Bekerjasama dalam sebuah lembaga tidaklah mudah. Terkadang ada perbedaan usulan, terkadang ada perbedaan perlakuan, terkadang ada gontok-gontokan, ada sedih dan haru, ada egoisme, dan perasaan-perasaan lain yang bercampur aduk. Penyebab keberagaman itupun beragam pula latarbelakangnya. Ada prasangka, ada permasalahan pribadi, perbedaan usia, standar ilmu, pilih kasih dan masih banyak variabel lain.
Bisa dibayangkan, seberapa kualitas kita dalam mengendalikan itu semua, sehingga menghasilkan kerjasama yang baik dalam sebuah lembaga. Mungkin yang sering kita dengar adalah kita harus saling memahami karakter masing-masing individu. Lalu kita berusaha melatih diri untuk memahami karakter masing-masing tim, tetapi tetap saja kerjasama itu belum berjalan dengan baik. Terkadang pula sebuah lembaga tidak bosan-bosannya membuat pelatihan-pelatihan yang membangun kerjasama yang baik. Pelatihan-pelatihanpun diikuti oleh semua anggota ”lagi-lagi” hasilnya masih saja melorot dalam kerjasama.
Penelitian–penelitian pun menunjukkan dampak dari setiap aktifitas bekerjasama yang tidak baik. Sebagai contoh apabila kerjasama itu disebabkan emosi yang tidak stabil. Emosi itupun berdampak pada kesehatan, misal : Emosi mengacaukan pusat kendali pada sistem sekresi dalam, sehingga membuat hormon pengeluaran kelenjar gondok berlebihan. Kelenjar gondok merupakan organ penting dalam tubuh yang turut bermetabolisme, saat anda merasa sangat bersemangat itu artinya kelenjar gondok mendapat rangsangan, lama kelamaan dapat menimbulkan hyperthyreosis (Sumber:http://www.akupercaya.com/sport-health/8860-dampak-emosi-pada-tubuh-hati-hati.html).
Namun penelitian ini tidak menjadi peredam saat emosi sudah tidak bisa diredam.
Seandainya pula kerjasama itu disebabkan karena kesalahan lisan dan merusak kerja tim rasanya kita sudah belajar dari “Abu Dzar al-Ghifari ra. yang sampai kelepasan menyebut Bilal ra. sebagai anak si hitam. Ketika Rasulullah shalallahu’alaihi wasalam menegurnya dengan keras, barulah Abu Dzar ra. menyesal bukan kepalang, hingga ia taruh pipinya di atas tanah dan minta Bilal ra. menginjak wajahnya asalkan ia bisa memaafkannya. Pada akhirnya Bilal ra. tak pernah menginjak wajah saudaranya, dan cerita itu berakhir dengan bahagia. TAPI, Bagaimana dengan kita ??
Begitupula “Keteladanan”, menjadi senjata kalimat untuk menegur sang pemimpin dan tim yang ada di dalam lembaga. Sehingga tatkala setiap anggota menuntut keteladanannya, dan saling menunggu, mengkritik lebih banyak daripada berbuat, dan berdampak pada kinerja lembaga yang pasif. So, Bagaimana solusinya???
Subhanallah, begitulah jama’ah manusia. Ada yang lebih banyak pengorbanannya untuk bekerja, ada yang berdiam diri untuk menunggu hasil. Ada yang vocal dalam beragumen, ada yang berputar-putar kata tanpa kejelasan tujuan. Yang muda memimpin dengan gerasak-gerusuk, yang tua membantu dengan ngedumel.
Sobat siroh, Beginilah sebuah proses Allah subhanahuwata’ala menseleksi makhluk ciptaan-Nya. Allah meletakkan hati yang tercurah keimanan di dalam diri manusia. Keimanan yang harus terus dibersihkan agar jernih dalam bersikap, cemerlang dalam berbuat. Agar kita tidak termasuk orang – orang yang memiliki Qolbun marid (hati yang sakit), melainkan Qolbun salim (hati yang selamat).
Jikalau Rasulullah shalallahu’alaihi wasalam dalam siroh nabawiyah mengalami dua kali proses pembersihan hati yang dilakukan malaikat, yakni saat masa kecil diperkampungan bani sa’ad dan saat hendak melakukan isro mi’raj. Kedua proses pencucian itu dilakukan sebagai tanda bukti kesucian nabi yang terhindar dari segala macam penyakit hati dan bisikan-bisikan syaithan. Apakah kita juga harus mencuci hati kita seperti nabi? Lalu dengan dibelah dadanya pula?
Sobat siroh, itulah sebabnya nabi mengawali dakwahnya dengan pengajaran keimanan kepada generasi sahabat. Sehingga keimanan itu yang akan membantu proses kebersihan hati. Seperti yang diutarakan oleh jundub bin abdillah ra : “ kami belajar iman sebelum kami belajar Alqur’an, ketika kami belajar Alqur’an maka iman kami bertambah" (HR.Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al Albani) .
Nah, ini bisa disimpulkan bahwa ketika ada sebuah permasalahan yang tak kunjung usai dalam sebuah lembaga karena iman yang sedang terluka. Maka sobat siroh apapun permasalahan di dalam berlembaga tengoklah iman, bersihkan hati, rapihkan ibadah . Sehingga kita akan terus berusaha seperti dua orang sahabat paling mulia Abu Bakar ra dan Umar bin Khattab ra.yang keduanya pernah bersiteru dan bekerja lagi dalam ukhuwah…
Sobat siroh, Kita semua rindu Ukhuwah. Ukhuwah dalam iman, karena kita adalah saudara…
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (Al Hujurat : 10)
Karena ukhuwah itu sungguh mahal harganya.
وَ اَلَّفَ بَیۡنَ قُلُوۡبِہِمۡ ؕ لَوۡ اَنۡفَقۡتَ مَا فِی الۡاَرۡضِ جَمِیۡعًا مَّاۤ اَلَّفۡتَ بَیۡنَ قُلُوۡبِہِمۡ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ اَلَّفَ بَیۡنَہُمۡ ؕ اِنَّہٗ عَزِیۡزٌ حَکِیۡمٌ
"Dan jika mereka bermaksud menipumu, Maka Sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindungmu). Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan Para mukmin". (Al Anfal : 62)
Wallahu’alam...
Wallahu’alam...
|
www.info-iman.blogspot.com