Minggu, 30 Agustus 2009
Pengertian Pernikahan
Dalam pandangan Islam, pernikahan merupakan ikatan yang amat suci dimana dua insan yang berlainan jenis dapat hidup bersama dengan direstui agama, kerabat, dan masyarakat.
Aqad nikah dalam Islam berlangsung sangat sederhana, terdiri dari dua kalimat “ijab dan qabul”. Tapi dengan dua kalimat ini telah dapat menaikkan hubungan dua makhluk Allah dari bumi yang rendah ke langit yang tinggi. Dengan dua kalimat ini berubahlah kekotoran menjadi kesucian, maksiat menjadi ibadah, maupun dosa menjadi amal sholeh. Aqad nikah bukan hanya perjanjian antara dua insan. Aqad nikah juga merupakan perjanjian antara makhluk Allah dengan Al-Khaliq. Ketika dua tangan diulurkan (antara wali nikah dengan mempelai pria), untuk mengucapkan kalimat baik itu, diatasnya ada tangan Allah SWT, “Yadullahi fawqa aydihim”.
Begitu sakralnya aqad nikah, sehingga Allah menyebutnya “Mitsaqon gholizho” atau perjanjian Allah yang berat. Juga seperti perjanjian Allah dengan Bani Israil dan juga Perjanjian Allah dengan para Nabi adalah perjanjian yang berat (Q.S Al-Ahzab : 7), Allah juga menyebutkan aqad nikah antara dua orang anak manusia sebagai “Mitsaqon gholizho”. Karena janganlah pasangan suami istri dengan begitu mudahnya mengucapkan kata cerai.
Allah SWT menegur suami-suami yang melanggar perjanjian, berbuat dzalim dan merampas hak istrinya dengan firmannya : “Bagaimana kalian akan mengambilnya kembali padahal kalian sudah berhubungan satu sama lain sebagai suami istri. Dan para istri kalian sudah melakukan dengan kalian perjanjian yang berat “Mitsaqon gholizho”.” (Q.S An-Nisaa’ : 21).
Aqad nikah dapat menjadi sunnah, wajib, makruh ataupun haram, hal ini disebabkan karena :
I. Sunnah, untuk menikah bila yang bersangkutan :
a. Siap dan mampu menjalankan keinginan biologi,
b. Siap dan mampu melaksanakan tanggung jawab berumah tangga.
II. Wajib menikah, apabila yang bersangkutan mempunyai keinginan biologi yang kuat, untuk menghindarkan dari hal-hal yang diharamkan untuk berbuat maksiat, juga yang bersangkutan telah mampu dan siap menjalankan tanggung jawab dalam rumah tangga.
Hal ini sesuai dengan firman Allah Q.S An-Nur : 33
III. Makruh, apabila yang bersangkutan tidak mempunyai kesanggupan menyalurkan biologi, walo seseorang tersebut sanggup melaksanakan tanggung jawab nafkah, dll. Atau sebaliknya dia mampu menyalurkan biologi, tetapi tidak mampu bertanggung jawab dalam memenuhi kewajiban dalam berumah tangga.
IV. Haram menikah, apabila dia mempunyai penyakit kelamin yang akan menular kepada pasangannya juga keturunannya.
Sebaiknya sebelum menikah memeriksakan kesehatan untuk memastikan dengan benar, bahwa kita dalam keadaan benar-benar sehat. Apabila yang mengidap penyakit berbahaya meneruskan pernikahannya, dia akan mendapat dosa karena dengan sengaja menularkan penyakit kepada pasangannya.
Bagi mereka yang melaksanakan pernikahan dalam keadaan wajib dan sunnah, berarti dia telah melaksanakan perjanjian yang berat. Apabila perjanjian itu dilanggar, Allah akan mengutuknya.
Apabila perjanjian itu dilaksanakan dengan tulus, kita akan dimuliakan oleh Allah SWt, dan ditempatkan dalam lingkungan kasih Allah.
Lalu apa yang harus dilakukan keduanya (suami-istri) dalam mengarungi bahtera rumah tangga? Bila suatu pernikahan dilandasi mencari keridhaan Allah SWT dan menjalankan sunnah Rosul, bukan semata-mata karena kecantikan fisik atau memenuhi hasrat hawa nafsunya, maka Allah akan menjamin kehidupan rumah tangga keduanya yang harmonis, penuh cinta, dan kasih sayang, seperti firman Allah dalam Q.S Ar-Rum : 21, sebagaimana yang sering kita dengar.
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (Ar-Ruum : 21)
Keterangan :
- Istri-istri dari jenismu sendiri (berpasang pasangan), yaitu mempunyai ukuran yang sama, ukuran dalam bidang tujuan, ilmu, rohani, dll. Serta masing-masing dapat dengan baik memahami fungsinya, serta menjalankan kewajiban dan haknya dengan baik. Suami sebagai imam dalam rumah tangga, dan istri sebagai wakilnya.
Masa awal berumah tangga, dimana kita harus dapat menyamakan pandangan dengan cara beradaptasi dengan pasangan masing-masing, serta meningggalkan sifat individual.
- Tentram, yaitu suatu masa berumah tangga dimana kita sudah saling memahami sifat pasangan masing-masing, serta mulai timbul perasaan tentram, seiring dan sejalan dalam mewujudkan tujuan berumah tangga.
- Cinta, hal ini adalah tahap selanjutnya yang kita rasakan pada pasangan kita, dimana kita mencintai tidak hanya didasarkan atas keadaan fisik atau ekonomi semata, ataupun keadaan luar saja, tetapi telah timbul perasaan mencintai yang dalam, karena Allah SWT, yang tidak tergoyahkan oleh godaan-godaan yang ada.
- Rahmah, adalah tahap akhir yang merupakan buah final dari semua perasaan, dimana pada tahap ini, kita benar-benar menjalankan pernikahan tanpa adanya halangan yang mengganggu, dan dapat terus berpasangan menuju ridho Allah SWT.
Tapi mengapa banyak sekali rumah tangga yang hancur berantakan padahal Allah telah menjamin dalam surat diatas? Hal ini tentunya ada kesalahan pada sang istri atau suami atau keduanya melanggar ketentuan Allah SWT.
Allah menanamkan cinta dan kasih sayang apabila keduanya menjalankan hak dan tanggung jawab karena Allah dan mencari keridhaan Allah, itulah yang akan dicatat sebagai ibadah.
“Perjanjian Berat” Ijab Qobul, juga sebagai pemindahan tanggung jawab dari orang tua kepada suami. Pengantin laki-laki telah menyatakan persertujuannya atau menjawab ijab qobul dari wali pengantin perempuan denga menyebut ijab qobulnya. Itulah perjanjian yang amat berat yang Allah SWT ikut dalam pelaksanaannya. Hal ini sering dilupakan pasangan suami istri dan masyarakat.
Tanggung jwab yang berpindah tangan. Tanggung jawab wali terhadap seorang wanita yang dipindahkan kepada seorang laki-laki yang menikahi wanita tersebut, antara lain:
1. Tanggung jawab memberi nafkan yang secukupnya, baik lahir maupun batin,
2. Tanggung jawab menyediakan tempat tinggal yang selayaknya,
3. mendidik akhlak dan agama dengan baik,
4. mengayomi, melindungi kehormatan dan keselamatan istrinya.
Setelah ijab qobul, suami menjadi pemimpin dalam rumah tangga yang akan menentukan corak masa depan kehidupan dalam rumah tangganya (suami sebagai imam).
Dengan aqad nikah, Allah SWT memberikan kehormatan kepadanya untuk menjalankan misi yang mulia.
Bismillahirrochmaanirrochiim.
1. Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Allah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Allah menciptakan istrinya dan dari pada keduanya Allah memeperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. (An-Nisaa’ : 1)
2. Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunianya. Dan Allah Maha Luas (pemberiannya) lagi Maha Mengetahui. (An-Nuur : 32)
3. Dan orang-orang yang tidak mampu berkawin hendaklah menjaga kesucian(dari)nya. Sehingga Allah memampukan mereka dengan karuniaNya. (An-Nuur : 33)
4. Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Ar-Ruum : 21)
5. Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhammu Maha Kuasa. (Al-Furqaan : 54)
6. Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu, dari padanya Dia menciptakan istrinya agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya istrinya itu mengandung kandungan yang ringan dan teruslah dia merasa ringan. Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami istri) bermohon kepada Allah Tuhannya seraya berkata “Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang sempurna tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyukur”. (Al-A’raaf :189)
7. Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan bertambah. Dan segala sesuatu pada sisiNya ada ukurannya. (Ar-Ra’d : 8)
8. kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapapun yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak laki-laki kepada siapapun yang Dia kehendaki. Atau Dia menganugrahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang Dia kehendaki) dan Dia menjadikan mandul siapa saja yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. (Asy-Syuura : 49-50)
www.info-iman.blogspot.com
Akibat Maksiat Suatu Negeri
“Sesungguhnya kami telah pengutusmu (muhammad) dengan kebenaran sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan”. (Al-Baqarah: 119).
Allah turunkan Al-Qur’an untuk menyelesaikan masalah-masalah di antara mereka dan juga untuk mengingatkan mereka akan yaumul mii’aad yaitu hari pembalasan terhadap apa-apa yang telah dilakukan oleh para penghuni alam dunia.
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”. (An-Nalh: 44).
Dan dalam sebuah hadits shahih Rasul bersabda:
مَنْ وَجَدْتُمُوْهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوْطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُوْلَ بِهِ.
Dan Rasulpun melaknat orang yang menyogok dan yang disogok, sebagaimana hadis shahih yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Imam Ahmad.
Berbagai bentuk perjudian pun digelar, pembunuhan yang tanpa memperhitungkan nilai kemanusiaan dan agama pun terus terjadi silih berganti, padahal Rasul Shalallaahu alaihi wasalam telah memperingatkan untuk meninggalkan tujuh hal yang menghancurkan.
اِجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوْبِقَاتِ. قِيْلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَمَا هُنَّ؟ قَالَ: الشِّرْكُ بِاللهِ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِيْ حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ وَالسِّحْرُ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيْمِ وَالتَّوَلِّيْ يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلاَتِ الْمُؤْمِنَاتِ.
Segala sesuatunya kini telah terbalik, yang hak dikatakan dan dianggap batil, yang batil dipertahankan, dan tidak malu-malu di hadapan yang hak. Siapakah yang bertanggung jawab akan hal ini?, yang jelas kita semua bertanggung jawab, kita sebagai umara’, ulama maupun pribadi-pribadi muslim.“Jikalau sekiranya penduduk-penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami limpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (Al-A’raf: 96).
Islam adalah satu-satunya ajaran yang menjamin ketenteraman dan kesejahteraan hidup, tidak saja di dunia, tetapi bahkan di akhirat, sebab ajaran ini adalah ajaran dari Dzat yang maha memberikan jaminan bagi kebutuhan insan.
Untuk menyelamatkan negeri dan umat ini tidak lain adalah kita kembali memurnikan dan menegakkan ajaran Allah pencipta kita, ketika umat semakin jauh dari ajarannya semakin gencar pula azab yang akan diterima dan ditimpahkan, oleh karena itu ada baiknya kita menilik kembali perkataan Syaikh Ali Hasan Al-Atsari bahwa tidak ada jalan lain dalam mengembalikan umat dan memperbaiki umat ini kecuali dengan tashfiyah dan tarbiyah sebagaimana yang disebutkan di dalam kitabnya “At-Tashfiah wat Tarbiyah”, “Bahwa kondisi yang buruk yang menimpa kaum muslimin dewasa ini adalah akibat terlalu jauhnya mereka dari kitab Allah dan sunnah RasulNya “. Kenapa hal itu bisa terjadi, Syaikh Abdurrahman Ibnu Yahya Al-Muallimi Al-Yamani tokoh ulama salaf abad XIV H yang dinukil dalam buku At-Tashfiah wat Tarbiyah hal 19-20 bahwa hal itu terpulang pada tiga persoalan.
1. Tercampurnya ajaran yang bukan dari Islam dengan ajaran Islam.
2. Lemahnya kepercayaan orang akan apa yang menjadi ajaran Islam.
3. Tidak adanya pengamalan (penerapan) terhadap hukum-hukum Islam.
أَقُولُ قَوْ لِي هَذَا وَاسْتَغْفِرُوا اللهَ ِليْ وَ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ.
Syaikh Ali Hasan Al-Atsari melanjutkan dalam kitabnya bahwa ada tiga hal pokok yang mendasar dalam mengatur sistem tarbiyah (pembinaan) yang merupakan rangkaian dari tashfiyah.
a. Menitik beratkan pada kebangkitan aqidah tauhid dan pembersihan dari segala bentuk bid’ah dan penyelewengan-penyelewengannya.
b. Barometer semua pembinaan adalah Al-Qur’an dan As-Sunah. Dengan praktek-praktek yang diterapkan para salafus shalih dan ulama-ulama rabbani yang mengakar pemahamannya terhadap Al-Qur’an dan As-Sunah.
c. Bahwa tarbiyah haruslah menyangkut pengarahan umum yang erat hubungannya dengan kehidupan sehari-hari, seperti keyakinan, norma-norma, adat-adat, tradisi, kegiatan kantor, politik, sosial dan seterusnya (At-Tashfiah wat Tarbiyah hal. 101).
Yang terakhir. Apakah keadaan dan kenyataan yang menimpa kita selama ini tidak menjadikan kita berfikir dan berbenah diri untuk hidup yang akan datang, kehidupan abadi yang menentukan sengsara atau bahagia.
“Maka apakah penduduk negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur”.
(Al-A’raf: 97).
“Maka apakah mereka merasa aman dari adzab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tidaklah merasa aman dari adzab Allah kecuali orang-orang yang merugi”. (Al-A’raf: 99).
www.info-iman.blogspot.com
Dzikir Dan Bacaan Khusus Disela-sela Sholat Tarawih
Apakah ada dzikir atau bacaan khusus setelah sholat empat dan delapan rakaat dalam sholat tarawih? (085669610XXX)
Jawab:
Tidak ada dzikir atau bacaan tertentu yang dikhususkan untuk dibaca setelah selesai melakukan sholat empat dan delapan rakaat dari sholat tarawih. Oleh karenanya untuk memanfaatkan jeda waktu yang ada tersebut kita dapat menggunakannya untuk melafadzkan dzikir-dzikir apa saja yang bersifat mutlak yang kita kehendaki, atau kita dapat menggunakannya untuk berdoa atau membaca Al Qur'an hingga imam bangkit untuk melanjutkan kerakaat berikutnya. Wallahu a'lam bish showab.
www.info-iman.blogspot.com
Sabtu, 29 Agustus 2009
Puasa Sunnah Digabung Dengan Puasa Nadzar
Tanya:
Boleh tidak puasa sunnah tiga hari digabung dengan puasa nadzar tiga hari? (081585481XXX)
Jawab:
Puasa nadzar hukumnya wajib sedangkan puasa tiga hari setiap bulan hukumnya sunnah. Maka tidak boleh jika seseorang berniat puasa sunnah tiga hari digabung dengan puasa nadzar tiga hari, karena niatan awalnya adalah mengerjakan yang sunnah maka yang wajib belum gugur.
Namun dibenarkan jika seandainya seseorang yang ingin menunaikan puasa nadzar tiga hari dikerjakan pada tanggal 13, 14 dan 15 pada bulan hijriyah, yang berarti bertepatan dengan pelaksanaan puasa putih, maka Insya Allah ia akan mendapatkan keutamaan dari keduanya. Wallahu Ta’ala A’lam Bis Showab.
www.info-iman.blogspot.com
Jumat, 28 Agustus 2009
Menyimpan Jimat Dan Rajah Pemberian Dari Kyai
Apakah boleh menyimpan jimat atau rajah yang diberikan oleh kyai?
Jawab:
Jimat atau rajah termasuk syirik, sehingga janganlah benda tersebut disimpan, karena kalau disimpan sekalipun kini orang tersebut tidak meyakininya lagi namun bisa jadi pada saat-saat ia dalam kesulitan setan akan membisikkan kepadanya untuk mencoba kembali keampuhan jimat pemberian kyai tersebut, dengan begitu ia akan terjeremab kedalam kesyirikan lagi. Atau ia memang tidak menggunakannya, namun lantaran tidak dimusnahkan bisa jadi anak cucunya akan menggunakannya untuk kepentingan-kepentingan yang berujung kepada kesyirikan.
Oleh karenanya hendaklah jimat-jimat tersebut segera dimusnahkan agar tidak menjadi wasilah (sarana) terjadinya kesyirikan.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah memerintahkan seorang laki-laki yang memakai sebuah gelang yang diyakininya bisa menghilangkan penyakit agar membuang gelang tersebut dan mengancam sekiranya ia meninggal dunia sementara gelang tersebut masih melekat dalam dirinya dia tidak akan beruntung selamanya, maksudnya dia akan dimasukkan ke dalam Neraka.
Hal ini disebutkan dalam riwayat berikut:
عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبْصَرَ عَلَى عَضُدِ رَجُلٍ حَلْقَةً أُرَاهُ قَالَ مِنْ صُفْرٍ فَقَالَ وَيْحَكَ مَا هَذِهِ قَالَ مِنَ الْوَاهِنَةِ قَالَ أَمَا إِنَّهَا لَا تَزِيدُكَ إِلَّا وَهْنًا انْبِذْهَا عَنْكَ فَإِنَّكَ لَوْ مِتَّ وَهِيَ عَلَيْكَ مَا أَفْلَحْتَ أَبَدًا
"Dari Imran bin Hushain bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melihat sebuah gelang terbuat dari kuningan yang dikenakan oleh seorang laki-laki dilengannya. Lalu beliau bersabda: "Celakalah engkau, benda apa ini?" Ia (laki-laki) tersebut menjawab: "Untuk tolak bala." Beliau bersabda: "Sesungguhnya benda itu hanya membuatmu menjadi semakin lemah, lepaskanlah ia darimu karena sesungguhnya seandainya engkau meninggal dunia sementara benda itu masih ada padamu maka engkau tidak akan beruntung selamanya." (HR. Ahmad No 19498)
Adapun dalil lain tentang syiriknya mengunakan jimat yang digantungkan ditubuh seseorang adalah:
عَنْ عُقْبَةَ ابْنِ عَامِرٍ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيمَةً فَلَا أَتَمَّ اللَّهُ لَهُ
"Dari Uqbah bin Amir ia berkata: "Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa yang menggantungkan jimat maka Allah tidak akan mengabulkan permohonannnta." (HR. Ahmad No 16951)
Dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:
مَنْ عَلَّقَ تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ
"Barangsiapa yang menggantungkan jimat sungguh ia telah melakukan kesyirikan." (HR. Ahmad No 16969)
Wallahu A'lam Bish Showab.
www.info-iman.blogspot.com
Puasa Yang Wajib Dalam Setahun
Puasa apa saja yang wajib dilakukan dalam kurun satu tahun? (Sri, Kedaton)
Jawab:
Puasa yang wajib dilakukan dalam kurun satu tahun hanya puasa di bulan Ramadhan. (Shahih Fiqh Sunnah 2/88-89). Selebihnya adalah sunnah, seperti puasa Senin Kamis, puasa Daud, puasa Arafah, puasa Asy-syura, dan lain-lain.
Hal ini didasarkan pada riwayat shahih yang terdapat dalam shahih Bukhari dan Muslim ketika ada seorang arab Badui yang datang menemui Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan bertanya kepada beliau tentang puasa apa yang diwajibkan Allah Ta'ala kepada hamba-hamba-Nya, ia berkata kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam :
أَخْبِرْنِى مَا فَرَضَ اللَّهُ عَلَىَّ مِنَ الصِّيَامِ فَقَالَ شَهْرَ رَمَضَانَ ، إِلاَّ أَنْ تَطَّوَّعَ شَيْئًا
"Kabarkan kepadaku puasa apa yang Allah wajibkan atas diriku? Beliau r menjawab: "(Puasa) pada bulan Ramadhan, kecuali bila engkan ingin puasa sunnah." (HR Bukhari No 1891 dan Muslim No 8).
Wallahu A’lam Bish Showab.
www.info-iman.blogspot.com
Rabu, 26 Agustus 2009
Apa Yang Diperbuat Oleh Makmum Yang Masbuq
Apabila kita ketinggalan sholat berjamaah, ketika masuk imam sedang dalam posisi tasyahud, bagaimana posisi kita yang ketinggalan, apa sekedar mengikuti gerakannya atau ikut membaca tasyahud? (081379053XXX)
Jawab:
Apabila seseorang menjadi masbuq dalam sholat berjamaah dan ketika masuk imam sedang dalam posisi tasyahud, maka ia hendaknya membaca tasyahud seperti yang dilakukan oleh imam dan makmum lainnya. Hal ini berdasarkan keumuman hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam :
إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا وَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا
“Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti. Apabila ia bertakbir maka bertakbirlah kalian. Apabila ia ruku’ maka ruku’lah kalian dan apabila ia sujud maka sujudlah kalian.” (HR. Bukhari No 371)
Jadi disamping makmum dituntut untuk mengikuti gerakan imam, maka ia dituntut pula untuk membaca doa pada setiap gerakan yang ia lakukan bersama sang imam, meskipun ia tidak digolongkan mendapat rakaat tersebut bersama imam. Seperti orang yang masuk ketika imam sudah I’tidal, ia diperintahkan untuk langsung bergabung dengan imam tidak menunggu sampai imam berdiri pada rakaat berikutnya.
Hal ini sebagaimana dituturkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dalam sebuah haditsnya:
عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَتَى أَحَدُكُمُ الصَّلَاةَ وَالْإِمَامُ عَلَى حَالٍ فَلْيَصْنَعْ كَمَا يَصْنَعُ الْإِمَامُ
“Dari Muadz Bin Jabal ia berkata: “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Jika salah seorang diantara kalia mendatangi sholat (berjamaah) sedangkan imam sedang dalam suatu keadaan, maka berbuatlah sebagaimana diperbuat oleh imam.” (HR. Turmudzi No 591 dan dishahihkan oleh Albani)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا جِئْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ وَنَحْنُ سُجُودٌ فَاسْجُدُوا وَلَا تَعُدُّوهَا شَيْئًا وَمَنْ أَدْرَكَ الرَّكْعَةَ فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلَاةَ
“Dari Abu Hurairah ia berkata: “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Jika kalian mendatangi sholat sementara kami sedang sujud maka sujudlah kalian namun kalian tidak mendapatkan rakaat tersebut. Dan barangsiapa yang mendapat satu rakaat (bersama imam) sungguh ia telah mendapatkan sholat tersebut.” (HR. Abu Daud No 893, dan dihasankan oleh Albani)
(Lihat kitab Sholatul Mu’min [Panduan Sholat Lengkap] Syeikh Said bin Ali Wahaf Al Qahthani : 423-426 dan 614)
www.info-iman.blogspot.com
Selasa, 25 Agustus 2009
Lafadz Hadits Bahwa Suara Wanita Itu Aurat
Bagaimana lafadz hadits yang menyatakan bahwa suara wanita adalah aurat? Dan bagaimana asbabul wurudnya? (081578721XXX)
Jawab:
Pendapat yang menyatakan bahwa suara wanita adalah aurat adalah tidak benar, dan kami belum mendapatkan adanya hadits atau riwayat tentang hal ini.
Riwayat yang kami dapatkan tentang wanita adalah bahwa “wanita itu aurat” bukan “suara wanita itu aurat.” Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ عَنِ النَّبِيِّ قَالَ الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ
“Dari Abdullah dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: “Wanita adalah aurat, maka jika ia keluar ia diiringi oleh setan.” (HR. Tirmidzi No 1173 dan dishahihkan oleh Syeikh Albani).
Dan didalam Al Qur’anpun Allah Ta'ala membolehkan para istri Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam untuk berbicara, namun tidak dengan suara yang lembut yang dapat menggoda kaum laki-laki.
يَانِسَآءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِّنَ النِّسَآءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلاَ تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلاً مَّعْرُوفًا
Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (Surat Al Ahzab : 32)
Dengan demikian jelaslah bahwa pada dasarnya wanita tetap diperbolehkan untuk berbicara dengan lawan jenisnya, namun ada batasan-batasan yang harus ditaatinya agar tidak menimbulkan fitnah bagi kaum laki-laki. Wallahu A’lam Bish Showab. (Lihat Majmu’ fatawa Wa Rasa’il karya Syeikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin 12/269)
www.info-iman.blogspot.com
Senin, 24 Agustus 2009
Hal-hal Yang MembatalkanTauhid
Tolong jelaskan hal-hal yang membatalkan tauhid ?
Jawab:
Sebelum menjawab pertanyaan ini perlu dijelaskan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dengan hal-hal yang membatalkan tauhid adalah sama dengan hal-hal yang membatalkan keislaman atau hal-hal yang menjadikan seseorang murtad, keluar dari Islam. Semua ini adalah ungkapan yang memiliki makna yang sama, yaitu mengeluarkan seseorang dari Islam atau murtad.
Para ulama rahimahumullah telah menyebutkan dalam bab hukum kemurtadan, bahwa seorang muslim bisa di anggap murtad (keluar dari agama Islam) dengan berbagai macam hal yang membatalkan keislaman baik berupa keyakinan, perkataan maupun berupa perbuatan, yang menyebabkan halal darah dan hartanya dan di anggap keluar dari agama Islam.
Yang paling berbahaya dan yang paling banyak terjadi ada sepuluh hal, yang di sebutkan oleh Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab, syeikh Abdul Aziz bin Bazz dan para ulama lainnya. Berikut ini adalah point-point yang kami sebutkan secara ringkas, dengan sedikit penjelasan agar kita berhati hati dari hal ini dan tidak terjebak didalamnya, dengan harapan dapat selamat dan terbebas darinya.
Pertama:
Mempersekutukan Allah Ta'ala dalam beribadah.
Allah Ta'ala berfirman:
إِنَّ اللهَ لاَيَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَادُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَآءُ وَمَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً بَعِيدًا
“Sesungguhnya Allah (Subhanahu wa Ta’ala) tidak mengampuni dosa syirik (menyekutukan) dengan-Nya, dan mengampuni dosa selain itu bagi orang – orang yang dikehendaki-Nya.” (An-nisa’ ayat : 116)
Allah (Subhanahu wa Ta’ala) berfirman:
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan Allah, niscaya Allah akan mengharamkan surga baginya, dan tempat tinggalnya (kelak) adalah neraka, dan tiada seorang penolong pun bagi orang – orang zhalim” .( Al- Maidah : 72).
Kedua:
Menjadikan sesuatu sebagai perantara antara dirinya dengan Allah Ta'ala, meminta do’a dan syafaat serta bertawakkal (berserah diri) kepada perantara tersebut.
Orang yang melakukan hal itu, menurut ijma’ (kesepakatan) ulama para ulama, adalah kafir.
Ketiga :
Tidak menganggap kafir orang- orang musyrik, atau ragu atas kekafiran mereka, atau membenarkan konsep mereka.
Keempat:
Berkeyakinan bahwa tuntunan selain tuntunan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam lebih sempurna, atau berkeyakinan bahwa hukum selain dari beliau lebih baik, seperti : mereka yang mengutamakan aturan - aturan thaghut (aturan–aturan manusia yang melampaui batas serta menyimpang dari hukum Allah), dan mengesampingkan hukum Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, maka orang yang berkeyakinan demikian adalah kafir.
Termasuk dalam point ini adalah orang yang berkeyakinan bahwa aturan- aturan dan perundang – undangan yang diciptakan manusia lebih utama dari pada syariat Islam, atau bahwa syariat Islam tidak tepat untuk diterapkan pada abad ke dua puluh ini, atau berkeyakinan bahwa Islam adalah sebab kemunduran kaum muslimin, atau berkeyakinan bahwa Islam itu terbatas dalam mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya saja, dan tidak mengatur urusan kehidupan yang lain.
Juga orang yang berpendapat bahwa melaksanakan hukum Allah Ta'ala dan memotong tangan pencuri, atau merajam pelaku zina ( muhsan) yang telah kawin tidak sesuai lagi di masa kini.
Demikian juga orang yang berkeyakinan diperbolehkannya pengetrapan hukum selain hukum Allah I dalam segi mu’amalat syar’iyyah, seperti perdagangan, sewa menyewa, pinjam meminjam, dan lain sebagainya, atau dalam menentukan hukum pidana, atau lain-lainnya, sekalipun tidak disertai dangan keyakinan bahwa hukum- hukum tersebut lebih utama dari pada syariat Islam.
Karena dengan demikian ia telah menghalalkan apa yang telah diharamkan oleh Allah Ta'ala, menurut kesepakatan para ulama’.sedangkan setiap orang yang telah menghalalkan apa yang sudah jelas dan tegas diharamkan oleh Allah Ta'ala dalam agama, seperti zina, minum arak, riba dan penggunaan perundang- undangan selain Syariat Allah Ta'ala, maka ia adalah kafir, merurut kesepakatan para umat Islam.
Kelima :
Membenci sesuatu yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, meskipun ia sendiri mengamalkannya. Orang yang sedemikian ini adalah kafir.
Karena Allah Ta'ala telah berfirman :
”Demikian itu adalah dikarenakan mereka benci terhadap apa yang di turunkan oleh Allah, maka Allah menghapuskan (pahala) segala amal perbuatan mereka”. ( Muhammad : 9).
Keenam:
Memperolok–olok sesuatu dari ajaran Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam , atau memperolok–olok pahala maupun siksaan yang telah menjadi ketetapan agama Allah Ta'ala , maka orang yang demikian menjadi kafir, karena Allah Ta'ala telah berfirman :
قُلْ أَبِاللهِ وَءَايَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِءُونَ {65} لاَتَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُم
”Katakanlah ( wahai Muhammad ) terhadap Allah kah dan ayat– ayat Nya serta RasulNya kalian memperolok–olok ? tiada arti kalian meminta maaf, karena kamu telah kafir setelah beriman.” (At- Taubah : 65- 66).
Ketujuh :
Sihir, termasuk didalamnya adalah ilmu guna-guna yang merobah kecintaan seorang suami terhadap istrinya menjadi kebencian, atau yang menjadikan seseorang mencintai orang lain, atau sesuatu yang di bencinya dengan cara syaitani. Orang yang melakukan hal ini adalah kafir, karena Allah Ta'ala telah berfirman :
وَمَاكَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِّنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَآأُنزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولآ إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلاَ تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ
“Padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya.( Al-Baqarah : 102)
Kedelapan:
Membantu dan menolong orang–orang musyrik untuk memusuhi kaum muslimin.
Allah Ta'ala berfirman:
وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللهَ لاَيَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Dan barang siapa diantara kamu mengambil mereka (Yahudi dan Nasrani) menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang tersebut termasuk golongan mereka. sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang–orang yang zhalim” .( Al- Maidah: 51).
Kesembilan:
Berkeyakinan bahwa sebagian manusia diperbolehkan tidak mengikuti syari’at Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, maka yang berkeyakinan seperti ini adalah kafir.
Allah Ta'ala berfirman :
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ اْلأِسْلاَمِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي اْلأَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barang siapa menghendaki suatu agama selain Islam, maka tidak akan diterima agama itu dari padanya, dan ia di akhirat tergolong orang- orang yang merugi”.( Ali- Imran: 85).
Kesepuluh :
Berpaling dari Agama Allah Ta'ala dengan tanpa mempelajari dan tanpa melaksanakan ajarannya.
Allah Ta'ala berfirman :
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّن ذُكِّرَ بِئَايَاتِ رَبِّهِ ثُمَّ أَعْرَضَ عَنْهَآ إِنَّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ مُنتَقِمُونَ
“Tiada yang lebih zhalim dari pada orang yang telah mendapatkan peringatan melalui ayat–ayat Rabb-nya, kemudian ia berpaling dari padanya. Sesungguhnya Kami akan menimpakan pembalasan kepada orang yang berdosa “. ( As- Sajadah : 22).
Dalam hal- hal yang membatalkan keislaman ini, tak ada perbedaan hukum antara yang main-main, yang sungguh- sungguh (yang sengaja melanggar) ataupun yang takut, kecuali orang yang di paksa. Semua itu merupakan hal- hal yang paling berbahaya dan paling sering terjadi. Maka setiap muslim hendaknya menghindari dan takut darinya. Kita berlindung kepada Allah Ta'ala dari hal- hal yang mendatangkan kemurkaan Nya dan kepedihan siksaan-Nya.
(Lihat Kitab Nawaqidhul Islam [edisi Indonesia: Hal-hal yang membatalkan Keislaman] oleh Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz bin Baz)
Tanya:
Tolong jelaskan hal-hal yang membatalkan tauhid ?
Jawab:
Sebelum menjawab pertanyaan ini perlu dijelaskan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dengan hal-hal yang membatalkan tauhid adalah sama dengan hal-hal yang membatalkan keislaman atau hal-hal yang menjadikan seseorang murtad, keluar dari Islam. Semua ini adalah ungkapan yang memiliki makna yang sama, yaitu mengeluarkan seseorang dari Islam atau murtad.
Para ulama rahimahumullah telah menyebutkan dalam bab hukum kemurtadan, bahwa seorang muslim bisa di anggap murtad (keluar dari agama Islam) dengan berbagai macam hal yang membatalkan keislaman baik berupa keyakinan, perkataan maupun berupa perbuatan, yang menyebabkan halal darah dan hartanya dan di anggap keluar dari agama Islam.
Yang paling berbahaya dan yang paling banyak terjadi ada sepuluh hal, yang di sebutkan oleh Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab, syeikh Abdul Aziz bin Bazz dan para ulama lainnya. Berikut ini adalah point-point yang kami sebutkan secara ringkas, dengan sedikit penjelasan agar kita berhati hati dari hal ini dan tidak terjebak didalamnya, dengan harapan dapat selamat dan terbebas darinya.
Pertama:
Mempersekutukan Allah I dalam beribadah.
Allah I berfirman:
إِنَّ اللهَ لاَيَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَادُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَآءُ وَمَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً بَعِيدًا {116}
“Sesungguhnya Allah (Subhanahu wa Ta’ala) tidak mengampuni dosa syirik (menyekutukan) dengan-Nya, dan mengampuni dosa selain itu bagi orang – orang yang dikehendaki-Nya.” (An-nisa’ ayat : 116)
Allah (Subhanahu wa Ta’ala) berfirman:
إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَالِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ {72}
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan Allah, niscaya Allah akan mengharamkan surga baginya, dan tempat tinggalnya (kelak) adalah neraka, dan tiada seorang penolong pun bagi orang – orang zhalim” .( Al- Maidah : 72).
Kedua:
Menjadikan sesuatu sebagai perantara antara dirinya dengan Allah I, meminta do’a dan syafaat serta bertawakkal (berserah diri) kepada perantara tersebut.
Orang yang melakukan hal itu, menurut ijma’ (kesepakatan) ulama para ulama, adalah kafir.
Ketiga :
Tidak menganggap kafir orang- orang musyrik, atau ragu atas kekafiran mereka, atau membenarkan konsep mereka.
Keempat:
Berkeyakinan bahwa tuntunan selain tuntunan Nabi Muhammad r lebih sempurna, atau berkeyakinan bahwa hukum selain dari beliau lebih baik, seperti : mereka yang mengutamakan aturan - aturan thaghut (aturan–aturan manusia yang melampaui batas serta menyimpang dari hukum Allah), dan mengesampingkan hukum Rasulullah r, maka orang yang berkeyakinan demikian adalah kafir.
Termasuk dalam point ini adalah orang yang berkeyakinan bahwa aturan- aturan dan perundang – undangan yang diciptakan manusia lebih utama dari pada syariat Islam, atau bahwa syariat Islam tidak tepat untuk diterapkan pada abad ke dua puluh ini, atau berkeyakinan bahwa Islam adalah sebab kemunduran kaum muslimin, atau berkeyakinan bahwa Islam itu terbatas dalam mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya saja, dan tidak mengatur urusan kehidupan yang lain.
Juga orang yang berpendapat bahwa melaksanakan hukum Allah Ta'ala dan memotong tangan pencuri, atau merajam pelaku zina ( muhsan) yang telah kawin tidak sesuai lagi di masa kini.
Demikian juga orang yang berkeyakinan diperbolehkannya pengetrapan hukum selain hukum Allah I dalam segi mu’amalat syar’iyyah, seperti perdagangan, sewa menyewa, pinjam meminjam, dan lain sebagainya, atau dalam menentukan hukum pidana, atau lain-lainnya, sekalipun tidak disertai dangan keyakinan bahwa hukum- hukum tersebut lebih utama dari pada syariat Islam.
Karena dengan demikian ia telah menghalalkan apa yang telah diharamkan oleh Allah I, menurut kesepakatan para ulama’.sedangkan setiap orang yang telah menghalalkan apa yang sudah jelas dan tegas diharamkan oleh Allah I dalam agama, seperti zina, minum arak, riba dan penggunaan perundang- undangan selain Syariat Allah I, maka ia adalah kafir, merurut kesepakatan para umat Islam.
Kelima :
Membenci sesuatu yang telah ditetapkan oleh Rasulullah r, meskipun ia sendiri mengamalkannya. Orang yang sedemikian ini adalah kafir.
Karena Allah I telah berfirman :
ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَآأَنزَلَ اللهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ {9}
”Demikian itu adalah dikarenakan mereka benci terhadap apa yang di turunkan oleh Allah, maka Allah menghapuskan (pahala) segala amal perbuatan mereka”. ( Muhammad : 9).
Keenam:
Memperolok–olok sesuatu dari ajaran Rasulullah r , atau memperolok–olok pahala maupun siksaan yang telah menjadi ketetapan agama Allah I , maka orang yang demikian menjadi kafir, karena Allah I telah berfirman :
قُلْ أَبِاللهِ وَءَايَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِءُونَ {65} لاَتَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُم
”Katakanlah ( wahai Muhammad ) terhadap Allah kah dan ayat– ayat Nya serta RasulNya kalian memperolok–olok ? tiada arti kalian meminta maaf, karena kamu telah kafir setelah beriman.” (At- Taubah : 65- 66).
Ketujuh :
Sihir, termasuk didalamnya adalah ilmu guna-guna yang merobah kecintaan seorang suami terhadap istrinya menjadi kebencian, atau yang menjadikan seseorang mencintai orang lain, atau sesuatu yang di bencinya dengan cara syaitani. Orang yang melakukan hal ini adalah kafir, karena Allah I telah berfirman :
وَمَاكَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِّنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَآأُنزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولآ إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلاَ تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ
“Padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya.( Al-Baqarah : 102)
Kedelapan:
Membantu dan menolong orang–orang musyrik untuk memusuhi kaum muslimin.
Allah I berfirman:
وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللهَ لاَيَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ {51}
“Dan barang siapa diantara kamu mengambil mereka (Yahudi dan Nasrani) menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang tersebut termasuk golongan mereka. sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang–orang yang zhalim” .( Al- Maidah: 51).
Kesembilan:
Berkeyakinan bahwa sebagian manusia diperbolehkan tidak mengikuti syari’at Nabi Muhammad r, maka yang berkeyakinan seperti ini adalah kafir.
Allah I berfirman :
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ اْلأِسْلاَمِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي اْلأَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ {85}
“Barang siapa menghendaki suatu agama selain Islam, maka tidak akan diterima agama itu dari padanya, dan ia di akhirat tergolong orang- orang yang merugi”.( Ali- Imran: 85).
Kesepuluh :
Berpaling dari Agama Allah I dengan tanpa mempelajari dan tanpa melaksanakan ajarannya.
Allah I berfirman :
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّن ذُكِّرَ بِئَايَاتِ رَبِّهِ ثُمَّ أَعْرَضَ عَنْهَآ إِنَّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ مُنتَقِمُونَ {22}
“Tiada yang lebih zhalim dari pada orang yang telah mendapatkan peringatan melalui ayat–ayat Rabb-nya, kemudian ia berpaling dari padanya. Sesungguhnya Kami akan menimpakan pembalasan kepada orang yang berdosa “. ( As- Sajadah : 22).
Dalam hal- hal yang membatalkan keislaman ini, tak ada perbedaan hukum antara yang main-main, yang sungguh- sungguh (yang sengaja melanggar) ataupun yang takut, kecuali orang yang di paksa. Semua itu merupakan hal- hal yang paling berbahaya dan paling sering terjadi. Maka setiap muslim hendaknya menghindari dan takut darinya. Kita berlindung kepada Allah I dari hal- hal yang mendatangkan kemurkaan Nya dan kepedihan siksaan-Nya.
(Lihat Kitab Nawaqidhul Islam [edisi Indonesia: Hal-hal yang membatalkan Keislaman] oleh Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz bin Baz)
www.info-iman.blogspot.com
Minggu, 23 Agustus 2009
Hukum Memakai Cadar Bagi Wanita
Saya membaca sebuah buku bahwa hadits yang memperbolehkan wanita menampakkan wajah dan telapak tangannya adalah dhaif, yang shahih memakai cadar, benar tidak? (081379312XXX)
Jawab:
Mengenai hukum memakai cadar bagi wanita muslimah telah terjadi perbedaan pendapat tentangnya. Sebagian ulama menghukuminya wajib dan sebagian yang lain tidak.
Dalam hal ini jumhur ulama berpendapat bahwa memakai cadar tidak wajib bagi muslimah namun merupakan sebuah keutamaan.
Adapun dalil yang dipakai oleh jumhur ulama yang tidak mewajibkan adalah hadits Asma sebagaimana yang disebutkan oleh saudara penanya diatas.
Lafadz hadits ini adalah sebagai berikut:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِي اللَّه عَنْهَا أَنَّ أَسْمَاءَ بِنْتَ أَبِي بَكْرٍ دَخَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهَا ثِيَابٌ رِقَاقٌ فَأَعْرَضَ عَنْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلَّا هَذَا وَهَذَا وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ
“Dari `Aisyah dia berkata, Bahwa Asma' bintu Abi Bakar menemui Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dengan memakai pakaian tipis. Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam berpaling darinya dan berkata, "Wahai Asma', sesungguhnya seorang wanita itu, jika telah mendapatkan haidh, tidak pantas terlihat dari dirinya kecuali ini dan ini, beliau menunjuk wajahnya dan kedua telapak tangannya.” (HR Abu Daud No 4104)
Sanad hadits ini lemah, tetapi Syeikh Muhammad Nashiruddin Al Albani menyatakan bahwa hadits ini dikuatkan dengan beberapa penguat (Lihat Jilbab Al Mar'atil Muslimah, karya beliau hal. 58), yaitu:
- Riwayat mursal shahih dari Qatadah dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ الْجَارِيَةَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ يَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلَّا وَجْهَهَا وَيَدَاهَا إِلَى الْمِفْصَلِ
"Jika seorang gadis kecil telah haidh, maka tidak pantas terlihat sesuatu darinya kecuali wajahnya dan tangannya sampai pergelangan." (HR. Abu Daud dala Al Maraasiil No 437 dengan sanad shahih)
- Diriwayatkan oleh Thabrani dan Al Baihaqi dari jalan Ibnu Luhai'ah, dari `Iyadh bin Abdullah, bahwa dia mendengar Ibrahim bin `Ubaid bin Rifa'ah Al Anshari menceritakan dari bapaknya, aku menyangka dari Asma' binti `Umais yang berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam masuk menemui `Aisyah, dan di dekat `Aisyah ada saudarinya, yaitu Asma bintu Abi Bakar. Asma memakai pakaian buatan Syam yang longgar lengan bajunya. Ketika Rasulullah melihatnya, beliau bangkit lalu keluar. Maka `Aisyah berkata kepada Asma, "Menyingkirlah engkau, sesungguhnya Rasulullah telah melihat perkara yang tidak beliau sukai. Maka Asma menyingkir. Kemudian Rasulullah masuk, lalu Aisyah bertanya kenapa beliau bangkit (dan keluar). Maka beliau menjawab, "Tidakkah engkau melihat keadaan Asma, sesungguhnya seorang wanita muslimah itu tidak boleh tampak darinya kecuali ini dan ini", lalu beliau memegangi kedua lengan bajunya dan menutupkan pada kedua telapak tangannya, sehingga yang nampak hanyalah jari-jarinya, kemudian meletakkan kedua telapak tangannya pada kedua pelipisnya sehingga yang nampak hanyalah wajahnya."
Al-Baihaqi menyatakan, "Sanadnya dha'if." Kelemahan hadits ini karena perawi yang bernama Ibnu Luhai'ah sering keliru setelah menceritakan dengan hafalannya, yang sebelumnya dia seorang yang utama dan terpercaya ketika menceritakan dengan bukunya. Namun Syeikh Albani menyatakan bahwa haditsnya ini dapat dijadikan penguat karena disebutkan oleh Haitsami dalam Majmu’ Zawaid (5/137) dengan periwayatan dari Thabrani dalam Mu’jam AL Kabir dan Mu’jam Al Ausath.
c. Kemudian Syeikh Albani menyebutkan bebarapa dalil penguat lain yang beliau uraikan dalam buku beliau Jilbabul Mar’ah Muslimah : 60-73.
www.info-iman.blogspot.com
Sabtu, 22 Agustus 2009
Kontak Kami
www.info-iman.blogspot.com
Kirim Pertanyaan Anda
www.info-iman.blogspot.com
Kamis, 20 Agustus 2009
Cara Membagi Zakat Fithrah
Tanya:
Bagaimana cara membagi zakat fitrah kalau mustahiq ada hanya ada lima ashnaf, bolehkah sisanya dikembalikan ke baitul mal?
Jawab:
Ibnu Rusyd Al Andalusy dalam kitab Bidayatul Mujtahid menyatakan bahwa para ulama sepakat zakat fithrah diberikan kepada orang-orang muslim yang fakir. (Al Bidayah 3/141) dan boleh diberikan kepada orang fakir yang berada diluar wilayahnya seandainya sudah tidak ada lagi orang fakir yang ada diwilayahnya.
Jadi mustahiq zakat fitrah tidak seperti mustahiq zakat mal yang berjumlah delapan ashnaf. Mustahiq zakat fitrah adalah orang-orang fakir miskin. Hal ini didasarkan pada riwayat yang shahih dari Abdullah bin Abbas t sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dalam Sunannya :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ
"Dari Ibnu Abbas ia berkata: "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam mewajibkan zakat fithrah urituk membersihkan orang yang berpuasa dari perkataan yang sia-sia dan perbuatan yang tidak terpuji serta untuk member-i makan kepada orang-orang miskin. Barangsiapa membayarkannya sebelum sholat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang membayarkannya setelah sholat maka itu hanya bernilai sedekah saja." (HR. Abu Daud No 1371 dan Ibnu Majah No 1831 dan dihasankan oleh Syeikh Albani dalam Irwaul Ghalil No 834)
Dalam hadits diatas terdapat petunjuk yang jelas bahwa zakat fitrah itu diberikan kepada orang-orang miskin, tidak kepada ashnaf- ashnaf lain sebagaimana zakat mal. Namun sekiranya ada kemaslahatan lain maka boleh dialokasikan kepada salah satu atau beberapa golongan lainnya yang berhak menerima zakat, setelah fakir miskin mendapatkan hak dan bagian mereka. (Lihat Az-Zakat : 129 dan Minhajul Muslim : 383)
www.info-iman.blogspot.com
Rabu, 19 Agustus 2009
Zakat Fitrah Untuk Modal Usaha
Bolehkah zakat fitrah disalurkan/diberikan untuk modal usaha? (Yusuf)
Jawab:
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan hikmah dikeluarkannya zakat fithrah, yaitu agar orang-orang fakir dan miskin turut dapat bergembira pada hari raya dan tidak perlu meinta-minta lagi. Sebagaimana telah disebutkan dalam sebuah riwayat:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ
"Dari Ibnu Abbas ia berkata: "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithrah untuk membersihkan orang yang berpuasa dari perkataan yang sia-sia dan perbuatan yang tidak terpuji serta untuk member-i makan kepada orang-orang miskin. Barangsiapa membayarkannya sebelum sholat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang membayarkannya setelah sholat maka itu hanya bernilai sedekah saja." (HR. Abu Daud No 1371 dan Ibnu Majah No 1831 dan dihasankan oleh Syeikh Albani dalam Irwaul Ghalil No 834)
(lihat Fiqhuz-Zakat, Dr. Yusuf Qardhawi 2/922 dan Az-Zakat, Ath-thayyar 125-126)
Orang yang ingin membayar zakat fitrah hendaknya membayarnya dalam bentuk makanan pokok bukan dalam bentuk uang. Karena demikianlah yang dipraktekkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat beliau, meskipun pada saat itu uang juga sudah ada dan berfungsi sebagai alat pembayaran.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَاعٌ مِنْ بُرٍّ أَوْ قَمْحٍ عَلَى كُلِّ اثْنَيْنِ صَغِيرٍ أَوْ كَبِيرٍ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى أَمَّا غَنِيُّكُمْ فَيُزَكِّيهِ اللَّهُ وَأَمَّا فَقِيرُكُمْ فَيَرُدُّ اللَّهُ تَعَالَى عَلَيْهِ أَكْثَرَ مِمَّا أَعْطَى
"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "(Zakat fitrah itu adalah) satu sha' gandum bagi masing-masing aanak-kecil atau orang dewasa, orang merdeka atau hamba sahaya, laki-laki atau wanita. Adapun orang yang kaya dar-i kalian maka akan Allah sucikan dirinya, adapun orang yang miskin dari kalian maka Allah akan kembalikan kepadanya lebih banyak dari apa yang telah ia bayarkan." (HR. Abu Daud No 1379 dan Ahmad)
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِي اللَّه عَنْه يَقُولُ كُنَّا نُخْرِجُ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ
"Dari Abu Said t ia berkata: 'Kami mengeluarkan zakat fithrah (pada zaman Nabi) berupa satu sha' makanan." (HR. Bukhari No 1506)
Jika seseorang telah memberikan zakat fitrahnya kepada seseorang dalam bentuk makanan pokok lalu setelah terkumpul oleh orang yang menerimanya sebagian beras zakat tersebut ia jual untuk modal usaha yang akan dirintisnya, maka hal demikian tidaklah mengapa. Karena ketika ia telah menerima zakat, maka barang tersebut menjadi miliknya ia berhak memperlakukannya sesuai yang dikehendakinya, apakah akan ia simpan semuanya, atau sebagiannya ia jual, atau sebagiannya ia infaqkan atau dihibahkan atau yang lainnya.
Yang jelas ketika seseorang membayar zakat fitrah ia harus membayarnya dengan makanan pokok, bukan dalam bentuk uang. Karena jumhur ulama yaitu Imam Malik, Imam Asy-Syafi'i, Imam Ahmad dan Ibnu Hazm Rahimahumullah berpendapat tidak sah membayarkan zakat fitrah dengan uang. (Lihat Al-Mughni 4/295 dan Al-muhalla, Ibnu Hazm 6/137).
Wallahu Ta’ala A’lam Bis Showab.
www.info-iman.blogspot.com
Selasa, 18 Agustus 2009
Muntah Ketika Sedang Berpuasa
Saya sedang berpuasa tetapi kemudian muntah karena masuk angin, apakah puasa saya batal? (085669943XXX)
Jawab:
Jika seseorang sedang berpuasa kemudian ia muntah dengan tidak sengaja, seperti muntah karena masuk angin atau yang lainnya, maka hal itu tidak membatalkan puasanya.
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ ذَرَعَهُ الْقَيْءُ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَمَنِ اسْتَقَاءَ عَمْدًا فَلْيَقْضِ
‘Dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa muntah dengan tidak sengaja maka ia tidak perlu mengqadha (puasanya). Namun barangsiapa muntah dengan sengaja maka hendaklah ia mengqadha (puasanya).” (HR. Turmudzi No 720, dishahihkan oleh Syeikh Albani)
Muntah yang membatalkan puasa adalah muntah yang dilakukan dengan sengaja berdasarkan hadits diatas. (Lihat Minhajul Muslim, Syeikh Al Jazairi) Jika ia muntah dengan tidak sengaja, maka ia tetap meneruskan puasanya karena puasanya tidak batal lantaran muntah yang tidak sengaja tersebut. Wallahu A'lam Bish Showab.
www.info-iman.blogspot.com
Senin, 17 Agustus 2009
Perihal Mentalkinkan Mayyit di Kuburan
Larangan mentalqinkan mayit setelah dikuburkan itu terdapat disurat apa dan ayat berapa? (Suwito, Way Abung)
Jawab:
Mengenai larangan mentalqinkan mayit setelah dikuburkan tidak terdapat di dalam al Qur'an, dan juga secara tekstual juga tidak kita dapatkan dalam hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Namun larangan mentalqinkan mayit setelah dikuburkan ini merupakan kesimpulan para ulama yang didasarkan pada amaliyah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam memprosesi jenazah sejak meninggal sampai dikuburkan, dimana tidak didapati bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan hal tersebut padahal ini merupakan ibadah dan ibadah tidak boleh kita lakukan kecuali ada tuntunannya dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam .
Maka ketika kita tidak mendapati adanya tuntunan dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang mentalqinkan mayit setelah dikuburkan berarti ini termasuk amalan yang tidak boleh dilakukan. Jika tetap dilakukan maka ini termasuk perbuatan bid'ah yang diada-adakan dalam Dien. Sementara setiap bid'ah adalah sesat sebagaimana telah dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sabda beliau :
َإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
“Sesungguhnya barangsiapa diantara kalian yang hidup setelahku maka ia akan melihat banyak perselisihan. Maka hendaklah kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Berpegang teguhlah kalian dengan sunnah-sunnah tersebut dan gigitlah dengan gigi-gigi geraham (kalian). Dan jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang baru karena setiap perkara yang baru (dalam persoalan agama) adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Abu Daud No 4607, dishahihkan oleh Syeikh Albani)
(Lihat Fatawa Arkanil Islam, Syeikh Utsaimin : 404)
www.info-iman.blogspot.com
Minggu, 16 Agustus 2009
Posisi Imam Wanita Dalam Sholat Berjamaah
Bagaimana posisi imam wanita yang benar dalam sholat berjamaah, karena ada yang mengatakan imam berada didepan dan ada pula yang mengatakan imam sejajar dengan makmumnya? (Iza)
Jawab:
Jika kaum wanita mengerjakan sholat berjamaah dan imam mereka adalah seorang wanita maka posisi sang imam adalah ditengah-tengah shof yang pertama. Jadi bukan berada didepan seperti jika imamnya seorang laki-laki. (Lihat Al Muhalla, Ibnu Hazam 3/172 dam Musnad Imam Asy-Syafii 6/82)
Hal ini sebagaimana dipraktekkan oleh Ummu Salamah Radliyallahu anha ketika ia menjadi imam sebagaimana dikisahkan oleh Hujairah binti Hushain:
عَنْ حُجَيْرَةَ بْنِ حُصَيْنٍ قَالَتْ : أَمَّتْنَا أُمُّ سَلَمَةَ فِي صَلاَةِ الْعَصْرِ قَامَتْ بَيْنَنَا
“Dari Hujairah binti Hushain ia berkata: “Ummu Salamah mengimami kita dalam sholat ashar, beliau berdiri diantara kita.” (HR. Abdurrazaq dalam Mushannaf No 5082 (3/140), Ibnu Abi Syaibah II/131 dan Dar Quthni I/404)
Dan dalam sebuah atsar Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu berkata:
تَؤُمُّ الْمَرْأَةُ النِّسَاءَ تَقُوْمُ فِي وَسَطِهِنَّ
“Seorang wanita (bila) menjadi imam bagi kaum wanita maka ia berdiri ditengah-tengah mereka.” (HR. Abdurrazaq No 5083)
Demikian pula Aisyah Radliyallahu anha apabila mengimami kaum wanita beliau berdiri ditengah-tengah mereka. (Lihat Mushannaf Abdurrazaq 3/140)
Dan apabila jamaahnya hanya satu orang maka posisi sang imam sejajar dengan makmumnya. Sang makmum berada disebelah kanan imam. Posisi ini sama seperti jika seorang laki-laki berjamaah dengan seorang laki-laki. (lihat Al Kaafi, Ibnu Qudamah 1/434, Syarah Al Mumti’ , Syeikh Utsaimin 4/389, Majmu Fatawa Bin Bazz 12/131).
Wallahu A’lam Bish Showab.
www.info-iman.blogspot.com
Sabtu, 15 Agustus 2009
Masbuq Yang Mendapati Satu Rakaat Sholat Jum’at
Benarkah jika sholat jum’at hanya mendapat satu rokaat yang terakhir kemudian menyempurnakannya dengan ditambah tiga rakaat menjadi dhuhur? (07217507XXX)
Jawab:
Jika seseorang mendapati satu rakaat bersama imam pada sholat juma’at, maka ia cukup hanya menambah satu rakaat lagi, tidak menambah tiga rakaat, karena orang yang mendapati satu rakaat bersama imam maka ia dikategorikan mendapat sholat bersama imam tersebut, sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَدْرَكَ مِنَ الصَّلَاةِ رَكْعَةً فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلَاةَ
“Dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu a'laihi wasallam beliau bersabda: “Barangsiapa mendapati satu rakaat dalam sholat (bersama imam) maka ia telah mendapatkan sholat tersebut.” (HR. Turmudzi No 524, dishahihkan oleh Syeikh Albani)
Dan dalam riwayat lain juga disebutkan:
عَنْ سَالِمٍ عَنْ أَبِيهِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الْجُمُعَةِ أَوْ غَيْرِهَا فَقَدْ تَمَّتْ صَلَاتُهُ
"Dari Salim dari bapaknya dari nabi Shallallahu a'laihi wasallam beliau bersabda: "Barangsiapa mendapati satu rakaat dari sholat jum'at atau sholat lainnya maka sungguh telah sempurna sholatnya." (HR. Nasa’i No 557, dishahihkan oleh Syeikh Albani)
Maksud sempurna disini adalah ia mendapatkan sholat jum'at bersama imam, sehingga tinggal menyempurnakan satu rakaat yang tertinggal dan tidak menambah tiga rakaat menjadi sholat dhuhur.
Namun jika ia tidak mendapati rukuknya imam pada rakaat yang kedua saat sholat Jum’at atau mendapati imam sedang duduk takhiyat, maka ia harus menyempurnakan dengan menambah empat rakaat lagi. Demikianlah pendapat kebanyakan ulama dari kalangan sahabat dan para imam setelah mereka semisal Sufyan Ats Tsauri, Ibnu Mubarak, Imam Syafi’i, Ahmad dan Ishaq. (lihat Sunan Tirmidzi N0 524 dan Minhajul Muslim : 195 serta Fatawa Arkanil Islam, Syeikh Utsaimin : 391-392)
www.info-iman.blogspot.com
Jumat, 14 Agustus 2009
Pengertian Bid'ah Dalam Aqidah Dan Bid'ah Dalam Ibadah
Apakah yang disebut dengan bid'ah dalam aqidah dan bid'ah amaliah (dalam ibadah)?
Jawab:
Secara bahasa bid'ah adalah segala sesuatu yang baru yang tidak ada contohnya sebelumnya.
Sedangkan secara istilah bid'ah adalah segala tata cara yang baru dalam beribadah kepada Allah Ta'ala yang menyimpang dari yang dituntunkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam.
Bid'ah dalam urusan Dien dibagi menjadi dua yaitu bid'ah dalam aqidah dan bid'ah dalam amaliyah atau ibadah. (Lihat Kitabut Tauhid, Syeikh Shalih Fauzan : 81)
Bid'ah dalam aqidah artinya adalah keyakinan-keyakinan yang menyimpang yang berbeda dengan keyakinan yang di yakini oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya.
Bid'ah dalam aqidah yang paling berbahaya adalah kesyirikan.
Memang, nampaknya secara langsung kita tidak mendapatkan ada seorang muslim yang nyata-nyata menyembah berhala, sujud kepada patung, atau menyembah pohon dan batu besar yang dianggap keramat. Namun ada beberapa fenomena yang secara sekilas tampaknya tidak menyimpang, akan tetapi pada hakekatnya hal itu hukumnya sama seperti menyembah patung, dalam arti termasuk perbuatan syirik, seperti mengakui adanya kekuatan lain selain Allah Ta'ala , mengganti bukum Allah Ta'ala dengan hukum buatan manusia, memasang sesaji, jimat dan mempercayai seseorang yang mengaku memiliki ilmu ghaib serta mengkultuskan para hamba-hamba Allah yang shalih. Semua ini mengakibatkan rusaknya tauhid dan aqidah kita lantaran syubhat-syubhat tersebut.
Sisi lain yang termasuk dalam bid'ah dibidang aqidah adalah menjamurnya aliran-aliran keagamaan yang menyimpang dari aqidah yang benar, seperti Mu'tazilah, Khawarij, Syiah, Qadariyah, Jabariyah, Jahmiyah dan aliran-aliran menyimpang lainnya. Masing-masing aliran keagamaan ini memandang bahwa aliran dan kelompok merekalah yang paling benar, sementara kelompok selain mereka adalah kelompok sesat. Dan untuk membenarkan ajaran mereka, merekapun mengadopsi dalil-dalil dari Al-Qur'an As-sunnah dan mencocokkannya dengan pemikiran dan hawa nafsu mereka, yang sesuai dengan hawa nafsu mereka mereka ambil, sementara yang bertentangan dengan hawa nafsu mereka mereka campakkan dan mereka singkirkan jauh-jauh.
Inilah diantara bid'ah-bid'ah yang berbahaya dibidang aqidah, dan tidak diragukan lagi bahwa orang-orang yang mengikuti aliranaliran tersebut berarti mereka telah menyimpang dari ajaran Islam yang benar, ajaran yang dipahami dan diamalkan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam; para sahabat beliau, para tabiin, tabiit-tabiin dan para imam yang terpercaya.
Diantara bid'ah-bid'ah yang dilontarkan dan dipropagandakan oleh firqah-firqah (kelompok-kelompok) yang menyimpang tersebut adalah sebagai berikut:
- Mu'tazilah, mereka terlalu mendewakan akal, tidak mengakui adanya sifat-sifat Allah, menta'wilkan ayat ayat tentang sifat Allah Ta'ala dan berpendapat bahwa Al-Qur'an itu makhluk.
- Syi'ah, mereka mengkafirkan sebagian besar sahabat termasuk Abu Bakar, Umar, Utsman, Abu Hurairah dan sahabat-sahabat besar lainnya, meyakini bahwa Al-Qur'an yang dimiliki mereka berbeda dengan Al-Qur'an yang dimiliki oleh orang-orang Sunni pada umumnya, membolehkan nikah mut'ah (kawin kontrak) dan masih banyak lagi ajaran-ajaran mereka yang menyimpang.
- Khawarij, mereka mengkafirkan orang yang melakukan dosa besar dan membolehkan keluar dari Imam jamaah kaum muslimin.
- Qadariyah, mereka menyatakan bahwa manusia adalah pencipta seluruh apa yang diperbuatnya, sedikitpun mereka tidak mengakui adanya campur tangan Allah dalam apa-apa yang dilakukan manusia.
- Jabariyah, mereka berpendapat bahwa manusia tidak memiliki kehendak sedikitpun, menurut mereka manusia itu ibarat robot yang gerak-geriknya dikendalikan Allah Ta'ala .
- Jahmiyah, mereka tidak mengakui keberadaan nama-nama dan sifat-sifat Allah Ta'ala.
Demikianlah beberapa contoh bid'ah dalam bidang Aqidah.
Dan agar kita selamat dari fitnah ini, maka marilah kita berpegang teguh kepada aqidah yang benar, aqidah yang diyakini oleh Rasululllah Shallallahu 'alaihi wasallam , para sahabat beliau, para tabi'in dan tabiit tabiin serta para imam-imam yang terpercaya. Dalam hal ini Allah Ta'ala telah berfirman:
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُوا إِلَى اللهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَاوَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللهِ وَمَآأَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
"Katakanlah: Inilah jalan (dien)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan bashirah. Maha Suci Allah dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik." (Surat Yusuf : 108)
Kata-kata: "Bashirah" menurut Imam Thabari dalam tafsirnya berarti "Keyakinan dan ilmu" (Lihat Tafsir Thabari 7/315)
Dan seorang sahabat yang mulia Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu 'anhu berkata:
إِنَّكُمْ سَتَجِدُوْنَ أَقْوَامًا يَزْعُمُوْنَ أَنَّهُمْ يَدْعُوْنَكُمْ إِلَى كِتَابِ اللهِ وَقَدْ نَبَذُوْهُ وَرَاءَ ظُهُوْرِهِمْ فَعَلَيْكُمْ بِالْعَلْمِ وَإِيَّاكُمْ وَالتَّبَدُّعَ وَالتَّنَطّعَ وَإِيَّاكُمْ وَالتَّعَمُّقَ وَعَلَيْكُمْ بِالْعَتِيْقِ
"Sesungguhnya kalian akan mendapati sejumlah kaum yang mengklaim bahwa mereka menyeru kalian kepada Kitabullah, padahal mereka mencampakkannya dibelakang punggung mereka. Maka hendaklah kalian berilmu dan jauhilah oleh kalian perbuatan bid'ah, janganlah kalian berlebih-lebihan dan jangan kelewatan dan hendaklah kalian berpegang teguh kepada pendapat orang orang terdahulu (yakni kaum salafus shalih)" (Syarh Ushuli'I-I'tiqad, Imam AI-Lalika'iy)
Adapun bid'ah yang kedua adalah bid'ah dalam bidang ibadah.
Bid'ah ini tidak kalah bahayanya dibandingkan dengan bentuk bid'ah yang pertama, karena bid'ah ini juga akan menjerumuskan pelakunya ke jurang kesesatan.
Pengertian bid'ah dalam bidang ibadah adalah melakukan bentuk-bentuk ibadah tertentu yang sebenarnya tidak ada tuntunannya dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam lalu menyatakan bahwa hal itu adalah sunnah.
Orang yang terjebak dalam kubangan fitnah ini atau dengan kata lain orang yang melaksanakan bid'ah amaliah ini berada pada posisi yang sangat berbahaya, karena lantaran syubhat yang ada padanya, ia tidak merasa bersalah atas apa-apa yang ia lakukan, sehingga tidak mungkin ia bertaubat darinya, padahal apa yang dilakukannya itu bertentangan dengan sunnah Rasululah Shallallahu 'alaihi wasallam, dan tidak ada tuntunannya dari beliau Shallallahu 'alaihi wasallam .
Oleh karenanya, fitnah syubhat dalam bentuk ini lebih disukai oleh Iblis daripada perbuatan maksiat yang dilakukan oleh seseorang. Sebagaimana diungkapkan oleh Sufyan Ats-Tsaury Rahimahullah:
الْبِدْعَةُ أَحَبُّ إِلَى إِبْلِيْسَ مِنَ الْمَعْصِيَةِ , الْمَعْصِيَةُ يُتَابُ مِنْهَا وَالْبِدْعَةُ لاَيُتَابُ مِنْهَا
"Perbuatan bid'ah itu lebih disukai iblis dari pada perbuatan maksiat, karena orang yang melakukan maksiat akan bertaubat dari kemaksiatannya sementara orang yang melakukan bid'ah tidak akan bertaubat dari kebid'ahannya." (Syarh ushuli'I-I'tiqad, Al-Lalika'iy 1/132)
Memang, lantaran pelakunya merasa tidak bersalah, maka otomatis ia merasa tidak perlu untuk bertaubat darinya. Bahkan justru sebaliknya, ia akan tetap melaksanakan amalan tersebut terus menerus, berangkat dari keyakinannya akan kebenaran amalan tersebut.
Dan satu hal yang perlu kita ingat, bahwa semakin seseorang itu bersungguh-sungguh dalam melaksanakan amalan yang bi'dah tersebut, maka Allah Ta'ala akan semakin jauh darinya. Hal ini dituturkan oleh seorang ulama salaf yang bernama Ayyuub As-Sikhtiyani rahimahullah beliau berkata:
مَاازْدَادَ صَاحِبُ بِدْعَةْ اجْتِهَادًا إِلاَّ ازْدَادَ مِنَ اللهِ بُعْداً
"Tidaklah seseorang yang melakukan bid'ah semakin bersungguh-sungguh dalam melaksanakan kebid'ahannya melainkan ia akan semakin jauh dari Allah. "(AI-Amru bi'I-Ittiba' wa'n-Nahyu 'ani'I-Ibtida', Imam As-Suyuthi : 66)
Walhasil, bid'ah dengan semua macamnya adalah fitnah syubhat yang harus kita hindari agar ibadah kita kepada Allah Ta'ala benar-benar murni dan bersih dari noda-noda yang mengotorinya, karena semua jenis bid’ah dalam dien adalah sesat meskipun menurut pandangan kita adalah baik.
Dalam hal ini Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'anhu berkata:
(كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً (المدخل إلى السنن الكبري للبيهقي رقم 191
"Setiap bid'ah itu adalah sesat, sekalipun orang-orang memandangnya hal itu tampaknya baik." (Al-Madkhal ila'sSunani'l-Kubra, Imam Baihaqi, No 191)
www.info-iman.blogspot.com