mendapatkan dosanya dan dosa dari orang yang mengikutinya sampai hari kiamat." (HR. Muslim)
Dari apa yang disampaikan dapat kita simpulkan bahwa mengenai bid'ah ini ada dua pandangan para ulama:
  1. Seperti yang dikemukan oleh Ibnu Rajab Al Hambali dan selainnya, bahwa semua perbuatan yang diberi pahala dan disyariatkan melakukannya tidak dinamakan bid'ah, sekalipun hal itu pantas dinamakan bid'ah dari segi bahasa, yaitu perbuatan baru yang belum pernah ada yang melakukannya, akan tetapi penamaan bid'ah terhadap perbuatan ini tidak dimaksudkan sebagai bid'ah yang tercela apalagi sesat.
  2. Pandangan perincian macam-macam bid'ah seperti yang dikemukakan oleh Al Izz bin Abdissalam sebagaimana yang telah kami paparkan sebelumnya.
Sementara sikap kita sebagai muslim terhadap masalah yang cukup penting ini yang mempengaruhi pemikiran Islam, masalah-masalah fikih, juga pandangan atau sikap kita terhadap saudara-saudara semuslim kita lainnya, sehingga janganlah dengan mudah kita mengklaim mereka yang melakukan bid'ah hasanah (yang baik) itu sebagai pelaku bid'ah yang sesat dan fasiq (wal 'iyadzu billah/kita memohon perlindungan kepada Allah dari hal itu), hal ini terjadi karena ketidaktahuan dengan prinsip-prinsip atau kaidah-kaidah yang telah jelas tersebut, sehingga masalah inipun menjadi samar dan aneh di kalangan umat Islam.

Wallahu a'lam


www.info-iman.blogspot.com

Zakat Fitrah Dengan Uang

https://encrypted-tbn0.google.com/images?q=tbn:ANd9GcTqyLhhUO-1GyJEMS99V5sAD6KDm1D51XKYk-9jVNWyqclP2AJE Bagaimana hukummya zakat fitrah dengan menggunakan uang,apakah ada qoul  dari madzhab Syafi’i yang memperbolehkannya ?
Zakat fitrah wajib dikeluarkan berupa makanan pokok daerah setempat dan tidak boleh berupa uang. Ini menurut pendapat madzhab Syafi’i. Adapun menurut madzhab Maliki, boleh mengeluarkan zakat fitrah dengan uang senilai makanan pokok (beras) yang dikeluarkan, namun makruh. Sedangkan menurut pendapat madzhab Hanafi boleh mengeluarkan berupa uang senilai setengah sha’ gandum atau tepung gandum setara dengan 1,907 kg (jika digenapkan menjadi 2 kg).

ANJURAN : tetap mengamalkan pendapat madzhab Syafi’i yaitu berupa makanan pokok (beras). Adapun jika ingin memberikan uang (bukan beras) tanpa keluar dari madzhab Syafi’i, bisa disiasati dengan cara : membeli beras 1 sha’ dari seorang mustahiq lalu ia menyerahkan beras itu kepada mustahiq (penjual beras tadi) sebagai zakat fitrahnya. Setelah diterima, mustahiq menjual kembali beras itu kepada orang lain yang nantinya ia akan berzakat kepadanya. Begitu seterusnya secara berulang-ulang.

المجموع – (ج 5 / ص 428)
{ ولا يجوز أخذ القيمة في شئ من الزكاة لان الحق لله تعالى وقد علقه علي ما نص عليه فلا يجوز نقل ذلك إلى غيره كالاضحية لما علقها علي الانعام لم يجز نقلها إلى غيرها فان أخرج عن المنصوص عليه سنا أعلي منه مثل أن يخرج عن بنت مخاض بنت لبون أجزأه لانها تجزئ عن ست وثلاثين فلان تجزئ عن خمس وعشرين اولي كالبدنة لما أجزأت عن سبعة في الاضحية فلان تجزئ عن واحد اولي وكذلك لو وجبت عليه مسنة فأخرج تبيعين اجزأه لانه إذا اجزأه ذلك عن ستين فلان يجزئ عن اربعين اولي } * { الشرح } اتفقت نصوص الشافعي رضى الله عنه انه لا يجوز اخراج القيمة في الزكاة وبه كذا في الاصل والصواب عليهن قطع المصنف وجماهير الاصحاب وفيه وجه ان القيمة تجزئ حكاه وهو شاذ باطل ودليل المذهب ما ذكره المصنف
المجموع – (ج 5 / ص 429)
(فرع) قد ذكرنا أن مذهبنا انه لا يجوز اخراج القيمة في شئ من الزكوات وبه قال مالك وأحمد وداود الا ان مالكا جوز الدراهم عن الدنانير وعكسه وقال أبو حنيفة يجوز فإذا لزمه شاة فأخرج عنها دراهم بقيمتها أو اخرج عنها ماله قيمة عنده كالكلب والثياب * وحاصل مذهبه ان كل ما جازت الصدقة به جاز اخراجه في الزكاة سواء كان من الجنس الذى وجبت فيه الزكاة ام من غيره الا في مسألتين (احداهما) تجب عليه الزكاة فيخرج بقيمتها منفعة عين بأن يسلم الي الفقراء دارا يسكنونها بقيمة الزكاة (والثانية) ان يخرج نصف صاع جيد عن نصف صاع وسط لزمه فانه لا يجزئه ووافق على انه لا تجزئ القيمة في الاضحية وكذا لو لزمه عتق رقبة في كفارة لا تجزئ قيمتها وقال أبو يوسف وأبو حنيفة إذا ادى عن خمسة جياد دونها في الجودة اجزأه وقال محمد يؤدى فضل ما بينهما وقال زفر عليه ان يتصدق بغيرها ولا يجزئه الاول كذا حكاه ابو بكر الرازي وقال سفيان الثوري يجزئ اخراج العروض عن الزكاة إذا كانت بقيمتها وهو الظاهر من مذهب البخاري في صحيحه وهو وجه لنا كما سبق * واحتج المجوزون للقيمة بأن معاذا رضى الله عنه قال لاهل اليمن حيث بعثه رسول الله صلي الله عليه وسلم لاخذ زكاتهم وغيرها ” ائتوني بعرض ثياب خميص أو لبيس في الصدقة مكان الشعير والذرة اهون عليكم وخير لاصحاب النبي صلي الله عليه وسلم بالمدينة ” ذكره البخاري في صحيحه تعليقا بصيغة جزم وبالحديث الصحيح ” في خمس وعشرين بنت مخاض فان لم تكن فابن لبون ” قالوا وهذا نص علي دفع القيمة قالوا ولانه مال زكوى فجازت قيمته كعروض التجارة ولان القيمة مال فأشبهت المنصوص عليه ولانه لما لما جاز العدول عن العين إلى الجنس بالاجماع بأن يخرج زكاة غنمه عن غنم غيرها جاز العدول من جنس الي جنس

قرة العين بفتاوي علماء الحرمين / 76
(مسئلة) ان اخرج قيمة الصاع دراهم او ذهبا فانه يجزئ مع الكراهة كما قال الدردير في فصل مصرف الزكاة من اقرب المسالك الا العين عن حرث وماشية بالقيمة فتجزئ بكره وهذا شامل لزكاة الفطر اهـ وفي حاشية الصاوي في فصل زكاة الفطر نقلا عن تقرير الدردير انه ان اخرج قيمة الصاع عينا فالأظهر الإجزاء لأنه يسهل بالعين سد خلته في ذلك اليوم اهـ

رد المحتار – (ج 7 / ص 294)
( قَوْلُهُ : أَوْ دَقِيقِهِ أَوْ سَوِيقِهِ ) الْأَوْلَى أَنْ يُرَاعَى فِيهِمَا الْقَدْرُ وَالْقِيمَةُ احْتِيَاطًا وَإِنْ نَصَّ عَلَى الدَّقِيقِ فِي بَعْضِ الْأَخْبَارِ هِدَايَةٌ ؛ لِأَنَّ فِي إسْنَادِهِ سُلَيْمَانُ بْنُ أَرْقَمَ وَهُوَ مَتْرُوكُ الْحَدِيثِ فَوَجَبَ الِاحْتِيَاطُ بِأَنْ يُعْطِيَ نِصْفَ صَاعِ دَقِيقِ بُرٍّ أَوْ صَاعَ دَقِيقِ شَعِيرٍ يُسَاوِيَانِ نِصْفَ صَاعِ بُرٍّ وَصَاعَ شَعِيرٍ لَا أَقَلَّ مِنْ نِصْفٍ يُسَاوِي نِصْفَ صَاعِ دَقِيقِ بُرٍّ أَوْ أَقَلَّ مِنْ صَاعٍ يُسَاوِي صَاعَ شَعِيرٍ وَلَا نِصْفَ لَا يُسَاوِي نِصْفَ صَاعِ بُرٍّ أَوْ صَاعَ لَا يُسَاوِي صَاعَ شَعِيرٍ فَتْحٌ وَقَوْلُهُ فَوَجَبَ الِاحْتِيَاطُ مُخَالِفٌ لِتَعْبِيرِ الْهِدَايَةِ وَالْكَافِي بِأَوْلَى إلَّا أَنْ يُحْمَلَ أَحَدُهُمَا عَلَى الْآخَرِ تَأَمَّلْ ( قَوْلُهُ : وَجَعَلَاهُ كَالتَّمْرِ ) أَيْ فِي أَنَّهُ يَجِبُ صَاعٌ مِنْهُ .( قَوْلُهُ : وَهُوَ رِوَايَةٌ ) أَيْ عَنْ أَبِي حَنِيفَةَ كَمَا فِي بَعْضِ النُّسَخِ ( قَوْلُهُ : وَصَحَّحَهَا الْبَهْنَسِيُّ ) أَيْ فِي شَرْحِهِ عَلَى الْمُلْتَقَى وَالْمُرَادُ أَنَّهُ حَكَى تَصْحِيحَهَا وَإِلَّا فَهُوَ لَيْسَ مِنْ أَصْحَابِ التَّصْحِيحِ قَالَ فِي الْبَحْرِ : وَصَحَّحَهَا أَبُو الْيُسْرِ وَرَجَّحَهَا الْمُحَقِّقُ فِي فَتْحِ الْقَدِيرِ مِنْ جِهَةِ الدَّلِيلِ وَفِي شَرْحِ النُّقَايَةِ وَالْأَوْلَى أَنْ يُرَاعَى فِي الزَّبِيبِ الْقَدْرُ وَالْقِيمَةُ ا هـ : أَيْ بِأَنْ يَكُونَ نِصْفُ الصَّاعِ مِنْهُ يُسَاوِي قِيمَةَ نِصْفِ صَاعِ بُرٍّ حَتَّى إذَا لَمْ يَصِحَّ مِنْ حَيْثُ الْقَدْرُ يَصِحُّ مِنْ حَيْثُ قِيمَةُ الْبُرِّ لَكِنْ فِيهِ أَنَّ الصَّاعَ مِنْ الزَّبِيبِ مَنْصُوصٌ عَلَيْهِ فِي الْحَدِيثِ الصَّحِيحِ ، فَلَا تُعْتَبَرُ فِيهِ الْقِيمَةُ كَمَا يَأْتِي تَأَمَّلْ


Salah satu pendapat  yg membolehkan dg uang sebagai mana di ungkap dalam bahsul masail NU malang jatim dan di bukukan dlm majalah AULA juli 2000, yg mana mengikut imam BULQINI dalam kitab GOYATU AL-TALHISHI AL-MUROD 112, : " Sesungguhnya aku (pengarang kitab) telah meyakini dan mengerjakannya meski bertentangan dg MADZHAB SYAFI'I, dan UANG lebih bermanfaat bagi orang yg berhak menerima zakat,sedang didlmnya tdk ada unsur peni".dan boleh mengikuti beliau karna termasuk golongan AHLI AL-TAHRIJ & AL-TATARJIH, apalagi ketika uang itu lebih diharap & dibutuhkan mustahiq. 


Oleh Saif El Nashr di INFO-IMAN.blogspot.com#

Baca Juga : INFO-IMAN/permalink

www.info-iman.blogspot.com

DOA QUNUT

بسم الله الرحمن الرحيم

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan seru sekalian alam, hanya kepada Allah SWT kami memohon pertolongan semua perkara yang bertalian dengan urusan dunia dan akherat, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW junjungan kita manusia paling mulia di antara Nabi dan Rasul yang terpercaya, dan semoga dilimpahkan pula kepada para sahabatnya dan semua pengikutnya sampai hari yang tidak ada keraguan datangnya yaitu hari kiamat dan hari pembalasan.

Para ulama berbeda pendapat pada permasalahan doa qunut, menurut Madzhab Imam Malik bahwa doa qunut pada shalat subut disunahkan, menurut Madzhab Imam Syafii bahwa doa qunut hukumnya sunah, Madzhab Imam Abu Hanifah tidak memperbolehkan doa qunut pada shalat subuh dan doa qunut hanya ada di shalat witir,  sebagian ulama berpendapat malahan memperbolehkan doa qunut di semua shalat, sebagian ulama lagi berpendapat tidak ada doa qunut kecuali pada bulan ramadhan, sebagian lagi berpendapat separo akhir di bulan ramadhan, dan sebagian lagi malahan di separo awal di bulan ramadhan.

Keterangan secara terperinci akan dibahas sebagaimana berikut ini :

Definisi qunut :

1.     Qunut menurut bahasa mempunyai banyak arti, di antaranya adalah :
a.     Taat, patuh atau tunduk : hal ini sesuai dengan firman Allah SWT : Al-Quran Surah Al-Baqarah  (2) ayat : 116

{ بَـلْ لـَهُ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ كـُلٌّ لَهُ قـَانِتـُونَ }

Artinya :   Bahkan apa yang ada di langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah, semua tunduk kepada Allah.

b.     Shalat : hal ini sesuai dengan firman Allah SWT : Al-Quran Surah Al- ‘Imran  (3) ayat : 43

{ يَا مَرْيَمُ اُقـْـنـُتِي لِرَبّـِك وَاسْجُدِي وَارْكَعِي مَعَ الرَّاكِعِينَ}.

Artinya :    Hai Maryam taatlah (shalatlah) kepada Tuhan-mu, sujud dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’.

c.     Lama berdiri :  hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW :

{ أَفـْضَلُ الصَّلاةِ طُولُ الـْـقــُنـُوتِ }

Artinya :   Shalat yang paling utama adalah yang lama berdirinya.

Ibnu Umar RA ditanya seputar qunut, beliau menjawab : Aku tidak mengetahui tentang qunut kecuali artinya lama berdiri, kemudian beliau membacakan firman Allah SWT : Al-Quran Surah Al-Zumar (39) ayat : 9
{ أَمَّـنْ هُوَ قـَانِتٌ آنـَاءَ اللــَّيْـلِ سَاجِدًا وَقـَائِمًا } .
Artinya :   (Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat ([1]) di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri.

d.     Diam : sebagaimana riwayat yang datang dari Zaid bin Arqam RA, beliau berkata : Kami sedang bercakap-cakap dalam shalat, ada seseorang berkata kepada kawannya, sedangkan dia sedang ada di tengah-tengah shalat, kemudian turun ayat : Al-Quran : Surah Al-Baqarah (2) ayat : 238

{ وَقـُومُوا لِلَّهِ قـَانِتِـينَ }

Artinya :   dan berdirilah karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’ ([2]).

Kemudian kami diperintahkan diam dan dilarang bercakap-cakap.

e.     Doa : inilah makna yang lebih dikenal, Imam Al-Zujaj berkata, arti qunut menurut bahasa adalah doa, bahwa orang berqunut adalah orang yang berdoa.  Imam Nawawi menjelaskan bahwa qunut hanya dipakai untuk istilah doa, apakah doa itu baik atau buruk.  Ibnu ‘Alan menjelaskan arti qunut menurut istilah adalah nama doa di dalam shalat pada tempat tertentu pada waktu berdiri.


Qunut di dalam shalat :

2.     Qunut hanya terbatas pada 3 tempat : yaitu pada shalat subuh, shalat witir, dan pada Nazilah situasi genting (Nazilah), adapun penjelasan masing-masing sebagaimana berikut ini :

A.    Doa qunut pada shalat subuh
3.     Para ulama ahli fikih berbeda pendapat pada hukum doa qunut di dalam shalat subuh : di sini terdapat  4 pendapat :

Pertama :
Menurut Ulama di kalangan Madzhab Imam Hanafi, Madzhab Imam Hanbali dan Imam Al-Tsauriy : bahwa doa qunut di dalam shalat subuh tidak disyareatkan (tidak diperintahkan), yaitu sesuai Hadits yang diriwayat dari Ibnu Abas RA, Ibnu Umar RA, Ibnu Mas’ud RA, dan Abu Darda’ RA.  Imam Abu Hanifah berkata : doa qunut pada shalat subuh adalah bid’ah, dan Ulama-ulama di kalangan Madzhab Imam Hanbali mengatakan : doa qunut pada shalat subuh hukumnya makruh.
Mereka menyandarkan pada Hadits Nabi SAW :

{ قـَـنـَتَ فِي صَـلاةِ الـْـفـَجْـرِ شَـهْـرًا يَدْعُـو فِي قـُـنـُوتِهِ عَـلـَى أَحْـيَاءٍ مِنْ أَحْـيَاءِ الـْعَـرَبِ ، ثــُمَّ تـَرَكــَهُ }
Artinya :   Rasulullah di dalam shalat subuh mengerjakan doa qunut selama sebulan terus-menerus semasa hidupnya bersama-sama sahabatnya, kemudian Beliau meninggalkannya.

Mereka mengatakan bahwa hukum doa qunut tersebut telah dimansukh (dibatalkan/direvisi), karena Nabi SAW meninggalkan qunut, ini merupakan bukti bahwa doa qunut pada shalat subuh telah dimansukh (dibatalkan/direvisi).
Terdapat pula Hadits yang diriwayatkan dari Abu Malik Sa’d bin Thariq Al-Asyja’i,  Beliau berkata : Aku berkata kepada ayahku : Wahai ayahanda, Engkau telah shalat di belakang Rasululah SAW, kemudian di belakang Abu Bakar As-Sidiq RA, kemudian di belakang ‘Utsman RA, kemudian di belakang ‘Ali RA, kemudian di Kufah kira-kira lima tahun, apakah mereka mengerjakan doa qunut?  Ayahku menjawab : Wahai Anakku, itu adalah perkara baru, pada perkataan lain, Wahai Anakku itu adalah bid’ah.  Imam Al-Tirmidzi berkata : hadits ini adalah yang paling banyak dilaksanakan oleh para ulama.

Kedua :
Yang Masyhur (Mayoritas) di kalangan Madzhab Imam Malik RA mengatakan : doa qunut pada shalat subuh adalah Mustahab (disunahkan) dan suatu keutamaan, karena Rasulullah SAW mengerjakan doa qunut pada shalat subuh, sesuai hadits yang diriwayatkan dari : Abu Hurairah RA, Khaffaf bin Ima’ RA, Al-Bara’ RA, dan Anas bin Malik RA.
Anas bin Malik RA berkata :

{ مَا زَالَ رَسُولُ اللَّهِ يَقـْـنـُتُ فِي الـْـفـَجْـرِ حَـتــَّى فـَارَقَ الدُّنـْـيَا }

Artinya :   Rasulullah SAW senantiasa mengerjakan doa qunut di waktu shalat subuh sampai Beliau meninggal dunia.

‘Ali bin Ziyad berkata : doa qunut di dalam shalat subuh hukumnya wajib, barang siapa yang meninggalkannya maka shalatnya batal.
Doa qunut boleh dikerjakan sebelum atau sesudah ruku’ pada rakaat kedua, yang lebih utama adalah sebelum ruku’ setelah membaca ayat Al-Quran yang sebelumnya tidak didahului dengan takbir, yang demikian itu untuk membantu orang yang tertinggal shalatnya, dan tidak ada penyela antara dua rukun shalat (yaitu rukun sebelum qunut dan rukun setelah qunut), sebagaimana yang ditetapkan Umar bin Khatab RA yang dihadiri para sahabat Nabi SAW.  Al-Qadli Abdul Wahab Al-Baghdadiy menuturkan : diriwayatkan dari Abu Rajaa Al-‘Uthaaridiy, bahwasanya Beliau berkata : doa qunut adalah setelah ruku’, dan Umar bin Khatab RA menjadikan sebelum ruku’ agar orang mendapatkan rakaat berjamaah bagi yang btertinggal.  Diriwayatkan bahwa sahabat Muhajirin dan Anshar bertanya kepada Utsman bin Affan RA yang menjadikan doa qunut sebelum ruku’, yang di sana terdapat keuntungan yang tidak didapatkan  bila doa qunut dilakukan setelah ruku’, yaitu berdirinya menjadi panjang, maka orang yang ketinggalan rakaat akan dapat mengikutinya, karena dengan adanya doa qunut berdiri shalatnya menjadi lama, dan dilaksanakan sebelum ruku’ lebih utama terlebih pada shalat fajar (subuh).
Doa qunut yang disunahkan adalah :

اللـَّهُمَّ إنـَّا نـَسْـتـَعِـينـُـك ، وَنـَسْـتـَغـْـفـِرُك ، وَنـُؤْمِنُ بِك ، وَنـَتـَوَكــَّـلُ عَـلـَيْـك ، وَنـَخْضَعُ لَك ، وَنـَخْـلـَعُ وَنـَتـْرُكُ مِنْ يَكـْـفـُرُك ، اللـَّهُمَّ إيَّاكَ نـَعْـبُدُ ، وَلَك نـُصَلِّي وَنـَسْجُدُ ، وَإِلَيْـك نـَسْعَى وَنـَحْـفـِدُ ، نـَرْجُو رَحْمَتـَك ، وَنـَخَافُ عَـذَابَـك ، إنَّ عَـذَابَـك الـْجـِدُّ بـِالـْكـُـفـَّارِ مُـلـْحَـقٌ .
Artinya :
“ Ya Allah sesungguhnya kami memohon pertolongan-Mu, kami memohon ampunan-Mu, kami beriman kepada-Mu, kami bertawakal (berserah diri) hanya kepada-Mu, kami merendahkan diri di hadapan-Mu, kami mengucilkan diri dan meninggalkan perbuatan ingkar kepada-Mu, Ya Allah,  hanya kepada-Mu kami beribadah, kepada-Mu-lah kami mendirikan shalat dan bersujud, karena Engkaulah kami berusaha dan bekerja dengan penuh kesungguhan, kami sangat mengharap rahmat-Mu, kami sangat takut siksa-Mu, sesungguhnya siksa-Mu yang teramat pedih yang pasti akan ditimpakan kepada orang-orang kafir”.

Barang siapa yang meninggalkan doa qunut dengan sengaja atau karena lupa, maka tidak menjadikan shalatnya batal, jika mengerjakan sujud sebelum salam karena meninggalkan doa qunut maka shalatnya malahan menjadi batal.  Doa qunut tidak mempunyai batasan-batasan tertentu.  Pada doa qunut tidak perlu mengangkat tangan sebagaimana tidak perlu mengangkat tangan pada ucapan amiin dan doa tasyahud (doa tahiyat pada shalat).  Doa qunut disunahkan dengan sir (suara lirih atau tidak keras) baik untuk imam, makmum, dan yang shalat sendirian, karena doa dituntut dengan suara sir (suara lirih atau tidak keras) hal ini dikhawatirkan akan timbul ria’.
Makmum yang ketinggalan (masbuq), jika mendapatkan rakaat kedua tidak meng-qadla (melaksanakan qunut lagi), sesungguhnya dia hanya melaksanakan qunut pada rakaat yang pertama yang pada rakaat ini tidak ada qunut.  Imam Ibnu Rusyd berkata : jika seseorang makmum masbuq mendapatkan rakaat sebelum ruku’ kedua (rakaat kedua)  tidak meng-qadla qunutnya, baik mendapatkan qunut-nya imam atau tidak.

 Ketiga :
Menurut Madzhab Imam Syafi’i : doa qunut di dalam shalat subuh hukumnya sunah.  Imam Nawawiy berkata : ketahuilah bahwa doa qunut disayreatkan (diperintahkan) di dalam shalat subuh menurut madzhab kami, yaitu hukumnya sunah muakkad.
Hadits yang diriwayatkan Anas bin Malik RA :

{ مَا زَالَ رَسُولُ اللَّهِ يَقـْـنـُتُ فِي الـْـفـَجْـرِ حَـتــَّى فـَارَقَ الدُّنـْـيَا }

Artinya :   Rasulullah SAW senantiasa mengerjakan doa qunut di waktu shalat subuh sampai Beliau meninggal dunia.

Mereka mengatakan : bila orang yang shalat subuh meninggalkan doa qunut maka shalatnya tidak batal (tetap sah) tetapi disunahkan sujud sahwi, baik meninggalkan doa qunut tersebut sengaja atau kelupaan.
Adapun waktunya doa qunut adalah setelah berdiri dari ruku’ pada rakaat kedua shalat subuh, jika mengerjakan doa qunut sebelum ruku’ maka tidak dihitung sebagai doa qunut menurut pendapat yang paling kuat, dan mengulang lagi doa qunut setelah ruku’ kemudian mengerjakan sujud sahwi sebelum salam.
Adapun doa qunut yang terpilih, sebagaimana yang diriwayatkan dari Hasan bin ‘Ali RA, Beliau berkata :

{ عَـلـَّمَنِي رَسُولُ اللَّهِ كـَلِمَاتٍ أَقــُولـُهُنَّ فِي الـْوِتـْرِ : اللــَّهُـمَّ اهْدِنِي فِـيمَنْ هَـدَيْت ، وَعَافِـنِي فِـيمَنْ عَافـَيْت ، وَتـَوَلــَّنِي فِـيمَنْ تـَوَلــَّيْت ، وَبَارِكْ لِي فِـيمَا أَعْطـَيْت ، وَقـِنِي شَرَّ مَا قـَضَيْت ، فـَإِنــَّك تـَقـْضِي وَلا يُقـْضَى عَـلـَيْـك ، وَأَنـَّهُ لا يَذِلُّ مَنْ وَالـَيْت ، تـَبَارَكـْت رَبّـَنـَا وَتـَعَالـَيْت } ،


Artinya :
Rasulullah SAW telah mengajarkan kepadaku doa yang selalu aku ucapkan setiap kali shalat witir : Ya Allah berilah aku petunjuk sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk, berilah aku ‘afiat ([3]) sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri ‘afiat, palingkanlah aku dari keburukan dan mara bahaya sebagaimana Engkau telah palingkan orang-orang dari keburukan dan mara bahaya, berikanlah kepadaku keberkahan ([4]) terhadapat apa-apa yang telah Engkau karuniakan, peliharalah aku dari keburukan yang telah Engkau putuskan, sesungguhnya Engkau Yang Maha memutuskan tidak ada satu makhluk-pun yang mampu membatalkan keputusan-Mu, sesungguhnya tidak menjadi hina dina orang-orang yang telah Engkau simpangkan (selamatkan) dari keburukan dan mara bahaya, Maha Suci Engkau Tuhan kami dan Maha Tinggi Engkau Ya Allah.
Para ulama menambahkan :
{ وَلا يَعِـزُّ مَنْ عَادَيْـت }
Artinya :   sekali-kali tidak akan mulia orang yang telah Engkau hinakan.
Sebelum :
{ تـَبَارَكـْت رَبّـَنـَا وَتـَعَالـَيْت }

Artinya :   Maha Suci Engkau Tuhan kami dan Maha Tinggi Engkau Ya Allah.

Kemudian ditutup :

{ فـَلَكَ الـْحَمْدُ عَلـَى مَا قـَضَيْت ، أَسْـتـَغـْـفِرُك وَأَتـُوبُ إلَيْـك } .
Artinya :   Hanya untuk-Mu segala puji atas segala sesuatu yang telah Engkau putuskan (tetapkan), aku mohon ampun kepada-Mu dan aku bertaubat kepada-Mu.

Imam Nawawiy berkata : sahabat-sahabat kami (ulama di kalangan Madzhab Imam Syafii) menjelaskan : tidak menjadi masalah menambahi doa qunut dengan tambahan doa ini.  Imam Abu Hamid (Al-Ghazali), Imam Al-Bandanjiy dan lainya mengatakan : disunahkan doa qunut dengan tambahan doa ini.  Disunahkan pula di akhir doa qunut dengan mengucapkan :

اللـَّهُمَّ صَلِّ عَلـَى مُحَمَّدٍ وَعَلـَى آلِ مُحَمَّدٍ وَسَـلــِّمْ

Artinya :   Ya Allah, berikanlah shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya.

Demikian dari riwayat yang shahih dan masyhur.

Imam Nawawiy berkata : ketahuilah bahwa doa qunut bukan hanya spesifik seperti doa-doa yang terpilih pada masing-masing madzhab, doa apa saja yang dipakai (dalam Bahasa Arab yang benar) maka sudah termasuk qunut, walaupun ber-doa qunut dengan ayat atau beberapa ayat dari Al-Qur’an, dimana ayat tersebut memuat doa maka sudah termasuk dalam klasifikasi doa qunut, tetapi yang lebih utama adalah yang datang dari Sunah (Hadits) Rasulullah SAW.
Doa qunut yang diriwayatkan dari Umar bin Al-Khatab RA, itu juga baik, telah datang suatu riwayat bahwasanya Umar bin Al-Khatab RA ber-qunut di waktu shalat subuh setelah ruku’ yaitu :

اللـَّهُمَّ اغْـفـِرْ لـَنَا وَلِلـْمُؤْمِنِينَ وَالـْمُؤْمِنـَاتِ ، وَالـْمُسْـلِمِينَ وَالـْمُسْـلِمَاتِ، وَأَلـّـِفْ بَيْـنَ قـُلـُوبِهِمْ ، وَأَصْـلِحْ ذَاتَ بَيْـنِهِمْ ، وَانـْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّك وَعَـدُوِّهِمْ ، اللـَّهُمَّ الـْعَنْ كـَفـَرَة َ أَهْـلِ الـْـكِتـَابِ الــَّذِينَ يَصُـدُّونَ عَنْ سَبـِـيلِك ، وَيُكَـذِّبُونَ رُسُـلَك ، وَيُقـَاتـِلـُونَ أَوْلِيَاءَك ، اللـَّهُمَّ خَالِفْ بَيْـنَ كـَلِمَتِهِمْ ، وَزَلـْزِلْ أَقـْدَامَهُمْ ، وَأَنـْزِلْ بـِهِمْ بَأْسَـك الــَّذِي لا تـَرُدُّهُ عَنْ الـْـقـَوْمِ الـْمُجْرِمِيـنَ ، بِسْمِ اللَّه الرَّحْمَن الرَّحِيم ، اللـَّهُمَّ إنــَّا نـَسْـتـَعِينـُك وَنـَسْـتـَغـْـفِرُك ، وَنـُثــْـنِي عَلـَيْك  وَلا نـَكـْـفـُرُك ، وَنـَخْـلـَعُ وَنـَتـْرُكُ مَنْ يَفـْجُرُك ، بِسْمِ اللَّه الرَّحْمَن الرَّحِيم ، اللــَّهُمَّ إيَّاكَ نـَعْـبُدُ وَلَك نـُصَـلـِّي وَنـَسْجُدُ ، وَلَك نـَسْعَى وَنـَحْـفـِدُ ، وَنـَخْـشَى عَـذَابَك الـْجِـدَّ ، وَنـَرْجُو رَحْمَتـَـك ، إنَّ عَذَابـَك بـِالـْكـَافِـرِينَ مُلـْحَـقٌ .
Artinya :
Ya Allah ampunilah kami dan orang yang beriman laki-laki dan perempuan, ampunilah orang Islam laki-laki dan perempuan, satukan antara hati-hati mereka, dan berilah kemaslahatan (kebaikan) apa yang ada di antara mereka, tolonglah mereka dalam mengahadapi musuh-musuh-Mu dan musuh mereka, ya Allah laknat-lah orang-orang kafir dari ahli kitab yang mereka selalu menghalang-halangi jalan agama-Mu, yang mereka mendustkan Rasul-Rasul-Mu, dan membinasakan kekasih-kekasih-Mu, ya Allah jadikanlah saling berselisih perkataan-perkataan mereka, berilah kegamangan dan kenistaan terhadap langkah-langkah mereka, turunkanlah siksa-Mu terhadap mereka dimana orang-orang pendosa tidak mampu menghindar, dengan menyebut Asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Ya Allah kami memohon pertongan-Mu dan memohon ampunan-Mu, seraya memuji-Mu dan tidak mengingkari-Mu, kami memutuskan hubungan dan meninggalkan orang-orang yang berbuat dosa kepada-Mu, dengan menyebut Asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, ya Allah hanya kepada-Mu kami menyembah hanya kepada-Mu kami mendirikan shalat dan bersujud, hanya karena-Mu kami berusaha dan bekerja dengan penuh kesungguhan, kami sangat takut terhadap siksa-Mu yang sangat pedih yang tidak terperikan, kami mendambakan kasih sayang-Mu, sesungguhnya siksa-Mu pasti akan ditimpakan kepada orang-orang kafir.

Kemudian disunahkan menggabungkan antara doa qunut Umar bin Al-Khatab RA dengan doa qunut di atas, jika digabungkan kedua qunut itu yang paling tepat adalah mengakhirkan doa qunut Umar bin Al-Khatab RA, jika diringkas cukup dengan doa qunut yang pertama (di atas), hanyalah yang disunahkan adalah menggabungkan doa qunut itu apabila shalat sendirian atau menjadi imam shalat berjamaah yang terbatas pada jamah yang rela dengan shalat yang lama.
Disunahkan bila shalat menjadi imam tidak mengkhususkan doa untuk dirinya tetapi dengan kalimat yang umum, yaitu dengan kata-kata jamak (plural) :
" اللـَّهُمَّ اهْـدِنـَا . . . إلَخْ "
Artinya : Ya Allah berilah petunjuk kepada kami …….. dst.

Sebagaimana Hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Tsauban RA, bahwa Nabi SAW bersabda :

{ لا يَؤُمُّ امْرُؤٌ قـَوْمًا ، فـَيَخُصَّ نـَفـْسَهُ بـِدَعْوَةٍ دُونـَهُمْ ، فـَإِنْ فـَعَـلَ فـَقـَدْ خَانـَهُمْ }
Artinya :   tidaklah seseorang menjadi imam untuk suatu kaum (komunitas), mengkhususkan doa untuk dirinya sendiri bukan pula untuk yang lain, jika dia mengerjakan doa hanya untuk dirinya, maka dia telah mengkhianati mereka.

Adapun mengangkat tangan pada waktu doa qunut, terdapat dua pendapat yang masyhur : yang paling kuat di antara kedua pendapat itu adalah dengan mengangkat menengadahkan kedua tangan.
Sedangkan mengusapkan telapak tangan ke muka setelah selesai berdoa jika dengan mengangkat tangan, juga terdapat dua pendapat, pendapat yang lebih kuat adalah tidak mengusapkan tangan ke muka.
Adapun berdoa dengan jahar (suara keras) atau dengan sir (suara lirih), dibedakan antara shalat menjadi imam, shalat sendirian, atau bermakmum.  Jika menjadi imam disunahkan berdoa qunut dengan jahar (suara keras) ini menurut pendapat yang lebih kuat.  Jika shalat sendirian maka doa qunut dengan sir (suara lirih), di sini tidak ada perbedaan pendapat.  Jika shalat sebagai makmum, jika imam dalam doa qunutnya tidak mengeraskan suaranya, maka makmum membaca qunut dengan sir (suara lirih) seperti doa-doa yang lain, jika imam berdoa dengan jahar (suara keras) dan makmum mendengar suara imam, maka makmum mengamini doa imam dan sama-sama membaca kalimat pujian di akhir doa yaitu dengan membaca : (الحمد لله رب العالميـن).  Jika makmum tidak mendengar suara doa qunut imam, maka makmum membaca doa qunut dengan sir (suara lirih).

B.    Doa qunut pada shalat witir

4.     Ulama ahli fikih berbeda pendapat pada hukum doa qunut pada shalat witir, di sini terdapat 4 pendapat :
Pertama :
Menurut Imam Abu Hanifah : bahwa doa qunut hukumnya wajib pada shalat witir sebelum ruku’ sepanjang tahun ([5]), dua muridnya yaitu Imam Abu Yusuf dan Imam Muhammad mengatakan : doa qunut hukumnya sunah pada shalat witir sebelum ruku’ sepanjang tahun.  Menurut Madzhab Imam Hanafi, apabila orang yang mengerjakan shalat witir setelah membaca ayat Al-Quran pada rakaat yang ketiga kemudian takbir seraya mengangkat kedua tangannya kemudian membaca doa qunut, mereka mendasarkan kepada Hadits : bahwasanya Nabi SAW (mengerjakan doa qunut setiap akhir witir sebelum ruku’).
Imam Al-Karkhiy menuturkan : kadar lama berdiri selama doa qunut adalah sekadar orang membaca Surah { إذَا السَّمَاءُ انـْـشَـقــَّتْ } , sebagaimana Hadits Nabi SAW : bahwasanya Nabi SAW membaca doa qunut :
{اللّـَهُمَّ إنــَّا نـَسْـتـَعـِينـُـك  . . إلَخْ} ، {اللــَّهُمَّ اهْدِنـَا فـِيمَنْ هَـدَيْت . . إلَخْ }
Artinya :   (Ya Allah, kami memohon pertolongan kepada-Mu…. dst), (Ya Allah, berilah kami petunjuk sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk…. dst).

Kedua doa tersebut lamanya sekadar surah di atas.
Selain doa qunut tidak ada doa lain yang ditentukan waktunya, sebagaimana yang dijelaskan Imam Al-Karkhiy dalam “Kitab Al-Shalaah”, sesungguhnya diriwayatkan dari para sahabat Nabi SAW doa-doa pada keadaan qunut, sesungguhnya doa-doa yang ditentukan waktunya akan terhindar dari permintaan  selain yang dihajatkan, untuk menghadirkan hatinya yang benar-benar berharap kepada Allah SWT, lalu jauh dari tidak dikabulkan, sesungguhnya tidak membaca shalawat waktunya ditentukan (spesifik), dan pada doa qunut lebih utama karena waktunya ditentukan (spesifik), dan sungguh telah diriwayatkan dari Imam Muhammad bahwasanya Beliau berkata : doa yang waktumya ditentukan akan menghilangkan hati yang gampang kecil hati, dan sebagian guru-guru kami mengatakan : maksudnya pada ucapan : selain doa qunut tidak ada doa yang ditentukan waktunya, yaitu selain doa berikut :
" اللــَّهُمَّ إنـَّا نـَسْـتـَعِينـُك . . "
Artinya : Ya Allah, sesungguhnya kami memohon pertongan-Mu ….

Para sahabat Nabi SAW bersepakat menggunakan doa qunut ini, yang lebih utama membaca doa qunut ini, walaupun membaca selain doa ini juga diperbolehkan, jika membaca doa qunut itu beserta yang lainnya lebih bagus, yang lebih utama lagi setelah membaca doa qunut di atas, membaca doa qunut sebagaimana yang Rasulullah SAW ajarkan kepada Hasan bin ‘Ali RA di dalam doa qunutnya :
" اللــَّهُمَّ اهْدِنـَا فِـيمَا هَـدَيْت . . " ، إلَى آخِرِهِ .
Barang siapa yang ber-doa qunut dengan Bahasa Arab tidak bagus atau tidak hafal, maka terdapat tiga perkataan yang terpilih : dikatakan :
(1)  bahwa dia mengucapkan :
" يَا رَبِّ "
Artinya : Ya Tuhanku,  (diucapkan tiga kali),
Kemudian ruku’.
(2) atau dia mengucapkan :
" اللــَّهُمَّ اغـْـفِـرْ لِي "
Artinya : Ya Allah, ampunilah aku, (diucapkan tiga kali).
(3) atau dia mengucapkan :
اللــَّهُمَّ رَبّـَنـَا آتِـنـَا فِي الدُّنـْـيَا حَسَـنـَة ً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنـَة ً ، وَقـِـنـَا عَـذَابَ النــَّارِ
Artinya :   Ya Allah, Tuhan kami, berikanlah kami kehidupan dunia yang baik, dan pembalasan di akhirat yang baik ([6]), peliharalah kami dari siksa api neraka.

Imam Ibnu Nujaim berkata setelah menjelaskan tiga pendapat tersebut : yang jelas bahwa perbedaan pendapat tersebut dalam segi keutamaan bukan dari segi kebolehan, bahwa doa yang akhir (yang ketiga) lebih utama karena telah mencakup semunya ([7]), dan sesungguhnya itu hanya terkait pada orang yang tidak bagus ucapan Bahasa Arab-nya tanpa syarat apapun, malahan diperbolehkan bagi seseorang yang mengetahui doa tersebut untuk dijadikan satu doa, dari riwayat-riwayat yang ada, menurut hemat saya tidak ada batas waktunya (sebentar atau lamanya).
Adapun sifat doa qunut ada yang jahar (suara keras) dan mukhafatah (suara lembut), telah dijelaskan dalam Kitab Syarh Mukhtashar Al-Thahawiy : bahwasanya jika shalat sendirian boleh memilih : jika menginginkan jahar (suara keras) dan bisa didengar orang lain, atau menginginkan jahar (suara keras) yang didengar dirinya sendiri, atau sir (suara lirih) seperti bacaan-bacaan lain (dalam shalat).
Jika Imam mengeraskan suaranya dalam doa qunut, tetapi tidak mengeraskan dalam bacaan shalat, dan makmum mengikuti bacaan semua doa qunut  sampai ucapan :
إنَّ عَـذَابَـك بـِالـْـكـُـفــَّـارِ مُـلـْحَـقٌ
Artinya :   bahwa sesungguhnya siksa-Mu pasti akan ditimpakan kepada orang-arong kafir.

Imam Abu Yusuf berkata : disunahan bagi makmum membaca pula doa yang dibaca Imam, ini pendapat yang terpilih, karena qunut merupakan doa seperti doa-doa yang lain.  Imam Muhammad berkata : makmum tidak ikut membaca doa tetapi mengamini, karena bacaan doa qunut ada kemiripan dengan bacaan Al-Quran, ini dilakukan sebagai langkah kehati-hatian.  Dijelaskan dalam Kitab Al-Dakhirah : lebih baik Imam membaca dengan jahar (suara keras) untuk negeri selain Arab, ini bertujuan untuk mengajarkan kepada makmum, seperti Umar bin Al-Khatab RA membaca dengan jahar (suara keras) suatu tindakan yang terpuji ketika datang kepadanya utusan dari Iraq.  Dijelaskan dalam Kitab Al-Hidayah bahwa yang terpilih adalah doa dengan suara lembut, dalam Kitab Al-Muhith dijelaskan pendapat yang lebih kuat adalah dengan suara lembut (suara lirih).  Dalam Kitab Al-Badai’ Al-Shanai’ disebutkan : guru-guru kami memilih pendapat, untuk shalat di siang hari yaitu dengan melembutkan (melirihkan suara) di dalam doa qunut baik untuk imam dan makmum, hal ini didasarkan Firman Allah SWT : Al-Quran Surah Al-A’raf (7) : Ayat 55

{ اُدْعُـوَا رَبَّـكـُمْ تـَضَرُّعًا وَخـُفـْـيَة ً }
Artinya :   Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut.

Dan sabda Rasulullah SAW :

{ خـَيْرٌ الذِّكـْرُ الـْخَـفِيُّ }
Artinya :   Sebaik-baiknya dzikir (kepada Allah) adalah yang lemah lembut.

Adapun membaca shalawat kepada Nabi SAW di dalam doa qunut:  Imam Abu Al-Qashim Al-Shaffar mengatakan : membaca shalawat kepada Nabi SAW tidak dilakukan di dalam doa qunut, karena itu bukan tempatnya membaca shalawat. Al-Fakih Abu Al-Laits berkata : shalawat kepada Nabi SAW dilakukan di dalam doa qunut, karena qunut adalah doa, yang lebih utama adalah membaca shalawat kepada Nabi SAW, Beliau menerangkan dalam kitab fatwanya.
Adapun hukumnya doa quut apabila terlewatkan pada waktu mengerjakan doa qunut, mereka (para ulama) mengatakan : apabila lupa mengerjakan doa qunut sampai ruku’, kemudian baru ingat setelah mengangkat kepala, maka doa qunut tidak diulang, gugur untuk mengerjakan doa qunut dan mengerjakan sujud sahwi (sebelum salam), sekalipun waktu ruku’ teringat, yang demikian terdapat riwayat yang jelas yang terdapat dalam Kitab Al-Badai’ dan riwayat tersebut dinilai shahih di dalam “Kitab Fatwa Al-Khaniyyah”.  Diriwayatkan dari Imam Abu Yusuf : pada kasus di atas harus mengerjakan doa qunut kembali, karena doa qunut menyerupai dengan bacaan di dalam shalat maka harus diulang. Seperti juga bila meninggalkan bacaan Al-Fatihah atau suatu Surah Al-Quran karena lupa lalu ingat ketika ruku’ atau setelah mengangkat kepala dari ruku’ maka harus diulang, dan gugurlah ruku’ (harus ruku’ lagi setelah mengerjakan doa qunut), seperti itulah disebutkan disana.

Kedua :
Yang masyhur di dalam Madzhab Imam Malik dan Thawus, yaitu riwayat dari Ibnu Umar RA, bahwasanya doa qunut tidak disyareatkan di dalam shalat witir secara terus-menerus dalam setahun, diriwayatkan pula dari Thawus bahwasanya Beliau berkata : doa qunut di dalam shalat witir adalah bid’ah, diriwayatkan pula dari Ibnu Umar RA, bahwasanya Beliau tidak mengerjakan doa qunut di dalam segala macam shalat, dan yang masyhur di dalam Madzhab Imam Malik bahwa doa qunut pada shalat witir hukumnya makruh.  Diriwayatkan dari Imam Malik bahwa Beliau mengerjakan doa qunut pada shalat witir di separo akhir pada bulan ramadan.

Ketiga :
Menurut Madzhab Imam Syafii menurut pendapat yang paling kuat : disunahkan mengerjakan doa qunut pada shalat witir khusus pada separo akhir pada bulan ramadan, jika mengerjakan shalat witir satu rakaat maka mengerjakan doa qunut di rakaat itu, jika mengerjakan shalat witir lebih dari satu rakaat maka mengerjakan doa qunut di rakaat terakhir.  Terdapat pendapat lain di dalam Madzhab Imam Syafii, bahwasanya doa qunut dikerjakan sebulan penuh pada bulan ramadan. Imam Al-Ruyani menceritakan suatu pendapat bahwa boleh mengerjakan doa qunut sepanjang tahun dan hukumnya tidak makruh, bagi yang meninggalkan qunut tidak perlu sujud sahwi selain pada shalat witir di separo akhir bulan ramadan, Beliau berkata ini adalah bagus dan itu yang dipilih oleh guru-guru di Wilayah Thabaristan.
Imam Rafii berkata : yang jelas menurut perkataan Imam Syafii bahwa doa qunut pada shalat witir selain di separo akhir bulan ramadan hukumnya makruh.  Adapun waktunya doa qunut pada shalat witir adalah setelah mengangkat kepala (bangun) dari ruku’ pada rakaat terakhir menurut riwayat shahih yang masyhur.
Ucapan doa qunut pada shalat witir seperti doa qunut pada shalat subuh, Ulama-ulama Madzhab Imam Syafii mensunahkan mengga-bungkan doa qunut yang telah disebutkan di atas dengan doa qunut Umar bin Al-Khatab RA.  Adapun doa qunut dengan jahar (suara keras) di dalam shalat witir, mengangkat tangan, dan mengusapkan telapak tangan ke wajah hukumnya seperti doa qunut pada shalat subuh itu sendiri sebagaimana keterangan yang telah lewat.

Keempat :
Menurut Madzhab Imam Hanbali, disunahkan doa qunut sepanjang tahun pada satu rakaat yang akhir pada shalat witir setelah ruku’, sebagaimana Hadits Nabi SAW yang diriwayatkan Abu Hurairah RA dan Anas RA :

{ أَنَّ النــَّبِيَّ صلى الله عـلـيه وسلم قـَنـَتَ بَعْـدَ الرُّكـُوعِ }
Artinya :   Bahwasanya Nabi SAW mengerjakan doa qunut setelah ruku’.

Ibnu Qudamah menjelaskan : alasan diperintahkan mengerjakan doa qunut sepanjang tahun : karena itu adalah shalat witir, disyareatkan mengerjakan doa qunut seperti separo akhir di bulan ramadan, sesungguhnya itu adalah dzikir yang diperintahkan pada shalat witir, maka disyareatkan sepanjang tahun seperti dzikir-dzikir yang lain.
Jika membaca takbir dan mengangkat kedua tangan setelah membaca ayat Al-Quran kemudian membaca doa qunut sebelum ruku’ itu diperbolehkan, sebagaimana Hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Ubay bin Ka’ab RA:

{ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قـَنـَتَ فِي الـْوِتـْرِ قـَبْـلَ الرُّكـُوعِ }

Artinya :   Bahwasanya Rasulullah SAW mengerjakan doa qunut pada shalat witir sebelum ruku’.

Tata caranya doa qunut adalah : mengangkat kedua telapak tangan-nya sejajar dengan dada waktu doa qunut, telapak tangannya menengadah ke langit sekalipun dalam keadaan bermakmum, dan mengucapkannya dengan jahar (suara keras), baik waktu menjadi imam atau shalat sendirian :

" اللـَّهُمَّ إنـَّا نـَسْـتـَعِـينـُك ، وَنـَسْـتـَهْدِيك ، وَنـَسْـتـَغـْـفِرُك ، وَنـَتـُوبُ إلـَيْـك ، وَنـُؤْمِنُ بـِك ، وَنـَتـَوَكـَّلُ عَـلـَيْـك ، وَنـُثــْـنِي عَـلـَيْـك الـْخـَيْرَ كـُـلـَّهُ ، نـَشْـكـُرُك وَلا نـَكـْـفـُرُك ، اللـَّهُمَّ إيَّاكَ نـَعْـبُدُ ، وَلَك نـُصَلِّي وَنـَسْجُدُ ، وَإِلـَيْـك نـَسْعَى وَنـَحْـفـِدُ ، نـَرْجُو رَحْمَتـَـك ، وَنـَخْـشَى عَذَابَـك ، إنَّ عَـذَابَـك الـْجـِدَّ بـِالـْـكـُـفـَّارِ مُـلـْحَـقٌ ، اللـَّهُمَّ اهْـدِنـَا فـِيمَنْ هَـدَيْت ، وَعَافـِنـَا فِـيمَنْ عَافـَيْت ، وَتـَوَلـَّـنـَا فـِيمَنْ تـَوَلــَّيْت ، وَبَارِكْ لـَنـَا فـِيمَا أَعْطـَيْت ، وَقـِنـَا شَرَّ مَا قـَضَيْت ، إنــَّـك تـَـقـْضِي وَلا يُقـْضَى عَلـَيْـك ، وَإِنـَّهُ لا يَذِلُّ مَنْ وَالـَيْت ، وَلا يَعِـزُّ مَنْ عَادَيْت ، تـَبَارَكـْت رَبّـَنـَا وَتـَعَالـَيْت ، اللــَّهُمَّ إنـَّا نـَعُوذُ بـِرِضَاك مِنْ سَخَطِك ، وَبـِعَفـْوِك مِنْ عُـقـُوبَتـِك ، وَبـِك مِنـْـك ، لا نـُحْصَى ثــَنـَاءً عَـلـَيْـك أَنـْتَ كـَمَا أَثــْـنـَيْت عَـلـَى نـَفـْسِـك " .
Artinya :
Ya Allah, sesungguhnya kami memohon pertolongan-Mu, memohon petunjuk-Mu, memohon ampunan-Mu, kami bertaubat kepada-Mu, kami beriman kepada-Mu, kami bertawakal kepada-Mu, kami memuji-Mu dengan segala pujian yang baik, kami bersyukur kepada-Mu dan tidak mengingkari-Mu, Ya Allah, hanya kepada-Mu kami menyembah, kepada-Mu kami mendirikan shalat dan kami bersujud, hanya karena-Mu kami berusaha dan bekerja dengan sebaik-baiknya dengan sepenuh hati, kami sangat mengharapkan kasih sayang-Mu, kami sangat takut terhadap siksa-Mu, sesungguh-nya siksa-Mu yang sangat dan tak terperikan pasti ditimpakan kepada orang-orang kafir,  Ya Allah berilah kami petunjuk sebagai-mana orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk, berilah kami ‘afiat sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri ‘afiat, palingkanlah (hindarkanlah) kami dari keburukan dan mara bahaya sebagaimana Engkau telah palingkan (hindarkan) orang-orang dari keburukan dan mara bahaya, berikanlah kepada kami keberkahan  terhadap apa-apa yang telah Engkau karuniakan, peliharalah kami dari keburukan yang telah Engkau putuskan, sesungguhnya Engkau Yang Maha memutuskan tidak ada satu makhluk-pun yang mampu membatalkan keputusan-Mu, sesungguhnya tidak menjadi hina dina orang-orang yang telah Engkau simpangkan (selamatkan) dari keburukan dan mara bahaya, tidak akan menjadi mulia orang-orang yang telah Engkau hinakan, Maha Suci Engkau Tuhan kami dan Maha Tinggi, ya Allah sesungguhnya kami berlindung dengan keridlaan-Mu untuk dijauhkan dari kemurkaan-Mu, kami berlindung kepada ampunan-Mu untuk dihindarkan dari siksa-Mu, hanya kasih sayang-Mu dan rahmat dari-Mu, kami tidak dapat membilang-bilang pujian kepada-Mu, sebagaimana Engkau memuji Dzat-Mu sendiri.

Doa qunut boleh ditambahi doa-doa lain yang dikendaki seperti doa-doa yang diperbolehkan dalam shalat.  Al-Majd Ibnu Taimiyyah berkata : sungguh telah datang riwayat yang shahih dari Umar bin Al-Khatab RA, bahwa Beliau mengerjakan doa qunut setara dengan seratus ayat, kemudian membaca shalawat kepada Nabi SAW, dan Beliau menggunakan dlamir (kata ganti) tunggal ([8]), lalu berdoa :

اللـَّهُمَّ اهْدِنِي . اللـَّهُمَّ إنـِّي أَسْـتـَعِـيذُك . . . إلَخْ
Artinya :    Ya Allah, berilah aku petunjuk.  Ya Allah, sesungguhnya aku memohon perlindungan kepada-Mu …. dst.

Itulah riwayat yang shahih dalam Madzhab Imam Hanbali, yang dijadikan nash/dalil (argumen) oleh Imam Ahmad bin Hanbal.  Menurut Ibnu Taimiyyah : dlamir (kata ganti) harus dalam bentuk jamak (plural), karena berdoa untuk dirinya sendiri dan orang-orang yang beriman.
Bagi makmum bila mendengar suara qunut imam cukup mengamini doa imam dan makmum tidak perlu membaca qunut, jika tidak mendengar suara qunut imam, maka bagi makmum juga mengucapkan doa qunut.
Apakah harus mengusapkan kedua tepak tangannya ketika selesai membaca doa?, di sini terdapat dua riwayat :
(1)     Yang paling masyhur adalah mengusap wajah dengan kedua telapak tangannya, Imam Ahmad bin Hanbal telah mengambil pendapat ini, dan kebanyakan ulama juga mengambil pendapat ini. Sebagaimana Hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan Al-Saib bin Yazid dari Ayahnya :

{ أَنَّ النـَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كـَانَ إذَا دَعَا فـَرَفَعَ يَدَيْهِ ، مَسَحَ وَجْهَهُ بـِيـَدَيْهِ }
Artinya :   Bahwasanya Nabi SAW apabila berdoa mengangkat kedua tangannya, lalu mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
Seperti itu juga dilakukan ketika doa di luar shalat.

(2)   Tidak mengusap wajah dengan kedua tepak tangannya, sekelompok besar ulama mengambil pendapat ini, Al-Ajurriy mengambil pendapat ini, karena Hadits yang berkaitan dengan masalah ini derajatnya dhaif (lemah), menurutnya statusnya makruh, Hadits ini dianggap shahih dalam Kitab Al-Washilah, dan menurut Beliau mengusapkan kedua telapak tangannya ke dada, setelah itu mengangkat kedua tangannya ketika hendak sujud, karena doa qunut yang dimaksud adalah waktu berdiri, statusnya seperti bacaan yang lain.

C.    Doa qunut pada situasi genting (gempa bumi, wabah, perang, dll), yang dinamakan “doa qunut nazilah”.

5.     Para Ulama ahli fikih berbeda pendapat tentang hukum doa qunut pada situasi genting, di sini terdapat 4 (empat) pendapat :
Pertama :
Menurut Madzhab Imam Hanafi : tidak ada doa qunut selain pada shalat witir kecuali doa qunut nazilah (ketika situasi genting), seperti banyak fitnah dan wabah, maka Imam shalat mengerjakan doa qunut pada shalat jahar (yang mengeraskan bacaan). Al-Thahawiy  berkata : menurut kami yang tidak mengerjakan doa qunut hanyalah pada shalat subuh pada waktu selain terjadi wabah, apabila terjadi fitnah atau wabah tidak ada masalah doa qunut dikerjakan pada shalat subuh ([9]) sebagaimana Rasulullah SAW telah mengerjakannya.
Apakah doa qunut nazilah dikerjakan sebelum ruku’ atau sesudah ruku’?, jawabanya boleh kedua-duanya.  Al-Hamawiy menjelaskan dalam “Kitab Hawasyi Al-Asybah wa Al-Nadhaair”, doa qunut nazilah dikerjakan sebelum ruku’.  Ibnu ‘Abidin menganggap pendapat yang rajih (yang kuat dan teruji) adalah yang diterangkan Al-Syirnibalaliy dalam “Kitab AL-Maraqiy Al-Falah”, bahwa doa qunut nazilah dilakukan setelah ruku’.

Kedua :
Yang masyhur di dalam Madzhab Imam Malik dan Madzhab Imam Syafii pada pendapat yang tidak kuat : yaitu sesungguhnya sama sekali tidak ada doa qunut selain pada shalat subuh.  Imam Al-Zarqaniy mengatakan : doa qunut tidak ada pada shalat witir juga tidak ada pada shalat-shalat lain ketika dalam keadaan darurat, hal ini berbeda dengan orang yang menentangnya, tetapi jika membaca doa qunut selain shalat subuh maka shalatnya tidak batal, yang jelas hukum doa qunut selain pada shalat subuh adalah makruh.
Adapun dalil yang menunjukkan pada perkara ini sebagaimana Hadits yang terdapat dalam Shahih Al-Bukhariy dan Al-Muslim, yang diriwayatkan dari Anas RA dan Abu Hurairah RA :

{ أَنـَّهُ صلى الله عليه وسلم قـَنـَتَ شَهْرًا ثــُمَّ تـَرَكَهُ }

Artinya :   Bahwasanya Nabi SAW mengerjakan doa qunut selama sebulan penuh kemudian Beliau meninggalkannya.

Ketiga :
Menurut ulama Madzhab Imam Syafii yang didasarkan pada riwayat yang shahih dan masyhur, dan sebagian ulama Madzhab Imam Malik :  Apabila menimpa kepada kaum muslimin situasi genting, seperti wabah, kemarau panjang, hujan badai yang merusak bangunan atau tanaman, takut terhadap musuh, atau tertawannya orang alim (ulama), maka disunahkan mengerjakan doa qunut pada seluruh shalat maktubah (shalat wajib).  Imam Nawawiy berkata : sesuatu yang dapat ditarik kesimpulan dari beberapa ulama adalah perbedaan pendapat tentang doa qunut yang dikerjakan selain pada shalat subuh adalah hanyalah pada segi kebolehan, sebagian ulama merasa bahwa doa qunut sesuatu yang disunahkan, menurutku (Imam Nawawiy), pendapat yang paling kuat doa qunut hukumnya disunahkan. Penyusun Kitab Al-‘Udah menjelaskan permasalahan doa qunut ini, dimana beliau mendasarkan pada nash-nash tulisan Imam Syafii,  jika tidak ada situasi genting (nazilah), maka tidak ada doa qunut selain pada shalat subuh.
Ibnu ‘Alan berkata : jika situasi tidak genting (nazilah) maka tidak ada doa qunut artinya hukumnya makruh, karena tidak ada dalil yang menerangkan selain situasi genting (nazilah).
Shalat subuh dibedakan dengan shalat yang lain dengan kemulyaan dan keistimewaannya, dengan adanya seruan adzan sebelum waktunya, dan ucapan “al-tatswib” yaitu ucapan :

اَلصَّــلاَة ُ خَـيْـرٌ مِـنَ الـنـَّوْمِ
Artinya : shalat itu lebih baik ketimbang tidur.

Kadar shalat subuh juga lebih pendek dibandingkan shalat lain, dan pada shalat subuh menjadikan orang yang shalat bertambah dekat kepada Allah, dan kembali mengarungi hari-harinya dengan keberkahan, karena pada doa qunut terdapat penghinaan diri dan kerendahan hati.
Adapun yang dijadikan dalil (argumen) adalah Hadits yang diriwayatkan Ibnu ‘Abas RA :

{ قـَنـَتَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم شَهْرًا مُتـَتـَابِعًا فِي الظـُّهْرِ وَالـْعَصْرِ وَالـْمَغـْرِبِ وَالـْعِشَاءِ وَالصّـُـبْحِ ، يَدْعُـو عَـلـَى رَعـْـلٍ وَذَكـْوَانَ وَعُصَيـَّة َ فِي دُبُرِ كـُـلِّ صَـلاةٍ إذَا قـَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ مِنْ الرَّكـْعَةِ الأَخِيرَةِ ، وَيُؤَمِّنُ مَنْ خَـلـْـفـَهُ }

Artinya :   Rasulullah SAW mengerjakan doa qunut selama sebulan terus-menerus pada shalat dhuhur, ashar, maghrib, ‘isya, dan subuh, berdoa bersama suku Ra’l, suku Dzakwan, dan suku ‘Ushayyah pada belakang semua shalat wajib apabila Beliau mengucapkan ( سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ ) dari rakaat terakhir, dan orang-orang yang ada di belakang Beliau meng-amini-nya (membaca amiin).

Ibnu ‘Alan berkata : (bahwasanya Nabi SAW membaca doa qunut selama sebulan penuh, untuk menghadapi orang yang membunuh para sahabatnya para penghafal Al-Quran dengan menguasai sumur di wilayah Ma’unah ([10]), untuk menghadang kesombongan para pembunuh, agar tidak semakin banyak yang terbunuh, dan tidak menjadi aral atau kendala. Peristiwa-peristiwa lain dikiyaskan (dianalogikan) seperti ketakutan kepada musuh ini.
Apabila membaca doa qunut selain pada shalat subuh yaitu pada shalat wajib, apakah doa qunut dibaca jahar (suara keras) atau sir (suara lirih)?,  Imam Nawawiy menjelaskan : pendapat yang lebih kuat dan terpilih adalah semuanya dilakukan seperti shalat subuh, baik itu sir (suara lirih) atau jahar (suara keras), maksud yang dikendaki dalam “Kitab Al-Washith” adalah doa qunut harus dibaca sir (suara lirih) pada shalat sir (suara lirih) ([11]), sedangkan pada shalat jahar (suara keras) sebaliknya yaitu doa qunut juga dibaca jahar (suara keras) ([12]).

Keempat :
Menurut Madzhab Imam Hanbali, berdasarkan pendapat yang paling kuat menurut mereka : bahwa doa qunut selain pada shalat witir hukumnya makruh, kecuali menimpa kepada kaum muslimin suatu peristiwa yang genting “selain wabah thaun (kusta)”, karena tidak ada suatu ketetapan untuk dilakukan doa qunut waktu terjadi “thaun ‘Amawasa”([13]) dan juga penyakit-penyakit lainnya, karena itu merupakan bukti otentik yang tidak perlu dipertanyakan lagi, lalu dijadikan amalan yang dinilai baik bagi Al-Imam Al-A’dham (Khalifah), itulah dasar yang shahih di dalam Madzhab Imam Hanbali.  Doa qunut selain pada shalat jumat yaitu pada shalat wajib, yang dijadikan pegangan di dalam Madzhab Imam Hanbali, adalah agar dihilangkan dari situasi genting. Yang demikian itu didasarkan pada Hadits Nabi SAW :

{ أَنـَّهُ قـَنـَتَ شَهْـرًا يَدْعُـو عَـلـَى حَيّ ٍ مِنْ أَحْـيَاءِ الـْعَرَبِ ، ثــُمَّ تـَرَكـَهُ }

Artinya :   Bahwasanya Nabi SAW berdoa (qunut) dalam hidupnya bersama sahabatnya, kemudian Beliau meninggal-kannya.

Dan Hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib RA : Bahwasanya Beliau mengerjakan doa qunut, kemudian Beliau bersabda : ini dikerjakan hanyalah agar kami ditolong dalam menghadapi musuh kami ini.  Imam dalam shalat mengucapkan doa qunut seperti doa qunut yang diucapkan oleh Nabi SAW dan para sahabatnya.
Diriwayatkan dari Umar bin Al-Khatab RA, bahwasanya Beliau mengucapkan doa qunut sebagaimana berikut ini :

" اللـَّهُمَّ اغْـفـِرْ لِلـْمُؤْمِنِـينَ وَالـْمُؤْمِنـَاتِ ، وَالـْمُسْـلِمِـينَ وَالـْمُسْـلِمَاتِ ، وَأَلــّـِفْ بَـيْنَ قـُـلـُوبـِهِمْ ، وَأَصْـلِحْ ذَاتَ بَـيْـنـِهِمْ،  وَانـْصُرْهُمْ عَـلـَى عَـدُوِّك وَعَـدُوِّهِمْ ، اللـَّهُمَّ الـْعَـنْ كـَفَرَةَ أَهْـلِ الـْـكِتـَابِ الــَّذِينَ يُـكـَذِّبـُونَ رُسُـلـَك ، وَيُقـَاتِـلـُونَ أَوْلـِيَاءَك ، اللـَّهُمَّ خَالِفْ بَيْـنَ كـَلِمَـتِهِمْ ، وَزَلـْزِلْ أَقـْدَامَهُمْ ، وَأَنـْزِلْ بـِهِمْ بـَأْسَـك الــَّذِي لا يُرَدُّ عَـنْ الـْـقـَوْمِ الـْمُجْرِمِيـنَ ، بـِسْمِ اللَّه الرَّحْمَن الرَّحِيم ، اللــَّهُمَّ إنــَّا نـَسْـتـَعِينـُـك . . . إلَخْ "
Artinya :
Ya Allah ampunilah orang yang beriman laki-laki dan perempuan, ampunilah orang Islam laki-laki dan perempuan, satukan antara hati-hati mereka, dan berilah kemaslahatan (kebaikan) apa yang ada di antara mereka, tolonglah mereka dalam menghadapi musuh-musuh Mu dan musuh mereka, ya Allah laknat-lah orang-orang kafir dari ahli kitab yang mereka mendustakan Rasul-Rasul-Mu, dan membinasakan kekasih-kekasih-Mu, ya Allah jadikanlah saling berselisih perkataan-perkataan mereka, berilah kegamangan dan kenistaan terhadap langkah-langkah mereka, turunkanlah siksa-Mu terhadap mereka, yang orang-orang pendosa tidak lagi mampu menghindar, dengan menyebut Asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Ya Allah kami memohon pertongan-Mu ….dst.

Doa qunut nazilah pada shalat jahar (suara keras) juga dibaca jahar, Ibnu Muflih berkata : yang jelas menurut perkataan mereka (ulama madzhab Imam Hanbali) yaitu doa qunut nazilah pada shalat jahar (suara keras) mutlak harus jahar.  Jika semua imam sahalat jamaah dan semua orang yang shalat membaca doa qunut nazilah maka shalatnya tidak batal.  Karena doa qunut termasuk dalam cakupan shalat seperti kalau mengatakan : Amiin ya Rabbal-‘alamin.


 Catatan kaki :

[1] )    Beribadat dengan berdiri yang lama.

[2] )    Diam tidak bergerak-gerak (goyang-goyang).

[3] )   ‘Afiat adalah kondisi badan yang sehat lahir batin, yang potensi tersebut digunakan untuk ketaatan terhadap Allah SWT.

[4] )   Selalu ditambahkan nilai-nilai kebaikan, dan karunia yang diberikan hanya digunakan untuk ketaatan kepada Allah SWT.

[5] )   Menurut Madzhab Imam Hanafi bahwa shalat witir hukumnya wajib.

[6] )   Dalam Kitab Ihya’ Ulumudin Al-Imam Al-Ghazali dikatakan bahwa : kehidupan dunia yang baik adalah selalu ditambahkan ilmu dan ibadah (amal shaleh), dan pembalasan di akherat yang baik adalah dengan dimasukkan ke dalam surga dalam ke-ridla-an Allah SWT.

[7] )   Karena telah mencakup semuanya maka doa ini lebih terkenal dengan nama “doa sapu jagat”.

[8] )   Beliau menggunakan dlamir mufrad (kata ganti tunggal) yaitu “aku” , bukan dlamir jama’ (kata ganti jamak/plural), yaitu “kami”.

[9] )   Dapat dilihat kembali pada point (A) doa qunut pada shalat subuh, menurut Imam Hanafi RA : doa qunut pada shalat subuh tidak disyareatkan (perintahkan), dan menurut Beliau doa qunut pada shalat subuh adalah bid’ah.

[10] )   Lembah yang jauhnya beberapa kilometer dari Kota Makah.

[11] )   Shalat dhuhur dan shalat ashar.

[12] )   Shalat maghrib, isya’ dan subuh.

[13] )   ‘Amawasa adalah pasar kecil di kota Ramalah wilayah Palestina, pada masa pemerintahan Umar bin Al-Khatab RA, terjadi wabah thaun (kusta), maka dinamakan “Thaun ‘Amawasa”.


Kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah
 juz 34
DITERJEMAHKAN OLEH :  MUHAMMAD ZAKARIA 
KLINIK PRATAMA HUSADA 
CISARUA, MEI  2009

www.info-iman.blogspot.com

Label

'idul adha adab dan sunnah adik saudara sepersusuan adzan air kencing bayi air kencing Rasulullah Akhirat akhlak Akhlaq Kepribadian Akhwat akidah Al Qur'an Al Qur#039;an Al Quran Al-Qur'an Alam Aliran-aliran Amalan AMALIYAH NU anak Analisa Angin Aqidah Aqiqah Artikel Artikel IImiah Asmara Astronomi ASWAJA Azab Bab Adab Bab Nikah Bab Puasa Bab Sholat Bab Thaharah Bab Zakat bantahan belajar islam Berita bersin Bid'ah bid'ah dalam aqidah bid'ah dalam ibadah Biografi Biologi Bisnis Blackberry Budaya Budi Daya buka puasa buku Cantik Fisik catatanku Cerpen Chairil Anwar Curahan Hati Curhat daging qurban Dakwah Dakwah Pemikiran Islam dakwah umum Dambaan insan Dari Salafushshalih Dasar Islam Dasar Keislaman demam Desain Dhaif Do'a do'a buka puasa Do'a dan Dzikir Doa doa bersama doa sholat tarawih download dunia islam Dunia Islam Kontemporer Dzikir dzikir dengan tangan kiri Ekonomi Eksoplanet Emansipasi Emha Ainun Nadjib Fakta Ilmiah Fakta Jin-Iblis-Syetan Fakta Manusia faraidh Fenomena Asteroid Fenomena Bencana Alam Fenomena Bintang Fenomena Bulan Fenomena Bumi Fenomena Hewan Fenomena Kutub Fenomena Langit Fenomena Matahari Fenomena Meteorit Fenomena Petir Fenomena Planet Fenomena Ruang Angkasa Fenomena Tumbuhan Fiqh Fiqh Muamalat Fiqh Wanita Fiqih Fisika Galaksi Geografi Geologi gerhana gigi palsu Hadis Hadis 40 hadist Hadits Hadits Palsu HAID Halal Haram HAM HARI RAYA ID HUKUM ISLAM hukum natal bersama hutang i'tikaf Ibadah ibadah yang baik ibu mertua ilmu ilmuan muslim Ilmuwan imam terlalu cepat bacaannya IMAN Inovasi intermezzo Internet Iptek iqomah isbal Islam jabat tangan setelah sholat JADWAL RAMADHAN Jagad Raya Jalaluddin Rumi jamaah sholat jumat jenazah Jual Beli judi junub Kabar Dalam Negeri kabar manca negara Kahlil Gibran Kajian Karya Buku Karya Ulama KB Keajaiban Alam Keajaiban Hewan KECANTIKAN Kecelakaan Maut Kehutanan Kelautan keluarga Kepemerintahan Kepengurusan Kerajaan Kesehatan Keuangan Keutamaan KHITAN Khitan Wanita khurofat Khutbah Khutbah Jum'at khutbah jumat Khutbah Rasulullah saw Kiamat Kidung Hati Kimia Kisah Kisah Kami Kisah Nyata Kisah Orang-Orang Shaleh Kisah Teladan Komputer Konversi Energi Kosmologi Kumpulan Do'a Kumpulan Kata lafadz adzan lafadz iqomah Lain-Lain Lalu Lintas lembaga sosial Lingkungan Hidup Lubang Hitam macam puasa sunnah mahram Makanan mandi jum'at mandi wajib Manhaj Manusia Manusia dan Teknologi masjid masjid quba Masuk Perguruan Tinggi Matahari Materi gelap Mayit media cetak memandikan jenazah membayar zakat memotong kuku memotong rambut mendahului gerakan imam menemani sholat jamaah menembok kuburan mengadzankan mayit di liang kubur mengangkat tangan menghadiahkan pahala mengqadha puasa menguburkan jenazah mengucapkan selamat natal mengusap kepala Mengusap muka setelah berdoa menikah di bulan syawwal menikah setelah berzina meninggal dunia Meninggalkan sholat jum'at menjawab adzan menjual kotoran hewan menyapu kepala menyentuh wanita Meteorologi Meteorologi-Klimatologi mihrab Mineralogi minum air zamzam Motivasi motivasi belajar Motivasi Beramal MQ (menejemen qolbu) mu'athilah Muallaf muamalah Muhasabah Mungkar murottal Muslimah Muslimah Articles Musyabbihah Mutiara Hikmah Mutiara Kalimat Mutiara Tafakur Nabi Muhammad Nagham Alqur'an Nasehat Neraka News niat sholat nikah nisfu aya'ban Oase Iman Olah Raga OLAHRAGA Otak PAKAIAN panas PAUD Pendidikan Penelitian penelitian sunnah Pengembangan Diri Pengobatan Akibat Sihir Peninggalan Sejarah Penjajahan Pentingnya Waktu Peradaban Islam Perbandingan Agama dan Aliran Perbankan Pergaulan Perkawinan Perkembangan Da'wah Islam Permata Hati pernikahan Personaliti Pesawat Ruang Angkasa Pesepakbola Muslim Pojok Ramadhan posisi imam wanita produksi awal program kerja Proyek Luar Angkasa Psikologi Puasa puasa daud puasa rajab Puasa Setiap Hari puasa sunnah puasa wanita hamil Puisi Puisi bahasa Ingris qunut nazilah QURAN radar lampung Radio Rajab Ramadhan ramalan cuaca Renungan Riba dan Jual Beli salafush shalih salah bacaan sholat Salam Khudam Sastra sedekah Sejarah Sejarah Islam SEKS Sentilan Seputar Daerah Buton Shalat shodaqoh shodaqoh melebihi kadar Sholat sholat dan keputihan sholat di rumah sholat ghoib sholat jamaah sholat jamaah estafet sholat jumat sholat jumat wanita sholat pindah tempat sholat qashar sholat sambil melihat mushaf sholat sendirian sholat sunnah sholat sunnah qobliyah isya sholat sunnah sebelum asar sholat sunnah setelah shubuh sholat takhiyatul masjid sholat wanita sifat dzatiyah sifat fi'aliyah Sihir Simpan Pinjam Sirah Siroh Shahabiyyah Software Islami Sosial Kemasyarakatan Sosiologi sujud sahwi sujud syukur sumpah dan nadzar Sunnah sutrah sutroh syafaat Syurga Tafakur Alam Semesta Tafsir Tafsir Al-Qur'an tahlilan Takbirotul ihram takwil mimpi tambal gigi tamsil Tanda Akhir Zaman Tanda-Tanda Kiamat Tanya jawab Tarbiyah Tasawwuf dan Adab tata cara tidur menurut sunnah Tata Surya Taufiq Ismail Tauhid tayammum Tazkirah Tazkiyah tazkiyatun nafs Tech News Teknik Sipil teladan Tenaga Kerja tertawa saat sholat Thoharoh tidak taat suami tinggi TK Tokoh Tokoh Dan Ulama Tokoh Islam Tools TPA Tsunami Tujuan Hidup tuntunan sholat uang pensiun dari riba uang riba ucapan assalamualaika UNCATEGORY Video da'wah video Motivasi Diri Video Muhasabah video murotal W. S. Rendra waktu membaca doa wanita wanita haid Wisata wudhu yasinan zakat zakat anak kepada orang tua zakat barang temuan zakat harta zakat harta warisan zakat hasil perkebunan zakat hasil pertanian zakat mal zakat padi zakat pns zakat tanah zina