Jabat Tangan Setelah Shalat Fardhu Berjabatan tangan usai shalat fardhu, sudah menjadi kebiasaan masyarakat, seakan sudah menjadi rangkaian shalat yang tidak mungkin ditinggalkan. Yang tidak biasa pun menjadi tenggelam, karena enggan menolak ajakan jabat tangan jamaah shalat di sebelahnya. Lalu sejauh mana syariat memandang hal ini? Dua hadits yang mereka jadikan sandaran,
“Berjabat tanganlah setelah shalat fajar, maka Allah ta’ala akan menuliskan bagi kalian sepuluh pahala”
“Berjabat tanganlah setelah shalat Ashar, maka akan dibalas dengan rahmat dan ampunan”
Padahal dua hadits ini (as-Sa’ayah fie Kasyfi Amma fi Syarhil Waqayah: 256), adalah maudhu’ yang tidak boleh dijadikan landasan dalil, serta tidak boleh disandarkan kepada Rasulullah saw. Kedustaan menjadi penyebab hadits ini, sehingga tidak boleh diriwayatkan, apalagi digunakan landasan dalil.
Yang Sunnah
“Berjabat tanganlah setelah shalat fajar, maka Allah ta’ala akan menuliskan bagi kalian sepuluh pahala”
“Berjabat tanganlah setelah shalat Ashar, maka akan dibalas dengan rahmat dan ampunan”
Padahal dua hadits ini (as-Sa’ayah fie Kasyfi Amma fi Syarhil Waqayah: 256), adalah maudhu’ yang tidak boleh dijadikan landasan dalil, serta tidak boleh disandarkan kepada Rasulullah saw. Kedustaan menjadi penyebab hadits ini, sehingga tidak boleh diriwayatkan, apalagi digunakan landasan dalil.
Yang Sunnah
Banyak hadits yang menganjurkan seorang muslim mengucapkan salam kepada saudara muslim lainnya dibarengi saling berjabat tangan. Di dalamnya terkandung banyak hikmah, di antaranya mempererat persaudaraan dan menjauhkan dari permusuhan. Rasululah saw bersabda,
“Bila salah seorang diantara kalian bertemu saudaranya, maka hendaknya ia ucapkan salam. Bila kedua telah terhalang oleh pohon, atau dinding atau batu, lalu ketemu kembali, maka hendaknya ia kembali mengucapkan salam padanya.” (HR. Abu Daud)
Melakukan sunah ini, tidak berbeda apakah di dalam atau di luar masjid. Belum pernah satu pun dari generasi salaf, bahwa bila mereka selesai shalat lalu menengok kanan dan kiri untuk berjabat tangan. Andaikan saja pernah dilakukan, pasti ada sumber yang menceritakan hal tersebut, walau dengan jalan yang lemah. Ibnu Taimiyah ketika ditanya tentang masalah ini, beliau katakan, “Berjabat tangan setelah shalat adalah bid’ah dan bukan sunnah.” (Majmu’ fatawa:23/337)
Al-Laknawi berkata, “Telah banyak menyebar di zaman kami ini, di banyak negeri, terutama di negeri Dakni, ia adalah sumber bid’ah dan fitnah. Dua hal yang harus ditinggalkan: pertama, mereka tidak mengucapkan salam ketika masuk masjid, di waktu shalat fajar. Tapi mereka masuk dan langsung shalat sunnah dan shalat fardhu. Mereka saling mengucapkan salam setelah usai shalat. Ini tidak dibenarkan, ia disunahkan bila bertemu, tidak ketika di majlis. Kedua, mereka saling berjabat tangan setelah selesai shalat fajar, ashar, ied, dan jum’at. Padahal salam disunahkan ketika bertemu”.
Kebiasaan berjabat tangan setelah shalat fardhu ternyata telah ada semenjak al-Izz bin Abdussalam dan al-Laknawi. Ketika itu hanya di dua waktu saja, tapi sekarang kebiasaan itu dilakukannya di setiap usai shalat fardhu.
Demikianlah sebuah amalan bid’ah, makin lama makin bertambah cara dan metodenya, sesuai dengan berjalannya waktu dan tempat dimana ia berkembang.