Senin, 29 Agustus 2011

Hal-hal yang boleh dilakukan pada masa Haidh

Bismillah...

Wahai saudariku, sebenarnya banyak hal-hal yang bisa dilakukan untuk mengisi masa haidhmu. Syariat Yang Maha Bijaksana ini tidaklah membiarkan dirimu kosong tanpa aktifitas ibadah. Banyak sekali amalan-amalan yang mendekatkan diri kita kepada ALLOH Subahanahu wa ta’ala yang bisa dilakukan pada masa haidh. Berikut ini akan kami sebutkan beberapa diantaranya: 

1. Dzikrullah, istighfar, dan Tilawah al-Qur’an.

Wanita haidh dapat mengisi waktunya dengan dzikrullah, beristighfar dan tilawah al-Qur’an. Ibnu Hazm rohimahulloh berkata: “Membaca al-Qur’an, sujud ketika membaca al-Qur’an, menyentuh mushaf dan dzikrullah adalah perbuatan baik dan dianjurkan untuk dilakukan dan dibalas dengan pahala bagi yang melakukannya. Barangsiapa mengklaim bahwasanya hal itu dilarang pada beberapa kondisi, maka dia harus mendatangkan dalil.” [1]

2.   Sujud tilawah ketika mendengar ayat sajadah

Tidak ada dalil yang melarang wanita haidh untuk melakukan sujud ketika mendengar ayat sajadah. Sujud di sini bukanlah sujud sholat, dan tidak disyariatkan harus bersuci. Dalam kitab Shahih Bukhari diriwayatkan bahwasanya Nabi sholallahu ‘alayhi wa sallam membaca surat an-Najm, lalu beliau sujud dan sujud pula kaum muslimin, musyrikin, jin dan manusia bersama beliau. [2]

Mustahil dikatakan bahwa mereka semua berwudhu’. Karena sujud tilawah tidaklah dianggap sebagai shalat. Pendapat seperti ini diriwayatkan dari az-Zuhri dan Qatadah Rahimahullah sebagaimana disebutkan dalam kitab Mushannaf Abdurrazaq.[3]

3.   Menyentuh Muhsaf

Tidak ada dalil yang jelas melarang wanita haidh menyentuh mushaf. Meski jumhur ahli ilmu yang melarangnya namun sebagian lagi membolehkannya. Di antara ulama yang membolehkannya adalah Ibnu Hazam azh-Zhahiri.[4]

4.  Suami membaca al-Qur’an di pangkuan istrinya yang sedang haid

Dasarnya adalah hadits ‘Aisyah radhiallahu’anha, ia mengatakan: “Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam pada suatu ketika pernah membaca al-Qur’a, sementara kepala beliau ada di pangkuanku dan pada saat itu aku sedang haidh.”[5]

5.  Menghadiri Shalat ‘Ied

Hal yang tidaklah mengapa, bahkan dianjurkan bagi wanita haidh untuk keluar menyaksikan shalat ‘Ied, hanya saja mereka menjauhi tempat shalat. Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam mengatakan:

“Hendaklah turut keluar wanita-wanita yang sudah tua, gadis-gadis dalam pingitan dan wanita-wanita haidh untuk menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum muslimin. Dan hendaklah wanita haidh menjauhi tempat shalat.[6]

6. Masuk ke dalam masjid

Dalam masalah ini terdapat perbedaan yang luas di kalangan ulama. Intinya, belum ditemukan dalil yang shahih dan jelas yang melarang wanita haidh masuk ke dalam masjid. Sedangkan hokum asal adalah boleh hinggga ditemukan larangan.

7.  Makan dan minum bersama istri yang sedang haidh

Diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhallohu’anha, ia berkata: “Aku minum pada saat haidh kemudian aku memberikan minuman itu kepada Nabi shalallahu’alayhi wa sallam, lalu beliau meletakkan bibirnya pada tempat aku minum. Aku  menggigit daging pada saat aku haidh, kemudian aku memberikannya kepada Nabi shalallahu’alayhi wa sallam, lalu beliau meletakkan bibirnya pada tempat aku menggigitnya.”[7]

8.   Wanita haidh berkhidmat pada suaminya

Seperti mencuci kepalanya, menyisir rambutnya dan merapikannya. Diriwayatkannya dari ‘Aisyah radhiyallahu’anha, ia berkata: “Aku pernah menyisir rambut Rasulullah sholallohu’alayhi wasallam sementara aku sedang haidh.”[8]

9.  Wanita haidh tidur bersama suaminya di dalam satu selimut

Diriwayatkan dari Ummu Salamah rodhiyallohu’anha, ia mengatakan: “Ketika aku berbaring bersama Nabi sholallohu’alayhi wa sallam dalam suatu selimut, tiba-tiba aku haidh. Lalu aku keluar dan memakai pakaian haidhku. Rosululloh mengatakan: “Apakah engkau haidh?” Aku berkata: “Ya”. Beliau memanggilku lalu aku berbaring bersama beliau di dalam satu selimut.[9]

An-Nawawi rohimahulloh berkata di dalam Syarh Muslim (I/954): “Di dalam hadits disebutkan bolehnya wanita haidh tidur dan berbaring bersama suaminya dalam satu selimut….”.

10.  Wanita Haidh Boleh Melangsungkan Akad Nikah

Syeikh Ibnu Utsaimin rohimahulloh mengatakan: “Jika ternyata akan nikah terhadap seorang wanita dilakukan pada waktu dia haidh, maka akad tersebut sah dan benar. Menurutku janganlah ia masuk menemuinya sehingga suci. Karena kalau ia menemuinya sebelum suci, maka dikhawatirkan ia jatuh ke dalam larangan menyetubuhi istri sewaktu haidh. Karena barangkali ia tidak data menahan hawa nafsunya, apalagi kalau ia seorang pemuda. Tunggulah sampai ia suci, sehingga ia mendatangi istrinya dalam keadaan ia dapat menyetubuhinya pada kemaluannya, wallahu a’lam.”[10]

11.  Berhias Dan Bersolek Untuk Suami

Kaum wanita dibolehkah menghiasi tangan dan kaki dengan inai. Dianjurkan agar ia melakukan itu pada masa haidh. Sebab pada masa haidh ia tidak perlu menghilangkannya karena harus berwudhu’, sebab pada masa haidh ia tidak boleh mengerjakan sholat.

Telah dinukil dari ‘Abdullah bin Umar rodhiyallohu’anhu melalui jalur Nafi’ Maula Ibnu Umar, bahwa beliau berkata: “Istri-istri Ibnu Umar rodhiyallohu’anhu biasa mewarnai tangan dan kaki mereka pada masa haidh.”[11]

‘Aisyah rodhiyallohu’anha juga pernah ditanya oleh seorang wanita, apakah wanita haidh boleh memakai inai? ‘Aisyah rodiallohu’anha menjawab: “Kami dahulu pada masa Nabi sholallohu’alayhi wasallam biasa memakai inai dan beliau tidak melarang kami darinya.”[12]

Dan tidak mengapa pula ia memakainya pada masa suci. Akan tetapi ia harus menghilangkannya ketika berwudhu’. Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Abbas rodhiyallohu’anhu, ia berkata: “Dahulu istri-istri kami memakai inai pada malam hari. Apabila pagi hari mereka menghilangkannya lalu berwudhu’ dan mengerjakan sholat. Kemudian mereka memakai inai kembali sesudah sholat. Dan apabila masuk waktu zhuhur mereka menghilangkannya lalu berwudhu’ dan mengerjakan sholat. Mereka berhias dengan mengenakan inai dan hal itu tidaklah menghalangi mereke dari mengerjakan sholat.”[13]

12.  Mengerjakan sa’i

Telah disebutkan sebelumnya bahwa di antar perkara yang tidak boleh dilakukan oleh seorang wanita haidh adalah mengerjakan thawaf. Lalu bagaimana dengan sa’i? bolehkah wanita haidh melakukan sa’I antara Shafa dan Marwa?

Dalam hadits ‘Aisyah rodhiyallohu’anha tercantum tambahan lafazh: “Kerjakanlah apa yang dikerjakan oleh orang yang haji selain thawaf di baitullah dan tidak juga sa’I antara Shafa dan Marwa hingga kamu suci.” Hanya saja lafazh tambahan: “dan tidak juga sa’I antara Shafa dan Marwa” Adalah tambahan yang tidak shahih.

Tidak ada satu dalilpun yang mensyaratkan bersuci sebelum melakukan sa’i. Bahkan dalam sebuah hadits shahih dari Ibnu Umar rodiyallohu’anhu diriwayatkan bahwasanya ia berkata: “Apabila seorang wanita mendapatkan haidh setelah ia melakukan thawaf, sebelum melakukan sa’I maka ia harus teruskan untuk melakukan sa’I antara Shafa dan Marwa.”

Pendapat seperti ini diriwayatkan dari al-Hasan, ‘Atha’, al-Hakam, Hammad dan ulama salaf (pendahulu, red) lainnya. Demikian juga halnya ulama madzhab asy-Syafi’i.

13.  Meruqyah

Wanita yang sedang haidh boleh meruqyah selama ruqyah tersebut tidak mengandung kesyirikan, karena pada asalnya ia tidak dilarang membaca al-Qur’an dan berdo’a.  

[1] Al-Muhalla (I/77-78)
[2] Silahkan lihat Shahih al-Bukhari (4862)
[3] Mushannaf Abdurraqaz (I/321)
[4] Al-Muhalla (I/77 dan 81)
[5] Diriwayatkan oleh al-Bukhori (7594) dan Muslim (hal.246) dan selain keduanya 
[6] Diriwayatkan oleh al-Bukhori dalam 'Muadhi" hadits no.324
[7] Diriwayatkan oleh MUslim (300), Abu Dawud (259), An-Nasa'i (I/56) dan Ibnu Majah (643)
[8] Diriwayatkan oleh al-Bukhori (259) dan Muslim (297)
[9] Diriwayatkan oleh al-Bukhori (298) dan Muslim (296)
[10] Ithaaful MIlaah fii Maa Yahtaajuhu Aqidun Nikah tulisan Ahmad bin Abdullah as-Sulami
[11] Diriwayatkan oleh ad-Darimi (1094) dengan sanad shohih
[12] Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (656) dengan sanad shohih
[13] Diriwayatkan oleh ad-Darimi (1093) dengan sanad shohih

Sumber:
Wanita Haidh Tak Luput Pahala karya Abu Ihsan al-Atsary, penerbit Pustaka at-Tibyan.

www.info-iman.blogspot.com

Sabtu, 27 Agustus 2011

Dengan Bertambahnya Ilmu Dan Pula Umur Kok Malah Semakin Lancang??!!


 Bismillah..

Ehm, sekalimat rangkaian kata pada baris judul di atas kudapati dari sebuah pesan masuk di hp temanku yang kebetulan aku diizinkan untuk membaca smsnya tersebut. Berhari-hari fikiranku terpaut pada kalimat itu karena sms temanku yang dimaksud adalah sms dari ibunya sendiri. Masya Allah, sms bernada sinis dari seorang ibu untuk mengingatkan anaknya yang mungkin sedang terlupa atau mungkin pula tengah dilalaikan oleh bermacam-macam maksiat yang dilakukannya. Wallahu a’lam. Semoga Allah merahmati temanku dan pula ibunya yang secara tidak sadar sms itu telah menampar-nampar pipiku dengan sangat keras.

Iya, telah sekian tahun aku ikut meramaikan bumi Allah ini atas izin dan kehendakNya dan telah  sekian tahun pula aku mengaji dan menghadiri majlis-majlis ilmu. Namun, adakalanya bisikan-bisikan syetan lebih menggerakkan hatiku untuk berbuat ketimbang bernasnya ilmu yang kudengar dari ustad-ustadz yang menyampaikan ilmu tersebut.

Kadang, ilmu pulalah malahan yang membuatku bingung dalam proses mempelajarinya sehingga syetan menghiasi kebingungan itu dengan dua hiasan. Hiasan pertama agar aku benar-benar tidak usah saja mengamalkan ilmu itu, atau hiasan kedua agar aku amalkan saja ilmu itu dengan cara yang ‘diajarinya’ plus dengan bumbu-bumbu ria dan sum’ah tentunya. Yah, oleh sebab itulah kawan, hendaklah kita mempelajari suatu ilmu sampai pada tingkat kefahaman, tidak hanya sekedar mendengarkan dan mencatatinya saja. Kemudian, apalah pula artinya faham jika tidak diamalkan?

Selanjutnya, menurut pengalamanku adakalanya pula kondisi terdesak dalam versi kita masing-masing (bukan terdesak dalam versi syari’at tentunya) membuat kita bermudah-mudah untuk mengambil keringanan dalam suatu perkara dan berharap semoga Allah maklum saja dengan keputusan yang kita ambil.

***

Menjadi seorang muslimah yang tangguh lagi militan pada zaman penuh goncangan ini memang teramat sangat sulit aku rasakan. Jika iman sedang dalam keadaan lemah maka hati ingin menjadi perempuan ‘biasa-biasa saja’ atau menjadi perempuan kebanyakan saja yang bisa dengan sangat santai meninggalkan atau setidaknya melalaikan perintah Allah dan Rasulnya. Tapi, hatiku pula tidak berani berargumen bahwa panasnya api neraka juga biasa-biasa saja, lha ketika tanganku dengan tidak sengaja menyentuh kuali panas pada saat memasak saja aku telah menjerit tak karuan dibuatnya!

Memakai pakaian muslimah sesuai dengan standar syari’at kemana-kemana jujur saja jika cuaca panas ada rasa gerah dibadanku apalagi aku adalah tipe perempuan yang memang gampang merasa gerah, sampai-sampai beberapa temanku meng-istilah-kan bahwa aku tidur dengan ‘memeluk kipas’ meski pada malam hari. Tapi dengan ilmu aku diancam akan beratnya siksaan jika aku dengan sangat lancang dan pula nekad mencoba-coba menjadi perempuan-perempuan yang berpakaian tapi telanjang, berjalan dengan berlenggak-lenggok dan punuk unta seperti ada di atas kepalaku. Menjadi shalihah itu ternyata tidak mudah ya kawan karena bayaran shalihah adalah surga! Dan tentunya kawan sepakat denganku bahwasanya surga bukanlah sesuatu yang bisa didapatkan dengan gratis atau sesuatu yang tidak membutuhkan pengorbanan yang besar untuk memperolehnya.

Atau, adakalanya disaat sepi mulai menyapa, gundah mulai menggulana dan masalahpun mulai menggurita maka ada pula keinginan untuk mempunyai seorang ‘kawan’ sebagai teman ‘mengobrol’, apalagi jika disetiap hari nan siang dan berlebih lagi jika malam telah mulai menjelang di sekitar kita terhampar tontonan tentang beberapa kawan yang tengah ditunggangi cinta dan dilecuti syahwat sedang  ber-ha-ha-hi-hi dengan seorang laki-laki di seberang sana sembari senyum penuh sumringah pula merekah di bibir mereka. Nyaman sekali rupanya mereka-mereka itu. Ingin pula rasanya aku seperti mereka, tapi ilmu mengenai ancaman zina dan hukuman atasnya membuat nyaliku menciut. Yah, tinggal di asrama tentu akan membuatmu menemui berbagai macam peristiwa mulai dari peristiwa yang menyenangkan, mengharukan, menyedihkan, menggelikan sampai kepada peristiwa yang mengerikan!!

Oo, kadang adapula terlintas difikiranku untuk bermain serong secara sembunyi-sembunyi saja karena jika melakukannya secara terang-terangan maka hal itu akan terlalu riskan bagiku yang berstatus  sebagai perempuan yang telah ‘mengaji’. Yah, setidaknya di dunia mayalah. Ada keinginan untuk meladeni ikhwan-ikhwan iseng, ikhwan-ikhwan dadakan, ikhwan-ikhwan gadungan dan sejenisnya untuk berchatting-chatting atau sekedar berkomen-komenan ria atas nama dakwah dan saling mengingatkan dengan mereka-mereka itu tapi ilmu pulalah yang mencegahku untuk melakukannya. Ilmu berteriak dengan sangat nyaring di telingaku bahwa pengawasan dan penglihatan Allah tidak akan pernah luput dariku meski manusia mungkin bisa terkibuli olehku!! Menjadi sekuntum bunga yang terpelihara juga tidak gampang rupanya karena kehilangan kesempatan untuk dipersunting oleh laki-laki shalih adalah taruhannya jika aku berlepas diri dari usaha menshalihahkan diriku. Di atas semua itu murka Allah adalah balasan yang sangat menggenaskan atas semua pembangkanganku.

Safar. Safar kadang menjadi suatu momok bagi seorang muslimah ketika hendak melakukan perjalanan yang memang telah mencapai jarak safar padahal tidak ada mahrom yang bisa menemani. Sehingga bagi perempuan-perempuan yang berkerja di luar rumah apalagi di bagian lapangan sepertiku ujian ini terasa teramat sangat berat. Ingin rasanya aku pergi sendiri ke daerah-daerah tempat aku bekerja yang kadang daerah-daerah tersebut bisa memanjakan mata dan menyegarkan fikiranku karena indahnya pemandangan di sana. Aduhai, kadang ingin pula aku berkunjung ke provinsi lain, bahkan ke pulau lain atas nama studi banding demi kelancaran pekerjaanku sembari mencuci mata di negeri orang dan mengunjungi teman-temanku di sana tentunya. Akan tetapi ancaman tentang ketidak-halalan perjalananku membuatku melemah mental dan menyurutkan langkahku.

Di saat-saat seperti yang kuceritakan diataslah sms temanku dari ibunya yang kujadikan judul pada tulisan ini menjadi salah satu pengingatku. Aku telah berpayah-payah untuk menuntut ilmu agar aku bisa tetap tegar di atas sunnah dan manhaj salaf yang mulia,  namun seperti yang kukatakan pada awal mula tulisan ini, “Adakalanya bisikan-bisikan syetan lebih menggerakkan hatiku untuk berbuat ketimbang bernasnya ilmu yang kudengar dari ustad-ustadz yang menyampaikan ilmu tersebut.”

Umurku pula telah bertambah secara makna tapi telah berkurang secara hakikat namun kadang tingkah lakuku masih belum mencerminkan ‘standar ideal’ bagi orang-orang yang telah berkepala sekian sepertiku.

***

Untukmu wahai ilmu,
Entah bagaimanakah nanti aku akan mempertanggungjawabkanmu karena seringkali engkau kuabaikan di belakang punggungku karena begitu besarnya godaan untuk menyelisihimu dan terpampang indah di hadapan wajahku. Maafkan aku karena telah ‘memandulkanmu’ karena sedikitnya atau mungkin tidak adanya amal yang aku produksi selama bergaul denganmu. Entahlah, aku telah tidak tahu akan berbahasa seperti apa lagi agar engkau memaafkanku dan tidak pergi meninggalkanku karena kelalaianku dalam menjagamu di dalam hatiku. Janganlah engkau berhenti menjagaku dan amalku, wahai ilmu.

Selanjutnya untukmu wahai umurku,
Bagaimanakah kiranya nanti caraku mempertanggungjawabkan untuk apa saja engkau kuhabiskan di hadapan Dzat yang telah menciptakanku dan menjatahku denganmu?? Bagaimanakah pula kiranya nanti aku akan menghadapi hari peng-introgasi-an dari segala amal yang telah kulakukan sesuai dengan lamanya engkau membersamaiku??

Bukankah dalam menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada atasanku tentang sebuah paket tugas lapangan yang aku lakukan sehubungan dengan  pekerjaanku saja telah begitu membuatku kerepotan dalam menulisi ‘waktu pelaksanaan kegiatan’, ‘kegiatan yang dilakukan’, ‘hasil yang diperoleh’ dan lain sebagainya, apalah lagi dalam menyampaikan laporan pertanggungjawaban tentangmu wahai umur di hadapan Rabb yang Maha Mengetahui segala sesuatu?? Bukankah di sana yang berhak memberikan laporan tentang amalku selama bersamamu adalah anggota badanku saja sementara mulutku dikunci?? Bukankah laporan tertulis yang berlaku di sana adalah laporan tertulis dari malaikat pencatat amal baik dan burukku saja, sementara laporan tertulis dariku tidak berlaku dan pula tidak diminta karena di sana aku tidak bisa sedikit ‘mengarang-ngarang’ dengan memilih diksi yang tepat lagi memikat??

Entahlah, aku telah kehabisan kata untuk menuliskan bagamanakah dan bukankah lainnya yang semakin kutuliskan semakin merana saja aku dibuatnya karena aku tak punya cukup jawaban untuk bisa menjawab semua bagaimanakah dan bukankah itu.

***

Begitulah kawan, mungkin kawan bisa menangkap ke-tidak-nyambungan antar beberapa paragraf pada tulisanku kali ini. Disamping aku hanyalah seorang muslimah yang masih merangkak dalam mempelajari dan memahami suatu ilmu aku juga seorang penulis dadakan yang menulis hanya berdasarkan mood dan emosiku semata.

Semoga Allah menambahiku ilmu untuk memperbaiki tulisan-tulisanku sehingga tulisan-tulisanku bisa pula seperti tulisan orang-orang yang telah jago dalam menulis itu dan memberi manfaat untuk kawan yang membacainya. Pula, semoga Allah menambahiku ilmu untuk memperbaiki amalku sehingga aku bisa menghiasi amalku itu dengannya, yang pada akhirnya hal tersebut bisa mempermudahku dalam menjawab semua pertanyaan pada hari peng-introgasian dan pertanggungjawaban dikala masa yang pasti itu datang kepadaku. Aamiin.

Do’a yang sama untuk kawan sekalian, insya Allah.

***

27 Ramadhan 1432H
27 Agustus 2011M

Bumi Allah,
Info-iman

***

Wahai kawan semuanya, itulah keadaanku tentang ilmu dan pula umurku lalu bagaimanakah gerangan dengan keadaan ilmu dan umurmu?? Semoga Allah memberkahi umur-umur kita dan selalu menambahkan ilmu-ilmu yang bermanfa’at untuk kita semuanya. Aamiin.


www.info-iman.blogspot.com

Idih, Si 'Muka Bid'ah' Nongol Lagi!!

Bismillah…

Tadi malam aku melihat status mengerikan dan sekaligus menggelikan dari seorang siswi kelas II SMA yang aku kenal serta beberapa komen yang menyertai status tersebut. Karena kebetulan aku melihatnya melalui akun teman-sangat-dekat-ku maka akupun memberikan komentar melalui akun tersebut. He he. Aku memang mempunyai seorang teman yang akunnya boleh ku ‘acak-acak’ dan ku-SiDak (inspeksi mendadak) sesuai batas yang telah disepakati dalam rangka saling mengingatkan.

Sebenarnya aku juga berfikir tentang pantas ga sih bagiku untuk membahas dan sekaligus menjadikan  status adinda kita, si anak SMA ini sebagai tulisan di blog dan Fbku (tepatnya KAMI) di tengah telah begitu banyaknya penjelasan dari ulama-ulama ahlus sunnah mengenai isi dari statusnya tersebut?? Yah, meski tulisan ini hanyalah tulisan sepele namun aku tetap berharap agar kawan semuanya dapat mengambil manfaat dari tulisan yang sedang kawan baca ini.

Sungguh aku sangat gemetaran dibuatnya ketika membaca status yang dimaksud beserta seluruh komen yang ada sementara bibirku kuusahakan untuk tetap menyunggingkan sebuah senyuman. Yah, ekspresi yang sangat tidak sinkron. Aku gemetaran karena membaca celotehan si anak kelas II SMA ini ketika berbicara mengenai perkara agamanya dengan sangat lancang. Namun, aku tetap tersenyum karena aku mencoba berbaik sangka bahwa ia dan pula teman-temannya yang ikut nimbrung di sana adalah sebagian kecil saja dari remaja-remaja muslim yang masih sangat hijau dan belum tahu apa-apa sementara aneka syubhat telah menggerogoti hati dan fikirannya.

Beginilah status yang sedang kita bicarakan:

Status   : “Hati-hati bagi yang sering ngomong ini-itu bid’ah! Jangan lupa, nanti muka juga jadi bid’ah!”

Kemudian ada beberapa temannya, yang menurutku mungkin adalah teman dari si yang punya status dan masih kelas II SMA pula tentunya bertanya, “Emang Bid’ah itu apa sih?”

Dibalas oleh yang punya status, “Bid'ah itu, singkatnya adalah segala sesuatu yang gak ada/belum ada di jamannya Rasulullah. Contoh nih, kaya hp dan sepeda. Nah, muka kita juga sebenarnya bid'ah (bahasa kasarnya). Hehehehe”

Selanjutnya ada yang semakin penasaran, “Berarti gua gak melakukan bid’ah dong, kan gua gak punya sepeda sama hape! Ha ha ha. Eh, gua gak ngerti pas bagian muka. Ha ha. Maap lola, maksudnya apa ya? “

Yang punya status semakin lancang dan menampakkan kepolosan serta ketidakmengertiannya tentang perkara yang sedang ia bicarakan, “Tapi lu gunain fasilitas yang ga ada di jaman Rasulullah/para nabi! Contoh: Sikat gigi. Nah, Nabi kan gak pake sikat gigi  tapi pakenya siwak dan itu intinya sama kan karena gunanya sama? Hehehe. Trus kalau muka, bahasanya tuh muka kaya lu ada atau gak di jaman Rasul? Kalo ada ya gak disebut bid'ah. Nah kalo ga ada baru disebut bid'ah. Kenapa disebut bidah ? Yaa orang lu kagak hidup di jaman Rasul (sekali lagi contoh kecilnya kawan).

Diskusi bergulir dengan sangat hangat karena si yang punya status serta semua komentatornyapun sepertinya sangat asyik berkelakar karena ada yang sikat gigi pakai sabut kelapa! Sungguh mereka masih teramat sangat polos dan tidak mengerti apa-apa sehingga mereka tidak sadar kalau mereka tengah mengolok-olokkan agamanya sendiri. Mereka tengah menertawakan hadist Rasulullah mengenai perkara yang sangat besar ini, yaitu perkara yang berhubungan dengan dosa dan neraka karena bukankah yang memperingatkan umat dari bid’ah adalah lisan Rasulullah sendiri?? Yah, tentu saja makna hadist tentang bid’ah yang mereka ketahui telah ‘dimodifikasi’ oleh ahlul bid’ah yang memang kreatif lagi inovatif itu.

Sebelum kulanjutkan, akupun pada saat itu mendapat ‘pengetahuan’ baru dan faham kenapa dulu ketika aku melihat fesbuk seorang teman yang disana ia sering up date status tentang bid’ah serta pula mempublish dan meneruskan catatan mengenai hal yang sama selalu ada komentar dari seorang perempuan, “Idih, si muka bid’ah nongol lagi! Ngapain lo di sini?” serta komen-komen sejenisnya yang sangat membuatku begitu mengasihani si perempuan itu karena begitu ngelindurnya ia dalam perkara agamanya sendiri.

Kala itu aku tidak mengerti maksud “si muka bid’ah” yang dikatakan oleh si perempuan yang berkomentar. Dan, jreeeeng… ternyata maksudnya itu tho. Ckckck, aku juga lola rupanya. Akupun penasaran pada si perempuan dan kutelusuri info profilnya. Aduhai, kulihat dari foto-foto yang di up loadnya tampaklah ia juga seorang perempuan yang berjilbab cukup lebar dan aktif ‘mengaji’ dalam jama’ah da’wahnya. Sungguh kasihan orang-orang yang salah dalam mengambil ilmu kepada para ulama suu’, yaitu ulama-ulama yang memberi fatwa atas dasar nafsu dan ketegelinciran akalnya semata. Ingatlah nasehat Muhammad bin Sirin rahimahullah yang dinukil oleh Imam Muslim rahimahullah dalam mukadimah shahihnya, “Sesungguhnya ilmu ini adalah agama. Maka perhatikanlah dari siapa kalian mengambil agama kalian.” Semoga Allah merahmati orang-orang yang mengetahui kadar dirinya.

Oke, sekarang kembali ke topik pembicaraan. Ketika selesai membacai  status dan semua komen di bawah status ‘saling mengingatkan’ itu akupun dengan tangan yang gemetar ikut menimbrungkan komenku. Awalnya aku ingin mengabaikannya saja tapi sebagian hatiku bilang agar aku memberi komen pendek di sana karena kasihan sekali aku pada siswi SMA yang aku kenal ini. Apapun tanggapannya, mau langsung dihapus juga terserah dialah karena aku hanya mencoba menyampaikan sebatas ilmu yang kumiliki. Ilmu yang tidak sampai seujung kuku sehingga selalu ada rasa takut di hatiku kalau aku salah-salah kata dalam menyampaikan. Namun, ustadz pengasuh ta’limku pernah bernasihat,

Jangan tunggu ilmu antum cukup dulu baru antum mau menyampaikan apa-apa yang sebenarnya telah bisa antum sampaikan karena ukuran cukup itu entah sampai kapan akan antum raih. Tetaplah menyampaikan sebatas ilmu yang antum miliki dan jika mentok jangan pula antum paksa-paksakan lisan antum sehingga antumpun salah dalam menyampaikan syari’at islam yang mulia ini. Lakukan semampu antum dan katakan ‘saya tidak tahu’ jika memang antum tidak tahu. Kemudian,  jika  antum tidak bisa menyampaikan secara lisan maka berikanlah ia buku, siapa tahu Allah menggerakkan hatinya untuk membacai apa-apa yang ada di dalam buku tersebut.

Ingatlah, menyampaikan bukan berarti antum harus menjadi ustadz dulu sehingga antum bisa berceramah di atas mimbar. Sampaikan sesuai porsi dan kesanggupan antum sebagai seorang penuntut ilmu dengan cara hikmah dan lemah lembut karena tidaklah para salafush shalih itu berda’wah melainkan dengan cara hikmah dan lemah lembut. Seorang da’i hanya bertugas menyampaikan sementara ia tidak berhak memvonis dan memberi hukuman!

Selanjutnya do’akanlah saudara-saudara antum agar mereka pula diberi hidayah oleh Allah untuk menempuh manhaj yang haq ini. Selain contoh dan nasihat dari seseorang maka kita juga butuh do’a dari orang-orang yang mencintai kita karenaNya.

Mengingat nasihat itu maka aku mulai mengetikkan komen pendekku. Yah, komen yang teramat sangat pendek untuk sebuah bahasan yang berhubungan dengan surga dan neraka ini,

“Subhanallah. Wahai kawan semuanya, marilah kita berlindung kepada Allah yang Maha Suci dari segala kejelekan dan kehinaan diri-diri kita, dari kejelekan lisan dan pransangka kita. Maafkan saya karena ikut nimbrung pada percakapan yang sangat membuat tangan saya gemetaran ketika menuliskan komen ini. Ketahuilah, bid’ah dinamakan oleh Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam sebagai muhdast, yakni “Sesuatu yang baru di dalam agama yang tidak pernah disyari’atkan oleh Allah dan RasulNya.” Atau, “Suatu cara yang diada-adakan/dibuat-buat oleh orang di dalam agama Islam yang menyerupai syari’at untuk tujuan ibadah kepada Allah.” (Al ‘Iqtidha’ hal. 276 oleh Syaikhul Islam Ibmu Taimiyyah, Al I’tizham Juz I, Hal. 38-45 oleh Imam Asy Syathibi).

Kalian adalah orang-orang yang terpelajar, insya Allah sehingga mudah-mudahan dari penjelasan singkat tersebut dan tanpa tambahan apapun kalian telah bisa menafsirkan apakah hp yg kalian pakai, sikat gigi yg kalian sikatkan kepada gigi-gigi kalian serta wajah-wajah yang Allah berikan kepada diri-diri kalian apakah bid'ah atau bukan?? Ingatlah nasihat para ulama terdahulu bahwasanya ilmu itu adalah sebelum kalian berkata dan beramal. Dan ingat pulalah kalian akan ancaman Rasulullah kepada orang-orang yang berani berkata macam-macam tentang perkara agama tanpa ilmu. Peliharalah lisan dan pena kalian dari ucapan dan tulisan yang secara tidak sadar telah mendatangkan dosa bagi diri-diri kalian sendiri.

Supaya lebih jelas saya beri sebuah contoh kecilnya, jika Allah telah memerintahkan manusia untuk mendirikan sholat dan Rasulullah pula telah mengajarkan dan mencontohkan tata cara sholat itu misalnya shalat shubuh dua raka’at, dzuhur empat raka’at dan seterusnya sampai isya secara lengkap dan terperinci. Namun, tiba-tiba ada orang yang jahil lagi sok tahu dalam agama dengan pongah berkata sholat shubuh itu tiga raka'at atau satu raka'at saja plus bisa memakai bahasa Indonesia dan bahasa daerah saja maka hal ini barulah dikatakan bid'ah. Dan perlu kalian ingat, membid'ahkan sesuatu itu harus berdasarkan dalil yang jelas dari al quran dan sunnah bukan berdasarkan logika orang-orang yang pongah dan sok tahu tadi. Kemudian, penetapan dalil dalam mem-bid'ah-kan sesuatu itupun adalah haknya para ulama yang 'alim (berilmu) bukan hak sembarang orang. Tidak semua orang diperbolehkan mengeluarkan fatwa dan menvonis ini dan itu adalah bid'ah karena bid'ah adalah perkara yang besar dalam agama islam yang mulia, bukan masalah sepele seperti yang kalian sangkakan. Oleh sebab itu, marilah kita mempelajari dien ini dengan sungguh-sungguh sesuai dengan pemahaman yang benar, bukan dengan taklid buta (membeo) kepada orang-orang yang sebenarnya juga tidak mengerti islam. Wallahu a'lam. Semoga Allah memberkahi umur-umur kita dan semoga Allah pula menambahkan ilmu-ilmu yg bermanfaat kepada kita. Aamiin. Baarakallaahu fiikum.”

***

Nah, kawan sekalian pembahasan tentang bid’ah ini sangatlah panjang dan butuh ilmu untuk menyampaikannya sementara aku sangat khawatir jika aku memaksa-maksakan jariku untuk menulisi sesuatu yang aku tidak cukup ilmu atasnya, sehingga karena  kesalahan dan kecerobohanku orang-orang malah semakin apriori dengan manhaj salaf yang mulia ini. Oleh sebab itu, jika kalian benar-benar ingin 'mengetahui' lebih dalam tentang bid’ah, membid’ahkan dan ‘muka bid’ah’ ini sebaiknya kalian baca dan fahami penjelasan para ulama mengenai perkara yang dimaksud dengan meng-klik beberapa link  berikut:

dan lain-lain

Semoga tidak ada lagi salah kaprah tentang bid’ah dan komentar, “muka bid’ah” dari lisan-lisan yang kurang atau tidak terjaga. Semoga tidak ada lagi orang-orang zaman sekarang yang mempunyai pola fikir primitif karena menganggap komputer, TV, internet, pesawat terbang, sikat gigi, sendok, garpu dan lain-lain sebagai bid’ah karena pada zaman primitif memang semua benda itu tidak/belum ada, bukan?

Selamat menjadi manusia-manusia modern!

***

25 Ramadhan 1432H
25 Agustus 2011M

Bumi Allah,
Info-iman

***

No Komen, he he he

www.info-iman.blogspot.com

Kamis, 25 Agustus 2011

KERJA KITA BELUM TUNTAS !





 
“Sungguh akan terurai ikatan (agama) Islam itu satu demi satu! Apabila terurai satu ikatan, orang-orang pun bergantung pada ikatan berikutnya. Ikatan yang pertama kali lepas ialah hukum, sedangkan yang terakhir kali lepas ialah shalat.” (HR. Ahmad).

Sabda Nabi saw diatas mengandung dua informasi. Pertama, informasi negatif tentang akan terjadinya degradasi pengamalan ajaran Islam. Kedua, informasi positif tentang karakteristik ajaran Islam yang mencakup seluruh aspek kehidupan, meliputi urusan dunia dan urusan akhirat. Urusan hukum dan urusan peribadahan.[1]

Dalam persfektif gerakan dakwah, dua informasi tersebut mengingatkan kita bahwa kerja gerakan dakwah dalam melakukan ishlah wa taghyir harus menyentuh seluruh aspek kehidupan. Gerakan dakwah berkewajiban terus bekerja dengan penuh kesabaran, menjalin kembali ikatan Islam yang telah terurai itu satu demi satu. Mulai dari ikatan shalat hingga ikatan hukum/pemerintahan.

Untuk itu diperlukan gerakan dakwah yang menyeluruh (dakwah syamilah). Maksudnya, gerakan dakwah harus mampu melakukan ta’biah al-afaqiyah (mobilitas horizontal) berupa gerakan kultural dan ta’biah al-amudiyah (mobilitas vertical) berupa gerakan structural. Ta’biah al-afaqiyah (mobilitas horizontal) adalah penyebaran kader dakwah ke berbagai kalangan dan lapisan masyarakat untuk menyiapkan masyarakat agar mereka menerima manhaj Islam serta produk kebijakan yang islami. Sedangkan ta’biah al-amudiyah (mobilitas vertical) adalah penyebaran kader dakwah ke berbagai lembaga yang menjadi mashadirul qarar (pusat-pusat kebijakan), agar mereka dapat menterjemahkan konsep dan nilai-nilai Islam ke dalam kebijakan publik.

Inilah khuthuth ‘aridhah (grand strategy) dakwah yang harus kita jalankan. Pekerjaan yang sangat berat memang. Namun kita yakin, keikhlasan dan kesungguhan kerja, akan mendatangkan ta’yid (dukungan) dan pertolongan Allah SWT.
“Orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar- benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Ankabut, 29: 69).

Kerja Dakwah
Mobilitas secara horizontal dan vertical akan berjalan efektif dan mencapai target apabila didukung kerja dakwah yang prima:

Pertama, nasyrul hidayah, menyebarluaskan hidayah Allah SWT. Apakah secara qoulan (lisan), amalan (amal), atau qudwatan (keteladanan). Sehingga benih-benih kebaikan dapat tumbuh subur di tengah-tengah masyarakat.
Seorang muslim, wabil khusus aktivis gerakan Islam, harus menjadi teladan tentang nilai-nilai Islam dalam dirinya, yaitu saat bekerja, berbicara, makan, minum, akhlak dan tarbiyah, simpatik kepada orang lain, menjaga lisan dan jujur dalam berucap, tolong-menolong, dan sebagainya. Apabila ia melakukan semua itu karena Allah, ia akan menjadi pribadi yang bagaikan batu bata dalam membangun masyarakat Islam.

Sadarilah wahai para da’i, sesungguhnya masyarakat tidak akan berubah menjadi islami jika tidak mengenal hidayah Allah, dan bagaimanakah mereka dapat  mengenal hidayah Allah tanpa teladan dan bimbingan dari para ulama dan para da’i. Oleh karena itu, setiap kita harus mengambil peranan. Kita harus bekerjasama menciptakan situasi yang kondusif bagi tumbuhnya kultur keislaman di tengah masyarakat.

Para jurnalis harus berperan menjadi pelopor dalam melakukan kebaikan dan meluruskan pemikiran masyarakat melalui media informasi, misalnya melalui koran atau majalah yang mereka miliki. Media-media tersebut harus mengeluarkan masyarakat dari kebobrokan moral, lebih peduli pada pembinaan akhlak, dan berupaya membentuk opini umum.

Yayasan-yayasan kebajikan harus menjalankan perannya dalam membantu fakir miskin, menutupi kebutuhan orang-orang yang kekurangan, memberikan tunjangan untuk pelajar, dan menyebarkan sifat kedermawanan di tengah masyarakat.

Partai-partai politik harus menjaga kesatuan bangsa dan kehormatannya serta memperjuangkan kemerdekaan negeri dengan harta, jiwa, dan usaha.

Organisasi-organisasi keislaman dengan berbagai macam corak aktivitasnya harus berupaya mewarnai masyarakat dengan niali-nilai Islam yang universal.

Para menteri yang shalih harus melakukan perbaikan dalam departemen yang mereka tangani. Setiap muslim harus membela, melindungi, dan mempertahankan kebaikan dalam semua segi kehidupan di masyarakat.
Drama dan sinetron islami harus menjadi alternative di tengah-tengah gempuran film-film cabul, sinetron picisan, dan acara-acara televisi yang merusak lainnya.
Bank-bank Islam harus menyadarkan umat dari bahaya riba yang telah menjerumuskan mereka dalam ekonomi ribawi.

Para wakil rakyat dan anggota parlemen harus menjadi perisai dalam menjaga nilai-nilai moral.
Institusi pendidikan Islam harus mencetak dan membina para siswanya dengan menjadikan Islam sebagai prinsip.

Seluruh elemen masyarakat harus didorong untuk melakukan kebaikan dan menjauhkan diri dari keburukan serta melakukan islamisasi dalam kehidupan mereka. Dengan begitu akan terwujudlah masyarakat yang berwibawa.

Kedua, nasyrul fikrah, menyebarluaskan idealisme agar masyarakat memiliki semangat perjuangan dan dukungan kepada kehidupan yang lebih islami. Kegiatan ini dilakukan dengan mentarbiyah umat, mengingatkan masyarakat, mengubah opini umum, menyucikan jiwa, membersihkan ruhani, menyebarkan prinsip kebenaran, jihad, bekerja, dan menyebarkan nilai-nilai keutamaan di tengah umat manusia.
Diantara sarana yang dapat digunakan oleh para aktivis dakwah adalah: majelis ta’lim, seminar, ceramah, khutbah, kunjungan dakwah, dan lembaga kajian. Selain itu sangat baik jika gerakan Islam mampu  memunculkan media informasi (cetak/elektronik) yang dapat merebut opini umum untuk mendukung fikrah Islam.

Selain itu, aktivis Islam hendaknya tidak enggan melakukan nasyrul fikrah secara langsung kepada lingkungan terdekatnya. Bukankah di sekitar rumah kita ada masjid yang dapat mempertemukan kita sebanyak lima kali dalam sehari dengan tetangga-tetangga kita? Sudahkah kita menyampaikan kepada mereka apa yang seharusnya kita sampaikan?

Ada hal unik yang patut kita teladani dari para aktivis Partai Refah di Turki. Mereka memiliki petugas yang bertanggung jawab mengurusi setiap bagian jalan. Setiap petugas mengetahui dan mengenal betul seluruh yang ada di sekitar dan di sepanjang jalan tersebut. Setiap mereka menyempatkan diri untuk berkunjung ke rumah-rumah yang ada di sisi jalan yang menjadi tanggung jawabnya. Mereka mengucapkan rasa gembira pada saat bergembira dan memberikan ucapan bela sungkawa jika sedang ditimpa musibah. Dari sepanjang jalan inilah mereka menyampaikan fikrah dan sikap partai mereka. Pertanyaan buat kita: Apakah kita pernah berkunjung dan berbicara dengan tetangga kita di rumahnya? Sebenarnya pekerjaan ini sangat mudah untuk dilakukan bagi mereka yang mau mencobanya.

Islam adalah agama untuk semua manusia. Jika kita lalai menyampaikan informasi tentang keislaman, kita termasuk orang yang berdosa. Gerakan Islam yang hakiki adalah gerakan yang melakukan dakwah dan tabligh. Dengan mengajak itulah kita akan dapat membentuk opini umum pada masyarakat. Dengan cara seperti itu saja, kita akan dapat mewarnai masyarakat dengan warna Islam untuk menuju perubahan.

Ketiga, menggiatkan aktivitas amar bil ma’ruf dan nahyi ‘anil munkar, yakni berupaya melakukan konsolidasi, koordinasi, dan mobilisasi seluruh potensi positif konstruktif di tengah-tengah masyarakat agar memberikan kemaslahatan bagi umat, bangsa, negara, kemanusiaan, dakwah, dan lain sebagainya. Serta melakukan langkah-langkah minimalisasi atau mempersempit ruang gerak kemungkaran.

Jika dikaitkan dengan hadits di atas, yang mengilhami kita tentang visi dakwah syamilah, maka aktivitas dakwah dan amar ma’ruf nahyi munkar yang kita lakukan harus menyentuh seluruh aspek: (1) Aspek ibadah, mulai dari bagaimana mengajak shalat ke masjid, berpuasa, zakat, infaq, sedekah, haji, memberantas judi, miras, prostitusi, dan sebagainya. (2) Aspek keadilan, hukum, dan pemerintahan, mulai dari memberantas korupsi dan mafia peradilan, mengentaskan kemiskinan dan pengangguran, membela nasib buruh, tani, dan nelayan, menegakkan HAM, menegakkan pemusyawaratan dan pembangunan ekonomi umat, mengurangi diskriminasi di hadapan hukum, melestarikan lingkungan hidup, membangun ilmu pengetahuan dan teknologi, dan seterusnya.
عن أبي سعيد الخدري -رضي الله عنه- قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: من رأى منكم منكرا فليغيره بيده، فإن لم يستطع فبلسانه، فإن لم يستطع فبقلبه، وذلك أضعف الإيمان

Dari Abu Sa’id Al Khudry -radhiyallahu ‘anhu- berkata, saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda, “Barang siapa di antara kamu yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia merubah (mengingkari) dengan tangannya, jika tidak mampu hendaklah ia merubah (mengingkari) dengan lisannya, jika tidak mampu hendaklah ia merubah dengan hatinya, dan itulah keimanan yang paling lemah.” (HR. Muslim no. 49)

Keempat, memelihara ruwiyah islamiyah (identitas masyarakat Islam) dan al-mazhar al-islami (penampilan Islam). Simbol-simbol keislaman harus dimunculkan, apakah yang bersifat fisik (bangunan masjid, mushola, madrasah, dll) atau aktivitas (pendidikan Islam, majelis ta’lim, dll).

Identitas dan penampilan ini juga hendaknya muncul dalam dandanan, pakaian, perhiasan, simbol-simbol, hiburan, dan berbagai bentuk penampilan fisik masyarakat. Termasuk pula dalam perilaku dan ucapan. Masyarakat harus senantiasa diarahkan untuk memiliki penampilkan yang islami dalam kehidupan keseharian, serta berbangga dengannya. Para muslimah berbangga dengan busana muslimah yang mereka kenakan. Anak-anak muda bangga dengan kesenian islami.

Idealnya simbol-simbol yang yang dimunculkan itu selaras pula dengan ‘urfil mujtama (tradisi masyarakat) yang tidak bertentangan dengan syariah Islam. Simbol mungkin bukan perkara yang harus dinomor satukan. Tapi ia penting untuk memelihara substansi, terlebih lagi jika simbol tersebut merupakan tuntutan syar’i.

Tiga Cita-cita Besar
Jadi, kita harus bekerja lebih keras lagi, karena di hadapan kita ada tiga cita-cita besar yang harus kita wujudkan:

1.      Cita-cita Dakwah
Kita mencita-citakan terwujudnya kehidupan islami yang menjadi rahmatan lil ‘alamin, yaitu kehidupan yang merujuk kepada nilai-nilai alqur’an dan sunnah. Kita pun mencita-citakan terwujudnya masyarakat yang islami, yaitu masyarakat yang berafiliasi secara ideologi kepada Islam; melakukan semua fardhu ‘ain di dalam keseharian mereka; dan menjaga diri dari dosa-dosa besar.

Untuk mencapai tujuan tersebut kita harus terus bekerja, menyampaikan dakwah dan tarbiyah islamiyah kepada masyarakat secara benar, jelas, utuh, dan menyeluruh; mendorong kebajikan di berbagai bidang kehidupan; memberantas kebodohan, kemiskinan, dan kerusakan moral; menghimpun jiwa dan menyatukan hati manusia di bawah naungan prinsip-prinsip kebenaran; mendekatkan persepsi antara madzhab-madzhab di kalangan umat Islam; memberi alternative solusi terhadap berbagai persoalan umat dan bangsa serta pembangunannya; membangun peradaban manusia atas dasar keseimbangan iman dan materi; memantapkan prinsip-prinsip Islam; mengokohkan arti beragama yang sebenarnya pada setiap pribadi dan keluarga, baik dalam ucapan maupun perbuatan; membina dengan cara yang benar sesuai dengan Alqur’an dan Assunah dalam hal aqidah, ibadah, akhlak, muamalah, ruhiyah, aqliyah dan jasmaniyah; meneguhkan arti ukhuwah yang sebenarnya, saling melindungi secara utuh, saling menolong secara penuh, hingga tercipta solidaritas social; melahirkan generasi baru yang memahami dan melaksanakan Islam secara baik, serta berperan di berbagai sector kehidupan.

2.      Cita-cita Politik
Cita-cita dakwah yang luhur tersebut membutuhkan penjaga, yaitu kekuatan politik. Dengan kekuatan inilah kita dapat mengaktualisasikan ajaran Islam secara maksimal. Mewujudkan rasa aman; melaksanakan undang-undang, meratakan pendidikan; menyiapkan kekuatan; memelihara kesehatan; menjaga kepentingan dan fasilitas umum; menjaga sumber daya alam dan mengelola kekayaan negara; mengokohkan moralitas; menebarkan dakwah.

Untuk mencapainya, gerakan dakwah harus melakukan musyarakah siyasiyah (partisipasi politik) dalam pemerintahan, dan diawali dengan upaya itsbatul wujud assiyasi (mengokohkan eksistensi politik). Dari waktu ke waktu eksistensi politik ini harus terus dikembangkan. Jika meneropong sejarah politik Islam di Indonesia, rekor terbesar yang pernah dicapai oleh partai-partai Islam adalah rekor Masyumi sebesar 20%. Ini merupakan tantangan besar bagi kita.

3.      Cita-cita Peradaban
Ini adalah implementasi dari apa yang disebut oleh Hasan Al-Banna sebagai ustadziyatul alam, yakni penegakan kepemimpinan dunia dengan penyebaran dakwah Islam di seantero negeri. “Sehingga tidak ada lagi fitnah dan agama itu hanya untuk Allah”. (QS. Al-Baqarah, 2: 193). Maksud ayat ini adalah akan menjadi sangat hinanya kemusyrikan di muka bumi dan peribadatan kepada Allah semakin tinggi dan mulia. Tidak ada lagi kekhawatiran pada kita dalam menjalankan agama, tidak ada lagi basa-basi dan sembunyi-sembunyi dalam urusan agama. Karena dunia telah diwarnai dengan warna Islam, setelah sebelumnya dikotori filsafat materialisme yang didukung dua kekuatan utama untuk mempertahankan hegemoninya: senjata dan uang.

Marilah mengingat kembali janji Rasulullah saw kepada umat Islam. Abdullah bin Amru bin Ash mencatat hadits dari Rasulullah yang ditanya, “Kota mana yang akan lebih dahulu dibebaskan Islam, Konstantinopel atau Romawi?” Beliau menjawab, “Kota Herakliuslah (Konstantinopel / Istambul) yang akan dibebaskan terlebih dahulu!” 

Nubuwwah tersebut terbukti pada Abad  ke-9 Hijriyah, bertepatan dengan abad ke-15 Masehi. Tepatnya pada hari Selasa, 20 Jumadil Ula 857 H / 29 Mei 1453 M. Pembebasan Konstantinopel pada saat itu dipimpin oleh seorang Komandan muda Utsmani berusia 23 tahun yang bernama  Muhammad bin Murad atau dikenal juga dengan sebutan Muhammad Al-Fatih.

Saat ini kita masih menunggu nubuwwah kedua yaitu dibebaskannya Roma (Italia). Insya Allah di negeri ini pun sinar ajaran Islam akan memancar sempurna. Syaikh Yusuf Qaradhawy menduga pembebasan Roma ini akan terjadi dengan perantaraan pena dan diplomasi.
“Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-Qur’an) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.” (QS. At-Taubah, 9: 32 – 33)

Dan katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”(QS. At-Taubah, 9: 105)

Wahai para da’i, kerja kita belum tuntas!
Wallahu a’lam.

Maraji:
Memperjuangkan Masyarakat Madani, MPP PKS
Bingkai Dakwah di Jalur Politik, KH. Hilmi Aminuddin
Al-Fikr Al-Islamiy Al-Mu’ashir, DR. Musthafa Muhammad Thahhan
Menyongsong Mihwar Daulah, Cahyadi Takariawan
Dari Qiyadah untuk Para Kader, Anis Matta
Terjemah Tafsir Al-Maraghi Juz 2, Ahmad Mushthafa Al-Maraqhi






[1] Penjelasan mengenai makna kata al-hukmu: Menurut makna bahasa, kata al hukmu bermakna al qadla’ (keputusan). Sedangkan kata al haakim bermakna munaffidzul hukmi (pelaksana keputusan atau pemerintahan).

Adapun menurut istilah, kata al hukmu maknanya adalah sama dengan kata al mulku dan as sulthan. Yaitu, kekuasaan yang melaksanakan hukum dan aturan. Juga bisa disebut dengan aktifitas kepemimpinan yang telah diwajibkan oleh syara’ atas kaum muslimin.

Aktifitas kepemimpinan ini merupakan kekuasaan yang dipergunakan untuk menjaga terjadinya tindak kedzaliman serta memutuskan masalah-masalah yang dipersengketakan.


https://intimagazine.wordpress.com/2011/01/05/kerja-kita-belum-tuntas/

www.info-iman.blogspot.com

Ad-Da’watu Waludatun




Oleh: KH. Hilmi Aminuddin


Puluhan tahun yang lalu, langkah-langkah harakah di sini, di Indonesia, sunyi sepi. Illa ma’allah, kecuali bersama Allah. Mengayunkan kaki seorang diri. Beberapa waktu kemudian dilakukan ta’sis haraki atau ta’sis amali. Dalam ta’sis tanzhimi waktu itu, kita hanya berkumpul

Puluhan tahun yang lalu, langkah-langkah harakah di sini, di Indonesia, sunyi sepi. Illa ma’allah, kecuali bersama Allah. Mengayunkan kaki seorang diri. Beberapa waktu kemudian dilakukan ta’sis haraki atau ta’sis amali. Dalam ta’sis tanzhimi waktu itu, kita hanya berkumpul empat orang. Kita hanya duduk lesehan, bukan di hotel. Dari hanya empat orang, sekarang di level qiyadah saja sudah ada ratusan orang.

Saya menjadi yakin, kata-kata dari salafu-shalih dalam dakwah ini yang mengatakan, “Ad-Da’watu Waludatun.”, bahwa dakwah ini sangat mudah beranak pinak. Sangat subur dan mudah berketurunan.
Lihat saja ikhwan dan akhwat yang bergabung dalam dakwah ini, secara biologis pun jumlah anaknya lumayan. Saya kira secara nasional keluarga kita ‘paling berprestasi’, lima, delapan, sepuluh, atau tiga belas orang anak. Ini salah satu indikator bahwa “Ad-Da’watu Waludatun.”, bahwa dakwah ini sangat subur melahirkan generasi baru. Bahkan secara biologis lebih dulu dibuktikan oleh Allah SWT secara ‘a’iliyah thabi’iyyah.

Secara haraki da’awi pun kita lihat luar biasa. Ini membuat saya di hari tua tersenyum. Rasanya saya tidak perlu berdo’a seperti Nabi Zakaria, yang dikisahkan oleh Allah SWT dalam surah Maryam. Dia merayu dan merajuk kepada Allah SWT, dalam kesepuhan dan kerentaan, beliau masih belum juga memiliki generasi penerus yang akan melanjutkan langkah-langkah dakwah. Langkah-langkah dakwah yang diharapkan dapat diteruskan oleh pewaris itu belum juga muncul, sehingga beliau melanjutkan dengan do’a yang dijelaskan oleh Allah SWT,
“Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera, yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya’qub; dan jadikanlah ia, Ya Tuhanku, seorang yang diridhai”. (QS. Maryam, 19: 5-6)
Agar menjadi pewaris esensinya adalah pewaris dakwah. Penerus-penerus risalah Nabiyullah Ya’qub ‘alahissalam.

Sepertinya saya tidak perlu berdo’a seperti ini, karena baik secara biologis atau secara haraki pun, Allah telah membuktikan bahwa “Ad-Da’watu Waludatun.”, bahwa dakwah ini sangat subur melahirkan generasi baru, termasuk generasi kepemimpinan. Bahwa dakwah ini mendapat sambutan yang hangat dari generasi terbaik dari umat ini. Bahkan sebetulnya, kalau kita pelajari secara demografis—penduduk negara-negara muslim itu rata-rata banyak. Berarti pula “Ad-Da’watu Waludatun.” Itu berpangkal dari “Al-Ummatu Waludatun.”, bahwa umat kita sangat tinggi populasinya dan mudah beranak pinak. Ada masyaikh dakwah yang mengatakan bahwa di bumi di mana kalimat ‘La Ilaha Illa-llah Muhammadur-Rasulullah’ dikumandangkan, maka segalanya akan subur. Cepat melahirkan betapa pun kondisinya sulit.

Di Palestina dalam kondisi terhimpit, terjajah, tertindas, dan ada pembantaian, perbandingan kelahiran antara Muslimin Palestina dan Yahudi adalah 1 : 50. Yahudi sebelum takut oleh ledakan roket-roket HAMAS, sudah takut oleh ledakan penduduk umat Islam Palestina.

Jadi ikhwan wa akhwat fillah, kalau kemudian para salafu-shalih mengatakan al-mustaqbal lil-Islam dan al-mustaqbal li-da’watina, itu sesuai dengan fitrah pertumbuhan. Baik secara demografis maupun secara dakwah dan harakah.

Harakah dan dakwah kita di Indonesia sangat berpeluang dan paling berpotensi dalam segi pertumbuhan. Kalau dibandingkan dengan negara-negara Timur Tengah sangat jauh. Bahkan dengan saudara-saudara kita di negeri tetangga. Kita sudah memasuki era musyarakah, dengan mizhallah siyasiyah, payung politik yang besar dan lebar. Tersedia medan yang luas untuk bergerak, peluang-peluang juga sangat luas di segala bidang. Dan Alhamdulillah pertumbuhan kader pun sangat menggembirakan. Ini adalah pemberian Allah semata. Umat Islam di Indonesia dengan populasi penduduk lebih dari 220 juta, juga menjadikan harakah dakwah kita populasinya tumbuh pesat. Pertumbuhan itu akan semakin pesat dengan dipicu dan dipacu oleh target-terget yang sudah digariskan dalam kebijakan jama’ah.

sumber : AlIntima’
www.info-iman.blogspot.com

Dengan Jamaah Mana Anda Menggabungkan Diri?

Di Indonesia ramai aktivis dakwah melakukan amal Islami dengan berbagai wadah. Wadah yang berbentuk Jamaah itu, karenanya menjadi tempat berhimpun para aktivis dakwah. Para aktivis dakwah memilih masuk ke dalam sebuah Jamaah, tentu disertai dengan berbagai alasan dan pendapat.

Di dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang mewajibkan bergabung dalam sebuah Jamaah. Jamaah adalah sarana (wasilah) bukan tujuan (ghoyah), yang akan menjadi tempat berhimpunnya para aktivis dakwah, secara bersama-sama melakukan amal jama’i, dan dilandasi nilai-nilai Rabbaniyah, ruhul ukhuwah dan mahabbah (cinta) yang mendalam, dan memiliki komitmen bersama mencapai cita-cita tujuan.

Tetapi, banyak aktivis dakwah yang berhimpun dalam Jamaah terjangkiti berbagai “penyakit”, dan berhimpunnya para aktivis dakwah ke dalam Jamaah, justru melahirkan berbagai fitnah. Adakah ini kesalahan manhaj (methode) dakwahnya atau para aktvisnya yang meninggalkan manhaj yang menjadi thoriqoh (jalan) gerakannya. Sehingga, potensi-potensi yang dimiliki para aktivis dakwah menjadi mubazir, dan kemudian terpecah-pecah ke dalam firqoh-firqoh.

Maka, kenalilah Jamaah yang memiliki kriteria yang kebaikannya bersifat menyeluruh, dan bisa menjadi sarana dalam menegakkan agama Allah (dinullah), bukan menjadi sarana yang melahirkan firqoh-firqoh, atau hanya menjadi sarana memupuk ambsisi pribadi. Inilah kriteria Jamaah yang sempurna itu :

Pertama, Jamaah yang sempurna itu, yang menjadi ahdaf (tujuannya) yakni menerapkan syari’at dan manhaj Allah di muka bumi. (QS : al-An’am : 57)

Kedua, Jamaah yang sempurna itu, yang melandaskan setiap ucapan dan perbuatannya, karena Allah semata. (QS : al-An’am : 162-163)

Ketiga, Jamaah yang sempurna itu, yang melepaskan semua bentuk wala’ (loyalitas) kecuali kepada Allah semata. (QS : al-Maidah : 55)

Keempat, Jamaah yang sempurna itu, yang menganut paham yang lurus terhadap Islam, tidak ghuluw (ekstrim), dan tidak pula tafriith (meremehkan). Melaksanakan syari’atnya secara integral. (QS : al-Baqarah : 208)

Kelima, Jamaah yang sempurna itu, amal yang pertama kali dilakukan harus berorientasi pada pembentukan pribadi muslim yang menghimpun sikap-sikap baik, dan jauh dari sikap tercela, serta berusaha memperoleh pertolongan kemenangan dari Allah semata. (QS : ar-Ra’d : 11, dan QS : asy-Syam : 9-10)
Keenam, Jamaah yang sempurna itu, yang memiliki sifat universal dalam upaya menerapkan nilai-nilai pribadi muslim, yaitu dengan bentuk penyebaran ke semua lapisan masyarakat bahkan seluruh penjuru dunia. (QS : al-Anbiya : 107)

Ketujuh, Jamaah yang sempurna itu, yang senantiasa mengikat diri dengan adanya kesatuan wihdah, baik itu pola pikir yang satu, hati yang satu, ruh yang satu, perasaan yang satu, sekalipun mereka berbeda-beda latarbelakang. (QS : al-Imran : 103)

Kesembilan, Jamaah yang sempurna itu, yang senantiasa berpijak diatas tahapan yang benar, teliti, dan terbina yang bersifat kontinu, serta bertolak dari pemahaman yang lurus akan realitasnya. (QS : at-Taubah : 105)

Kesepuluh, Jamaah yang sempurna itu, yang senantiasa memelihara langkah-langkah prioritas dalam beramal, yaitu tatkala sebuah Jamaah mengalami kesulitan dari para penguasa. Mereka harus mendahulukan hal-hal yang ushuul (prinsip) diatas masalah furuu’ (cabang), memprioritaskan yang wajib daripada yang sunnah, serta menyegerakan hal-hal yang telah disepakati daripada yang masih diperselisihkan. Ini seperti yang dilakukan Rasulullah Shallahu alaihi wassalam, ketika beliau mengutamakan upaya menghancurkan berhala-berhala yang bercokol di dalam jiwa manusia, sebelum beliau menghancurkan berhala yang berwujud patung yang mengililingi Ka’bah.

Kesebelas, Jamaah yang sempurna itu, Jamaah yang tidak boleh meremehkan dan menyepelekan masalah ushuul (prinsip) yang sudah disepakati, disertai dengan sikap yang toleran terhadap masalah yang furuu’. Dengan demikian membuka pintu kerjasama dengan antr semua aktivis.

Keduabelas, Jamaah yang sempurna itu, Jamaah yang memiliki suatu manhaj (sistem) yang jelas langkahnya dan orientasinya, yakni sebuah Jamaah yang dapat membawa anggotanya selangkah demi selangkah ke tahapan berikutnya, dan menuju ahdaf (tujuan) yang dicita-citakannya.

Ketigabelas, Jamaah yang sempurna itu, Jamaah yang harus sudah teruji keteguhan dan kesabarannya dalam menempuh jalan kesulitan diatas jalan dakwah yang dilaluinya. Mereka telah dibenturkan dengan suatu yang sangat menakutkan dan telah matang dalam ujian dan cobaan. (QS : Muhammad : 31)

Keempatbelas, Jamaah yang sempurna itu, Jamaah yang telah menempuh perjalanan yang panjang dalam beramal, sehingga ia telah matang dan kaya akan pengalaman diatas jalan yang ditempuhnya. Dengan demikian, manusia yang berjalan bersamanya dapat mengorbankan kesungguhan, waktu, dan harta secara menyeluruh.

Kelimabelas, Jamaah yang sempurna itu, Jamaah yang ditempuhnya perlahan, tapi pasti, dan tidak tergesa-gesa (isti’jaal) dalam mencapai tujuan. (QS : Ahqaaf : 35)

Keenambelas, Jamaah yang sempurna itu, di dalam Jamaah itu terdapat orang yang mampu untuk membimbing serta mampu melaksanakan setiap amal, dan menetapkan masalah sesuai dengan proporsinya.

Ketujuhbelas, Jamaah yang sempurna itu, Jamaah yang memiliki sikap teliti dan selektif dalam memilih para aktivisnya agar perjalanannya dapat bersih dari orang-orang yang menangguhkan suatu amal. (QS : an-Nisaa’ : 102)

Jika kita menemukan kriteria-kriteria seperti diatas, maka kiranya hendaklah berhimpun bersama Jamaah itu. Berikan seluruh potensi yang kita miliki bersama dengan Jamaah itu, meraih kemenangan yang dijanjikan Allah Rabbul Alamin.

Bersama dengan Jamaah yang memiliki kriteria seperti diatas, yang akan membahagiakan kehidupan kita, kelak di hadapan Allah Azza wa Jalla.
Jangan sia-siakan umur dan amal kita, berhimpun dengan berbagai “firqoh” yang menyatakan dirinya “Jamaah”, tetapi justru, membuat kita semakin jauh dari ridho-Nya. Wallahu’alam.

sumber : eramuslim.com
www.info-iman.blogspot.com

Label

'idul adha adab dan sunnah adik saudara sepersusuan adzan air kencing bayi air kencing Rasulullah Akhirat akhlak Akhlaq Kepribadian Akhwat akidah Al Qur'an Al Qur#039;an Al Quran Al-Qur'an Alam Aliran-aliran Amalan AMALIYAH NU anak Analisa Angin Aqidah Aqiqah Artikel Artikel IImiah Asmara Astronomi ASWAJA Azab Bab Adab Bab Nikah Bab Puasa Bab Sholat Bab Thaharah Bab Zakat bantahan belajar islam Berita bersin Bid'ah bid'ah dalam aqidah bid'ah dalam ibadah Biografi Biologi Bisnis Blackberry Budaya Budi Daya buka puasa buku Cantik Fisik catatanku Cerpen Chairil Anwar Curahan Hati Curhat daging qurban Dakwah Dakwah Pemikiran Islam dakwah umum Dambaan insan Dari Salafushshalih Dasar Islam Dasar Keislaman demam Desain Dhaif Do'a do'a buka puasa Do'a dan Dzikir Doa doa bersama doa sholat tarawih download dunia islam Dunia Islam Kontemporer Dzikir dzikir dengan tangan kiri Ekonomi Eksoplanet Emansipasi Emha Ainun Nadjib Fakta Ilmiah Fakta Jin-Iblis-Syetan Fakta Manusia faraidh Fenomena Asteroid Fenomena Bencana Alam Fenomena Bintang Fenomena Bulan Fenomena Bumi Fenomena Hewan Fenomena Kutub Fenomena Langit Fenomena Matahari Fenomena Meteorit Fenomena Petir Fenomena Planet Fenomena Ruang Angkasa Fenomena Tumbuhan Fiqh Fiqh Muamalat Fiqh Wanita Fiqih Fisika Galaksi Geografi Geologi gerhana gigi palsu Hadis Hadis 40 hadist Hadits Hadits Palsu HAID Halal Haram HAM HARI RAYA ID HUKUM ISLAM hukum natal bersama hutang i'tikaf Ibadah ibadah yang baik ibu mertua ilmu ilmuan muslim Ilmuwan imam terlalu cepat bacaannya IMAN Inovasi intermezzo Internet Iptek iqomah isbal Islam jabat tangan setelah sholat JADWAL RAMADHAN Jagad Raya Jalaluddin Rumi jamaah sholat jumat jenazah Jual Beli judi junub Kabar Dalam Negeri kabar manca negara Kahlil Gibran Kajian Karya Buku Karya Ulama KB Keajaiban Alam Keajaiban Hewan KECANTIKAN Kecelakaan Maut Kehutanan Kelautan keluarga Kepemerintahan Kepengurusan Kerajaan Kesehatan Keuangan Keutamaan KHITAN Khitan Wanita khurofat Khutbah Khutbah Jum'at khutbah jumat Khutbah Rasulullah saw Kiamat Kidung Hati Kimia Kisah Kisah Kami Kisah Nyata Kisah Orang-Orang Shaleh Kisah Teladan Komputer Konversi Energi Kosmologi Kumpulan Do'a Kumpulan Kata lafadz adzan lafadz iqomah Lain-Lain Lalu Lintas lembaga sosial Lingkungan Hidup Lubang Hitam macam puasa sunnah mahram Makanan mandi jum'at mandi wajib Manhaj Manusia Manusia dan Teknologi masjid masjid quba Masuk Perguruan Tinggi Matahari Materi gelap Mayit media cetak memandikan jenazah membayar zakat memotong kuku memotong rambut mendahului gerakan imam menemani sholat jamaah menembok kuburan mengadzankan mayit di liang kubur mengangkat tangan menghadiahkan pahala mengqadha puasa menguburkan jenazah mengucapkan selamat natal mengusap kepala Mengusap muka setelah berdoa menikah di bulan syawwal menikah setelah berzina meninggal dunia Meninggalkan sholat jum'at menjawab adzan menjual kotoran hewan menyapu kepala menyentuh wanita Meteorologi Meteorologi-Klimatologi mihrab Mineralogi minum air zamzam Motivasi motivasi belajar Motivasi Beramal MQ (menejemen qolbu) mu'athilah Muallaf muamalah Muhasabah Mungkar murottal Muslimah Muslimah Articles Musyabbihah Mutiara Hikmah Mutiara Kalimat Mutiara Tafakur Nabi Muhammad Nagham Alqur'an Nasehat Neraka News niat sholat nikah nisfu aya'ban Oase Iman Olah Raga OLAHRAGA Otak PAKAIAN panas PAUD Pendidikan Penelitian penelitian sunnah Pengembangan Diri Pengobatan Akibat Sihir Peninggalan Sejarah Penjajahan Pentingnya Waktu Peradaban Islam Perbandingan Agama dan Aliran Perbankan Pergaulan Perkawinan Perkembangan Da'wah Islam Permata Hati pernikahan Personaliti Pesawat Ruang Angkasa Pesepakbola Muslim Pojok Ramadhan posisi imam wanita produksi awal program kerja Proyek Luar Angkasa Psikologi Puasa puasa daud puasa rajab Puasa Setiap Hari puasa sunnah puasa wanita hamil Puisi Puisi bahasa Ingris qunut nazilah QURAN radar lampung Radio Rajab Ramadhan ramalan cuaca Renungan Riba dan Jual Beli salafush shalih salah bacaan sholat Salam Khudam Sastra sedekah Sejarah Sejarah Islam SEKS Sentilan Seputar Daerah Buton Shalat shodaqoh shodaqoh melebihi kadar Sholat sholat dan keputihan sholat di rumah sholat ghoib sholat jamaah sholat jamaah estafet sholat jumat sholat jumat wanita sholat pindah tempat sholat qashar sholat sambil melihat mushaf sholat sendirian sholat sunnah sholat sunnah qobliyah isya sholat sunnah sebelum asar sholat sunnah setelah shubuh sholat takhiyatul masjid sholat wanita sifat dzatiyah sifat fi'aliyah Sihir Simpan Pinjam Sirah Siroh Shahabiyyah Software Islami Sosial Kemasyarakatan Sosiologi sujud sahwi sujud syukur sumpah dan nadzar Sunnah sutrah sutroh syafaat Syurga Tafakur Alam Semesta Tafsir Tafsir Al-Qur'an tahlilan Takbirotul ihram takwil mimpi tambal gigi tamsil Tanda Akhir Zaman Tanda-Tanda Kiamat Tanya jawab Tarbiyah Tasawwuf dan Adab tata cara tidur menurut sunnah Tata Surya Taufiq Ismail Tauhid tayammum Tazkirah Tazkiyah tazkiyatun nafs Tech News Teknik Sipil teladan Tenaga Kerja tertawa saat sholat Thoharoh tidak taat suami tinggi TK Tokoh Tokoh Dan Ulama Tokoh Islam Tools TPA Tsunami Tujuan Hidup tuntunan sholat uang pensiun dari riba uang riba ucapan assalamualaika UNCATEGORY Video da'wah video Motivasi Diri Video Muhasabah video murotal W. S. Rendra waktu membaca doa wanita wanita haid Wisata wudhu yasinan zakat zakat anak kepada orang tua zakat barang temuan zakat harta zakat harta warisan zakat hasil perkebunan zakat hasil pertanian zakat mal zakat padi zakat pns zakat tanah zina