Bulan Ramadlan adalah bulan ibadah, siang dan malam selama sebulan, bermacam-macam cabang ibadah yang dilakukan oleh umat muslim. Pada malam hari hampir seluruh kaum muslimin mengikuti jamaah shalat Isya’ dilanjutkan dengan shalat Tarawih dan Witir juga berjamaah. Kemudian pada waktu sahur sebagian dari mereka ada yang melakukan shalat Tahajjud.
Kita semua tahu bahwa shalat Tahajjud adalah shalat malam yang dilakukan setelah tidur, sementara ada hadits nabi yang menerangkan bahwa shalat witir itu pelaksanaannya di penghujung shalat malam. Sabda Nabi SAW. :
اِجْعَلُوْا آخِرَ صَلاَتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا. رواه البيهقي وأبو داود (الجامع الصغير ص: 10)
Artinya :
“Lakukanlah shalat yang paling akhir di waktu malam berupa shalat witir”. HR. Baihaqi dan Abu Dawud.
Hadits ini difahami oleh sebagian orang bahwa setelah shalat witir pada saaat malam itu sudah tidak ada shalat sunat lagi.
Sehubungan dengan hal tersebut, sering muncul pertanyaan : apabila kita sudah melaksanakan shalat witir setelah tarawih sebagaimana yang biasa bita lakukan setiap malam di bulan ramadlan kemudian kita tidur dan nanti menjelang pagi kita bangun, bolehkah kita melakukan shalat tahajjud? Jika hal itu boleh apakah kita masih disunatkan melakukan shalat witir lagi?
Mengenai masalah ini, para fuqaha’ memahami bahwa kata perintah اجعلوا dalam hadits Nabi di atas adalah perintah sunat, bukan perintah wajib. Maka pengertiannya : shalat witir itu sebaiknya dilakukan pada akhir shalat malam. Bagi mereka yang biasa melakukan shalat tahajjud, shalat witirnya diakhirkan setelah tahajjud. Andai kata mereka sesudah melakukan shalat witir kemudian tidur dan nanti bangun malam kemudian melakukan shalat tahajjud, yang demikian itu juga boleh, yang penting mareka tidak melakkukan shalat witir lagi. Ketentuan hukum seperti tersebut telah difatwakan oelh Syaikh Ibrahim Al-Bajuri dalam kitabnya Hasyiyah Al-Bajuri juz I hal. 132 :
وَالْوَاحِدَةُ هِيَ أَقَلُّ الْوِتْرِ .... وَوَقْتُهُ بَيْنَ صَلاَةِ الْعِشَاءِ وَطُلُوْعِ الْفَجْرِ .... وَيُسَنُّ جَعْلُهُ آخِرَ صَلاَةِ اللَّيْلِ، لِخَبَرِ الصَّحِيْحَيْنِ: اِجْعَلُوْا آخِرَ صَلاَتِكُمْ مِنَ اللَّيْلِ وِتْرًا. فَإِنْ كَانَ لَهُ تَهَجُّدٌ أَخَّرَ الْوِتْرَ إِلَى أَنْ يَتَهَجَّدَ، فَإِنْ أَوْتَرَ ثُمَّ تَهَجَّدَ لَمْ يُنْدَبْ لَهُ إِعَادَتُهُ، بَلْ لاَ يَصِحُّ، لَخَبَرِ : لاَ وِتْرَانِ فِيْ لَيْلَةٍ. اهـ
Artinya :
“Shalat witir itu minimal satu rakaat, waktunya antara waktu shalat Isya’ sampai terbit fajar. Disunatkan melaksanakan shalat witir pada akhir shalat malam. Dalilnya hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim : Lakukanlah shalatmu yang paling akhir di waktu malam itu berupa shalat witir. Apabila seseorang biasa bertahajjud, maka witirnya diakhirkan setelah tahajjud dan andai kata dia melakukan witir lebih dulu kemudian baru melakukan shalat tahajjud, maka dia tidak disunatkan mengulang shalat witir, bahkan tidak sah jika diulang. Dalilnya hadits nabi : tidak ada pelaksanaan shalat witir dua kali pada satu malam”.
Demikian fatwa syaikh Ibrahim Al-Bajuri. Tidak berbeda dengan fatwa tersebut syaikh Abu Abdillah Muhammad bin Abd. Rahman Ad-Dimasyqi As-Syafi’i dalam kitabnya “Rahmatul Ummah” hal. 55 juga menulis sebagai berikut :
وَإِذَا أَوْتَرَ ثُمَّ تَهَجَّدَ لَمْ يُعِدْهُ عَلَى اْلأَصَحِّ مِنْ مَذْهَبِ الشَّافِعِيِّ وَمَذْهَبِ أَبِيْ حَنِيْفَةَ.
Artinya :
“Apabila seseorang sudah melakukan shalat witir kemudian dia bertahajjud, maka witirnya tidak usah diulang. Demikian menurut pendapat yang paliang shahih dalam madzhab Imam Syafi’i dan madzhab Imam Abi Hanifah”.
www.info-iman.blogspot.com