Ehm, sekalimat rangkaian kata pada baris judul di atas kudapati dari sebuah pesan masuk di hp temanku yang kebetulan aku diizinkan untuk membaca smsnya tersebut. Berhari-hari fikiranku terpaut pada kalimat itu karena sms temanku yang dimaksud adalah sms dari ibunya sendiri. Masya Allah, sms bernada sinis dari seorang ibu untuk mengingatkan anaknya yang mungkin sedang terlupa atau mungkin pula tengah dilalaikan oleh bermacam-macam maksiat yang dilakukannya. Wallahu a’lam. Semoga Allah merahmati temanku dan pula ibunya yang secara tidak sadar sms itu telah menampar-nampar pipiku dengan sangat keras.
Iya, telah sekian tahun aku ikut meramaikan bumi Allah ini atas izin dan kehendakNya dan telah sekian tahun pula aku mengaji dan menghadiri majlis-majlis ilmu. Namun, adakalanya bisikan-bisikan syetan lebih menggerakkan hatiku untuk berbuat ketimbang bernasnya ilmu yang kudengar dari ustad-ustadz yang menyampaikan ilmu tersebut.
Kadang, ilmu pulalah malahan yang membuatku bingung dalam proses mempelajarinya sehingga syetan menghiasi kebingungan itu dengan dua hiasan. Hiasan pertama agar aku benar-benar tidak usah saja mengamalkan ilmu itu, atau hiasan kedua agar aku amalkan saja ilmu itu dengan cara yang ‘diajarinya’ plus dengan bumbu-bumbu ria dan sum’ah tentunya. Yah, oleh sebab itulah kawan, hendaklah kita mempelajari suatu ilmu sampai pada tingkat kefahaman, tidak hanya sekedar mendengarkan dan mencatatinya saja. Kemudian, apalah pula artinya faham jika tidak diamalkan?
Selanjutnya, menurut pengalamanku adakalanya pula kondisi terdesak dalam versi kita masing-masing (bukan terdesak dalam versi syari’at tentunya) membuat kita bermudah-mudah untuk mengambil keringanan dalam suatu perkara dan berharap semoga Allah maklum saja dengan keputusan yang kita ambil.
***
Menjadi seorang muslimah yang tangguh lagi militan pada zaman penuh goncangan ini memang teramat sangat sulit aku rasakan. Jika iman sedang dalam keadaan lemah maka hati ingin menjadi perempuan ‘biasa-biasa saja’ atau menjadi perempuan kebanyakan saja yang bisa dengan sangat santai meninggalkan atau setidaknya melalaikan perintah Allah dan Rasulnya. Tapi, hatiku pula tidak berani berargumen bahwa panasnya api neraka juga biasa-biasa saja, lha ketika tanganku dengan tidak sengaja menyentuh kuali panas pada saat memasak saja aku telah menjerit tak karuan dibuatnya!
Memakai pakaian muslimah sesuai dengan standar syari’at kemana-kemana jujur saja jika cuaca panas ada rasa gerah dibadanku apalagi aku adalah tipe perempuan yang memang gampang merasa gerah, sampai-sampai beberapa temanku meng-istilah-kan bahwa aku tidur dengan ‘memeluk kipas’ meski pada malam hari. Tapi dengan ilmu aku diancam akan beratnya siksaan jika aku dengan sangat lancang dan pula nekad mencoba-coba menjadi perempuan-perempuan yang berpakaian tapi telanjang, berjalan dengan berlenggak-lenggok dan punuk unta seperti ada di atas kepalaku. Menjadi shalihah itu ternyata tidak mudah ya kawan karena bayaran shalihah adalah surga! Dan tentunya kawan sepakat denganku bahwasanya surga bukanlah sesuatu yang bisa didapatkan dengan gratis atau sesuatu yang tidak membutuhkan pengorbanan yang besar untuk memperolehnya.
Atau, adakalanya disaat sepi mulai menyapa, gundah mulai menggulana dan masalahpun mulai menggurita maka ada pula keinginan untuk mempunyai seorang ‘kawan’ sebagai teman ‘mengobrol’, apalagi jika disetiap hari nan siang dan berlebih lagi jika malam telah mulai menjelang di sekitar kita terhampar tontonan tentang beberapa kawan yang tengah ditunggangi cinta dan dilecuti syahwat sedang ber-ha-ha-hi-hi dengan seorang laki-laki di seberang sana sembari senyum penuh sumringah pula merekah di bibir mereka. Nyaman sekali rupanya mereka-mereka itu. Ingin pula rasanya aku seperti mereka, tapi ilmu mengenai ancaman zina dan hukuman atasnya membuat nyaliku menciut. Yah, tinggal di asrama tentu akan membuatmu menemui berbagai macam peristiwa mulai dari peristiwa yang menyenangkan, mengharukan, menyedihkan, menggelikan sampai kepada peristiwa yang mengerikan!!
Oo, kadang adapula terlintas difikiranku untuk bermain serong secara sembunyi-sembunyi saja karena jika melakukannya secara terang-terangan maka hal itu akan terlalu riskan bagiku yang berstatus sebagai perempuan yang telah ‘mengaji’. Yah, setidaknya di dunia mayalah. Ada keinginan untuk meladeni ikhwan-ikhwan iseng, ikhwan-ikhwan dadakan, ikhwan-ikhwan gadungan dan sejenisnya untuk berchatting-chatting atau sekedar berkomen-komenan ria atas nama dakwah dan saling mengingatkan dengan mereka-mereka itu tapi ilmu pulalah yang mencegahku untuk melakukannya. Ilmu berteriak dengan sangat nyaring di telingaku bahwa pengawasan dan penglihatan Allah tidak akan pernah luput dariku meski manusia mungkin bisa terkibuli olehku!! Menjadi sekuntum bunga yang terpelihara juga tidak gampang rupanya karena kehilangan kesempatan untuk dipersunting oleh laki-laki shalih adalah taruhannya jika aku berlepas diri dari usaha menshalihahkan diriku. Di atas semua itu murka Allah adalah balasan yang sangat menggenaskan atas semua pembangkanganku.
Safar. Safar kadang menjadi suatu momok bagi seorang muslimah ketika hendak melakukan perjalanan yang memang telah mencapai jarak safar padahal tidak ada mahrom yang bisa menemani. Sehingga bagi perempuan-perempuan yang berkerja di luar rumah apalagi di bagian lapangan sepertiku ujian ini terasa teramat sangat berat. Ingin rasanya aku pergi sendiri ke daerah-daerah tempat aku bekerja yang kadang daerah-daerah tersebut bisa memanjakan mata dan menyegarkan fikiranku karena indahnya pemandangan di sana. Aduhai, kadang ingin pula aku berkunjung ke provinsi lain, bahkan ke pulau lain atas nama studi banding demi kelancaran pekerjaanku sembari mencuci mata di negeri orang dan mengunjungi teman-temanku di sana tentunya. Akan tetapi ancaman tentang ketidak-halalan perjalananku membuatku melemah mental dan menyurutkan langkahku.
Di saat-saat seperti yang kuceritakan diataslah sms temanku dari ibunya yang kujadikan judul pada tulisan ini menjadi salah satu pengingatku. Aku telah berpayah-payah untuk menuntut ilmu agar aku bisa tetap tegar di atas sunnah dan manhaj salaf yang mulia, namun seperti yang kukatakan pada awal mula tulisan ini, “Adakalanya bisikan-bisikan syetan lebih menggerakkan hatiku untuk berbuat ketimbang bernasnya ilmu yang kudengar dari ustad-ustadz yang menyampaikan ilmu tersebut.”
Umurku pula telah bertambah secara makna tapi telah berkurang secara hakikat namun kadang tingkah lakuku masih belum mencerminkan ‘standar ideal’ bagi orang-orang yang telah berkepala sekian sepertiku.
***
Untukmu wahai ilmu,
Entah bagaimanakah nanti aku akan mempertanggungjawabkanmu karena seringkali engkau kuabaikan di belakang punggungku karena begitu besarnya godaan untuk menyelisihimu dan terpampang indah di hadapan wajahku. Maafkan aku karena telah ‘memandulkanmu’ karena sedikitnya atau mungkin tidak adanya amal yang aku produksi selama bergaul denganmu. Entahlah, aku telah tidak tahu akan berbahasa seperti apa lagi agar engkau memaafkanku dan tidak pergi meninggalkanku karena kelalaianku dalam menjagamu di dalam hatiku. Janganlah engkau berhenti menjagaku dan amalku, wahai ilmu.
Selanjutnya untukmu wahai umurku,
Bagaimanakah kiranya nanti caraku mempertanggungjawabkan untuk apa saja engkau kuhabiskan di hadapan Dzat yang telah menciptakanku dan menjatahku denganmu?? Bagaimanakah pula kiranya nanti aku akan menghadapi hari peng-introgasi-an dari segala amal yang telah kulakukan sesuai dengan lamanya engkau membersamaiku??
Bukankah dalam menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada atasanku tentang sebuah paket tugas lapangan yang aku lakukan sehubungan dengan pekerjaanku saja telah begitu membuatku kerepotan dalam menulisi ‘waktu pelaksanaan kegiatan’, ‘kegiatan yang dilakukan’, ‘hasil yang diperoleh’ dan lain sebagainya, apalah lagi dalam menyampaikan laporan pertanggungjawaban tentangmu wahai umur di hadapan Rabb yang Maha Mengetahui segala sesuatu?? Bukankah di sana yang berhak memberikan laporan tentang amalku selama bersamamu adalah anggota badanku saja sementara mulutku dikunci?? Bukankah laporan tertulis yang berlaku di sana adalah laporan tertulis dari malaikat pencatat amal baik dan burukku saja, sementara laporan tertulis dariku tidak berlaku dan pula tidak diminta karena di sana aku tidak bisa sedikit ‘mengarang-ngarang’ dengan memilih diksi yang tepat lagi memikat??
Entahlah, aku telah kehabisan kata untuk menuliskan bagamanakah dan bukankah lainnya yang semakin kutuliskan semakin merana saja aku dibuatnya karena aku tak punya cukup jawaban untuk bisa menjawab semua bagaimanakah dan bukankah itu.
***
Begitulah kawan, mungkin kawan bisa menangkap ke-tidak-nyambungan antar beberapa paragraf pada tulisanku kali ini. Disamping aku hanyalah seorang muslimah yang masih merangkak dalam mempelajari dan memahami suatu ilmu aku juga seorang penulis dadakan yang menulis hanya berdasarkan mood dan emosiku semata.
Semoga Allah menambahiku ilmu untuk memperbaiki tulisan-tulisanku sehingga tulisan-tulisanku bisa pula seperti tulisan orang-orang yang telah jago dalam menulis itu dan memberi manfaat untuk kawan yang membacainya. Pula, semoga Allah menambahiku ilmu untuk memperbaiki amalku sehingga aku bisa menghiasi amalku itu dengannya, yang pada akhirnya hal tersebut bisa mempermudahku dalam menjawab semua pertanyaan pada hari peng-introgasian dan pertanggungjawaban dikala masa yang pasti itu datang kepadaku. Aamiin.
Do’a yang sama untuk kawan sekalian, insya Allah.
***
27 Ramadhan 1432H
27 Agustus 2011M
Bumi Allah,
Info-iman
***
Wahai kawan semuanya, itulah keadaanku tentang ilmu dan pula umurku lalu bagaimanakah gerangan dengan keadaan ilmu dan umurmu?? Semoga Allah memberkahi umur-umur kita dan selalu menambahkan ilmu-ilmu yang bermanfa’at untuk kita semuanya. Aamiin.
www.info-iman.blogspot.com