Bismillah…
Pagi ini sehabis shalat shubuh dan setelah membuat pola baju untuk ibu tiba-tiba aku kefikiran untuk menuliskan sebuah pengalamanku yang kadang membuatku senyum-senyum sendiri. Yah, pengalaman ini terjadi pada suatu siang di kantor tempat aku bekerja. Mudah-mudahan telah maklum bagi kawan semuanya bahwa aku adalah seorang akhwat yang bekerja di luar rumah karena beberapa kondisi yang mengharuskan aku untuk itu. Pekerjaanku adalah di bagian jalan-jalan, tepatnya aku bertugas untuk melakukan ‘penelitian’ di lapangan meski kadang aku harus menyesuaikan jadwalku dengan adik-adikku yang bisa menemaniku sebagai mahrom apabila tugasku mencapai jarak safar. Oleh sebab inilah aku jarang mangkal di kantor, palingan dalam seminggu aku hanya hadir pada hari seninnya saja dan itupun hanya untuk mengambil beberapa data dan file yang aku butuhkan dari kantor.
Pada suatu pagi, aku pergi ke kantor untuk berkonsultasi dengan seorang rekan kerja seniorku dan kudapati ada tiga orang baru di sana. Ternyata mereka adalah adik tingkat yang akan magang dari kampus yang berbeda yang juga mendapatkan beasiswa dari kementrian yang sama denganku ketika aku kuliah dahulu. Dua orang dari mereka adalah akhwat dan satu orang lainnya ikhwan. Kulihat dari penampilan mereka kelihatannya mereka adalah akhwat dan ikhwan yang insya Allah telah ‘mengaji’. Aku berucap syukur karena hal ini di luar konteks kalau menurut perkiraanku mereka belum mengenal manhaj salaf. Tak apa, mereka adalah saudara-saudaraku se-Islam yang harus kupergauli dengan baik dan pula harus kutunaikan hak mereka atasku dengan patut. Mudah-mudahan suatu hari nanti Allah memberi mereka hidayah untuk meniti manhaj salaf dan tegar di atasnya, insya Allah. Aamiin.
Akupun berkenalan dengan mereka akan tapi aku harus segera pergi ke lapangan sehingga kami hanya sempat untuk ber-say hello saja. Setelah itupun aku jarang sekali ke kantor hingga di hari-hari terakhir dari masa magang mereka aku baru free dari tugas lapangan sehingga aku harus ke kantor sebelum datang proyek selanjutnya. Pada masa-masa inilah aku sering mengobrol dengan dua orang akhwat itu dan alhamdulillah mereka adalah akhwat-akhwat yang bersemangat terhadap usaha untuk mengembalikan kejayaan islam, insya Allah.
Setelah beberapa lama mengobrol barulah mereka memancing-mancingku untuk membicarakan sebuah harokah. Sebenarnya aku telah bisa menebak arah pembicaraan mereka karena dulu aku juga mantan aktivis sebuah harokah meski harokah yang berlainan bahkan agak berlawanan dengan mereka tapi ya setidaknya yang namanya harokah tentu mempuyai sebuah kemiripan yaitu sama-sama muncul karena adanya keinginan dari tokoh-tokoh mereka dan sebagian kaum muslimin untuk memperjuangkan Islam melalui organisasi massa, dalam kelompok-kelompok dakwah meski kadang dengan upaya menyatukan orang-orang yang berbeda pemikiran bahkan keyakinan atau dengan cara-cara yang nyeleneh dari yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah dan para salafush shalih.
It’s oke, akupun pada awalnya hanya memposisikan diriku sebagai pendengar yang baik dengan mendengarkan semua ‘himbauan’ mereka. Yah, setidaknya miriplah dengan himbauanku dulu kepada teman-temanku untuk ikut berpartisipasi demi kembalinya kemuliaan islam di atas bumi Allah ini.
Nah, dalam pembicaraan itu salah satu akhwat ini bilang kepadaku, “Kak, maaf yah. Kalau saya lihat-lihat mengapa kakak dan kakak yang satunya lagi tidak bersemangat untuk berdakwah padahal kalian kan juga udah ‘mengaji’?? Mengapa kalian tidak mendakwahi teman kalian yang satu lagi itu?? Kalau dalam ‘pengajian’ kami, kami selalu diajarkan untuk menjadikan dakwah sebagai poros dalam kehidupan kami!”
Pada saat itu memang rekan yang mempunyai tugas yang sama denganku di kantor tersebut ada dua orang akhwat. Salah satu diantaranya adalah akhwat yang belum terbiasa untuk ‘mengaji’ dan yang lainnya adalah akhwat haroky tempat aku dulu berdomisili tapi alhamdulillah hubungan kami baik-baik saja, bahkan kami saling mengingatkan dan menasihati dalam kebaikan. Aku selalu berbaik sangka, insya Allah bahwasanya temanku itu dan pula semua teman-temanku dari harokah itu maupun dari ‘kelompok-kelompok’ lainnya juga merupakan orang-orang yang menginginkan kebaikan untuk dirinya sendiri dan untuk Islam, akan tetapi mereka tidak sadar kalau jalan yang sedang mereka tempuh telah menyelisihi apa-apa yang telah dicontohkan oleh Rasululllah dan para salafush shalih.
Bagiku dan bagi ahlus sunnah lainnya maka tugas kami hanyalah menyampaikan saja sementara apakah ia akan tersentuh atau tidak dengan apa-apa yang telah kami sampaikan kepadanya adalah urusan Allah karena hidayah adalah pemberian dari Allah semata. Tidak ada yang namanya target dakwah terhadap orang-orang tertentu untuk direkrut sebagai kader karena dalam manhaj salaf kader adalah urusan Allah karena Allahlah yang memiliki hati-hati dan jiwa-jiwa dari para ‘calon kader’ tersebut. Tak ada kecewa dalam diri-diri kami apabila orang yang kami dakwahi tidak menerima seruan kami atau bahkan menolaknya dan menentang kami, yang ada adalah do’a dari kami semoga Allah memberikan hidayah kepada mereka melalui lisan-lisan, perbuatan-perbuatan atau melalui hal-hal lainnya dari orang-orang yang lebih ikhlas dan lebih ‘alim dari kami, karena mungkin saja hati kami yang kurang ikhlas dalam menyeru mereka atau ilmu kami yang tidak cukup dalam hal itu sehingga hatinya pula tidak bisa menerima seruan kami. Hanya kepada Allah sajalah kami mohon pertolongan.
Mendengar petanyaan polos si akhwat tersebut hatiku langsung merasa geli dan teringat akan aku yang dahulu. Aku yang juga berfikir kalau kaum salafiyyin itu terutama para akhwat dan ummahatnya adalah kaum yang mandul dalam berdakwah, dalam ‘merekrut’ orang untuk bergabung dengan mereka, dalam menarik simpati masyarakat terhadap mereka. Maklumlah kawan, sebelum mengenal manhaj yang mulia ini aku beranggapan kalau semua ‘jama’ah’ dakwah adalah kelompok-kelompok yang saling berebutan untuk mendapatkan kader-kader baru sebagai regenerasi dari kelompok-kelompok mereka. Termasuk salafy, kala itu bagiku salafy juga kuanggap sebagai sebuah kelompok[i] yang merupakan saingan terberat bagi harokah-ku karena banyak diantara kader-kader jama’ahku apabila telah mengenal manhaj ini maka mereka akan keluar dari jama’ah.
Begitulah ya kawan pola fikir dari sebagian pemuda yang hanya bersemangat untuk berdakwah demi mengembalikan kejayaan islam namun diri-diri mereka sendiri kosong dari ilmu, bahkan kosong dari ilmu tentang dakwah itu sendiri. Bagi sebagian besar dari mereka berdakwah adalah dengan cara berkoar-koar kepada setiap orang yang akan mereka rekrut tapi akidahnya dan ibadahnya sangat jauh dari apa-apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah. Contoh kecil, tanyakan saja kepada mereka ‘ainallaah untuk mengetahui akidah mereka atau tanyakan apakah anda sholat dengan melafalkan niat usholli dst ketika hendak sholat dengan lisan-lisan anda untuk mengetahui ibadah mereka apakah telah sesuai dengan Al Quran dan Sunnah atau belum.
Sementara bagi kami, khususnya bagi kami yang masih pemula dalam manhaj ini maka kebenaran bukanlah sesuatu yang harus dihafalkan dan dilafalkan saja melainkan sesuatu yang diyakini benar dan tidak melanggar kaidah-kaidah Allah Ta’ala. Seseorang akan lebih mempercayai kebenaran melalui tingkah laku daripada melalui ucapan-ucapan yang indah. Setidaknya ini adalah kesimpulanku terhadap diriku sendiri dan orang-orang disekitarku, terutama para akhwat tak jelas ketika ‘bersusun sarden’ di asrama full memory itu.
Menurut surveyku terhadap teman-temanku termasuk terhadap rekan kerjaku yang satu itu bahwasanya banyak sekali dari mereka yang pada mulanya sangat bersimpati terhadap para akhwat berjilbab lebar, bahkan untuk ngomong dengan beliau-beliau saja tak jarang mereka harus mikir tujuh keliling guna memperkirakan kesopanan mereka. Tapi seiring berjalannya waktu banyak pula dari mereka yang langsung ill feel dan lari dari dakwah karena minimnya atau bahkan rusaknya contoh dari beliau-beliau yang mereka anggap sebagai teladan dalam beragama. Catat, dalam hal ini aku tak hendak memposisikan para akhwat berjilbab lebar sebagai malaikat yang tidak pernah melakukan salah dan khilaf. Oleh sebab itu silakan baca catatanku yang berjudul >>Untuk Kalian Akhwat dan Ummahat yang Telah ‘Mengaji’<< agar aku tidak perlu berpanjang-panjang kata dalam paragraph ini.
Bayak dari para akhwat yang mendakwahi ‘objek dakwah’nya kalau dalam bergaul dengan lawan jenis itu harus begini dan begini serta tidak boleh begitu dan begitu. Akan tetapi sekalinya si objek dakwah ‘melek’, ternyata mereka malah mempergoki dia sedang berboncengan dengan laki-laki non mahrom, atau sedang ber-ha ha hi hi dengannya dalam jarak yang sangat dekat bahkan dalam posisi duduk di samping si laki-laki yang katanya non mahrom itu!! Akhirnya si objek dakwah yang masih awam dan belum bisa memelihara prasangka baik mereka serta tidak pula memakai asas praduga tak bersalah bahwa akhwat berjilbab lebarpun juga manusia mengambil kesimpulan akhir: “Hahay, ternyata sama saja! Lebih baik aku perbaiki hatiku dululah baru berjilbab atau baru memperlebar jilbabku karena percuma saja berjilbab lebar tapi tingkahnya masih suka nyeleneh!”.
Ini sungguhan, kawan! Bahkan aku pernah mendengarkan keluhan yang lebih kejam dan lebih fatal dari itu dari orang-orang disekitarku, dari teman-tamanku. Menurutku, kadang syubhat untuk tidak memakai jilbab syar’i itu tidak hanya diciptakan dan digembar-gemborkan oleh musuh-musuh Islam saja tapi malah disyiarkan oleh ummat islam itu sendiri, oleh para akhwat yang telah berjilbab lebar itu sendiri! Memang musuh dalam selimut itu lebih berbahaya daripada musuh yang terang-terangan mengajak kita duel, kawan!
Akan tetapi sebaliknya ya kawan, betapa banyak perempuan-perempuan aneh yang insyaf hanya karena ditularkan semangat untuk menjadi lebih baik dan giat beramal oleh temannya. Pernah salah seorang temanku bercerita kalau dia selalu tidak mempan dengan kata-kata apabila ia dinasihati oleh seseorang karena katanya ia adalah tipe akhwat ‘suka-suka gue’. Namun, saat ia melihat kepada seorang akhwat lainnya ketika menghadiri sebuah pengajian ia menjadi langsung termotivasi untuk menjadi tipe akhwat sami’ana wa atho’na terhadap perintah Allah dan rasulNya, insya Allah.
Dia melihat si akhwat itu tidak pernah mengumbar dirinya, tidak banyak berkata-kata padahal dari wajahnya terang terlihat kalau dia adalah seorang akhwat yang cerdas. Jika akan menikmati keindahan dari taman-taman surga yaitu majlis-majlis ilmu maka ia akan mencari tempat duduk yang paling memungkinkan ia untuk mendengar suara ustadz secara jelas. Pun ketika ustadz sedang menerangkan ia khusyuk mendengarkan dan mencatat, serta apabila ia diajak berbicara ketika itu maka tak segan ia menjawab, “Afwan, kita sedang mendengarkan ilmu.” Ketika Al Quran dibacakan atau ketika adzan dilantunkan ia langsung tafakur dalam duduknya dan mengingatkan orang-orang yang mengganggunya. Maklumlah, temanku ini pedal rem pada mulutnya agak kurang pakem sehingga nyerocos adalah hobinya. Akan tetapi ya akhwat, temanku itu mengaku bahwa segala usahanya untuk ‘melucu’ menjadi garing saja dihadapan si akhwat shalihah. Si shalihah tidak pernah berpidato dan berkoar-koar begini dan begitu akan tetapi segala prilakunya bahkan diamnya saja seolah menjadi sihir bagi orang lain yang melihatnya. Si shalihah terlihat begitu cantik dan berwibawa dalam pandangan matanya meski wajah si shalihah tidaklah begitu cantik secara fisik. Dan sungguh ya akhwat, insya Allah orang-orang seperti si shalihah itu masih ada di bawah kolong langit ini.
Kembali ke topik pembicaraan! Lalu, apakah benar bahwa dakwah kaum salafiyyin itu, khususnya para akhwat dan ummahat salafiyyah itu mandul?? Apakah dengan mereka jarang atau tidak bermudah-mudah untuk menampakkan diri-diri mereka di depan khalayak maka mereka serta merta tidak melakukan konstribusi apapun demi Islam??
Apakah karena mereka tidak ikut melakukan aksi demo dan aksi kemanusiaan dengan tajuk konser nasyid islami untuk rakyat palestina di jalan-jalan, di tempat-tempat keramaian yang disana bercampur baur saja antara laki-laki dan perempuan lalu mereka dikatakan sebagai perempuan-perempuan yang loyo dalam menegakkan Islam??
Apakah karena mereka tidak ikut memboikot produk-produk Yahudi lantas mereka dicap sebagai penghianat agama??
Apakah karena mereka tidak mau ikut serta dalam ranah politik centang perenang ‘ala kuffar dengan slogan demokrasi itu maka mereka kalian kata-katai sebagai orang-orang yang kolot dan tidak maju??
Apakah karena mereka ta’at kepada pemimpim-pemimpin mereka selama pemimpin-pemimpin mereka tersebut masih merupakan seorang muslim dan masih menegakkan shalat meski begini dan begitu lantas mereka kalian katakan sebagai orang-orang yang tidak memiliki semangat perubahan??
Apakah karena mereka tidak mau untuk mengkritik secara serampangan tanpa adab, akhlak dan ilmu bahkan mengkafirkan Pak RT, Pak Lurah sampai Pak Presiden lantasan kelalaian-kelalaian mereka sebagai pemimpin dalam menegakkah hukum-hukum Allah lantas kalian vonis bahwa mereka adalah penjilat-penjilat terhadap penguasa??
Hai akhwat, itukah parameter kalian?? Paramater atas dasar kebodohan terhadap hukum-hukum Allah itukah penilaian kalian?? Alangkah jeleknya prasangka dan lisan-lisan kalian!!
Cobalah kalian singkirkan ego dan kesombongan kalian, cobalah kalian buka hati-hati kalian terhadap kebenaran meski hanya untuk sekejap waktu saja kemudian bacalah oleh kalian penjelasan ulama-ulama sunnah tentang hukum seorang perempuan keluar dari rumahnya tanpa suatu keperluan syar’i dan tanpa ditemani mahrom pula, apalagi dengan bercampur baur saja dengan kaum laki-laki!
Renungilah oleh kalian hukum konser nasyid islami itu agar kalian mengilmui tentang betapa banyaknya kerusakan yang akan ditimbulkan oleh musik, sekalipun ia dilabeli dengan ‘musik islami’!!
Fahamilah oleh kalian hukum bermu’amalah dengan orang-orang kafir, sekalipun dengan orang-orang Yahudi agar kalian sadar tentang betapa sempurnanya syari’at ini dalam mengatur setiap aspek dalam hidup dan kehidupan manusia!!
Selamilah oleh kalian hukum berdemokrasi ria itu agar terang bagi kalian bagaimana politik islami yang sebenarnya menurut pemahaman ahlus sunnah!! Tidaklah mungkin wahai akhwat jika agama Islam yang sempurna tidak menjelaskan masalah politik yang notabenenya menyangkut kemaslahatan ummat sementara dengan sangat rinci Islam telah memaparkan tentang cara memakai sandal jepit dan adab ketika buang hajat!!
Pelajarilah oleh kalian hukum menta’ati penguasa dzalim selama ia masih seorang muslim, hukum memberontak terhadap penguasa yang sah agar kalian tahu tentang betapa hebatnya hikmah yang Allah tetapkan atasnya!!
Belajarlah ya akhwat!! Tuntutlah ilmu dien ini wahai pemudi!! Janganlah kalian berbicara tentang perkara-perkara agama ini tanpa ilmu agar tidak tampak kebodohan kalian dan tidak merusak agama ini pula ulah kalian!!
Pelajarilah manhaj ini ya akhwat!! Cari tahu bantahan atas setiap syubhat yang mereka lontarkan kepada manhaj ini agar kalian tidak terpengaruh oleh mereka!! Belajarlah ya akhwat, belajarlah!!
***
04 Ramadhan 1432H
04 Agustus 2011M
Bumi Allah,
Info-iman
***
Untuk semua kawan yang pernah dan sedang terperangkap dalam kebodohan terhadap islam, kebodohan terhadap manhaj salafush shalih.
[i] Huruf ‘ya’ pada kata salafy adalah ‘ya’ nisbah, artinya menisbatkan diri (ilmu, amal, da’wah dan selainnya) kepada pemahaman salafush shalih. Dengan kata lain salafy adalah sebuah pengakuan akan sebuah metode beragama/manhaj, bukannya sebuah kelompok baru dalam islam! Oleh sebab itu semua orang berhak mengaku sebagai salafy, namun yang terpenting adalah datangkanlah bukti oleh setiap orang yang mengaku-ngaku itu!
www.info-iman.blogspot.com