Kesadaran akan efek ruang dan waktu membawa kita pada cara pandang berbeda tentang interaksi manusia dan teks dalam sejarah manusia. Peristiwa sejarah adalah hasil dari interaksi antara manusia, ruang dan waktu. Jika kita memasukkan teks ke dalam struktur dimana manusia bertindak dalam konteks ruang dan waktunya sesuai dengan alur hidup yang tertera dalam teks.
Yang lahir dari interaksi antara manusia, teks, ruang dan waktu kita sebut peristiwa sejarah berbasis teks. Karena itu, banyak pemikir dan filosof sejarah muslim saat ini berusaha membaca bentangan fenomena sejarah Islam dengan merujuk pada makna itu. Mereka mengatakan, tidak semua peristiwa sejarah dalam dunia muslim itu bisa disebut sebagai sejarah Islam. Sejarah Islam per definisi adalah catatan peristiwa kehidupan yang dilakukan oleh manusia muslim yang dibimbing sepenuhnya oleh teks. Misalnya sejarah kehidupan era Nabi Muhammad SAW dan para Khulafa Rasyidin. Peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi tanpa bimbingan teks tidak bisa dicatat sebagai sejarah Islam. Sebab itu merupakan penyimpangan dari teks. Atas dasar itu mereka menuntut adanya penulisan ulang atas sejarah Islam agar dibingkai dalam pemaknaan yang benar.
Yang terjadi sebenarnya adalah fenomena rotasi peradaban dalam sejarah manusia secara keseluruhan. Ada pasang surut dalam sejarah setiap peradaban. Itu merupakan sunatullah yang menjadi hukum sejarah yang pasti. Kaum muslimin bukanlah pengecualian dalam hukum sejarah ini. Peradaban Islam mengalami pasang surut seperti semua peradaban lain. Teks ini memberikan penjelasan terhadap fenomena pasang surut itu. Bahwa ada korelasi yang kuat antara komitmen terhadap teks dan fenomena pasang surut peradaban kita. Saat di mana kita di puncak adalah saat di mana kita berkomitmen penuh pada teks. Begitu juga sebaliknya.
Jadi masalahnya memang terletak pada definisi peristiwa Islam dalam sejarah dunia muslim. Sebab hukum sejarah berlaku absolut pada semua manusia. Persoalan kita dalam sejarah adalah konsistensi menjalani teks dan konteks ruang dan waktu. Sebab konsistensi itulah yang menentukan pasang surut peradaban kita dalam sejarah.
Kesadaran terhadap efek ruang dan waktu -dengan begitu- seharusnya memunculkan kesadaran akan makna konsistensi terhadap teks. Konsistensi ini adalah jaring pengaman dari kemungkinan kita mengalami surut setelah pasang dalam sejarah. Perjuangan kita terletak di situ: pada upaya untuk konsisten sepanjang waktu seluas ruang.
Yang lahir dari interaksi antara manusia, teks, ruang dan waktu kita sebut peristiwa sejarah berbasis teks. Karena itu, banyak pemikir dan filosof sejarah muslim saat ini berusaha membaca bentangan fenomena sejarah Islam dengan merujuk pada makna itu. Mereka mengatakan, tidak semua peristiwa sejarah dalam dunia muslim itu bisa disebut sebagai sejarah Islam. Sejarah Islam per definisi adalah catatan peristiwa kehidupan yang dilakukan oleh manusia muslim yang dibimbing sepenuhnya oleh teks. Misalnya sejarah kehidupan era Nabi Muhammad SAW dan para Khulafa Rasyidin. Peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi tanpa bimbingan teks tidak bisa dicatat sebagai sejarah Islam. Sebab itu merupakan penyimpangan dari teks. Atas dasar itu mereka menuntut adanya penulisan ulang atas sejarah Islam agar dibingkai dalam pemaknaan yang benar.
Yang terjadi sebenarnya adalah fenomena rotasi peradaban dalam sejarah manusia secara keseluruhan. Ada pasang surut dalam sejarah setiap peradaban. Itu merupakan sunatullah yang menjadi hukum sejarah yang pasti. Kaum muslimin bukanlah pengecualian dalam hukum sejarah ini. Peradaban Islam mengalami pasang surut seperti semua peradaban lain. Teks ini memberikan penjelasan terhadap fenomena pasang surut itu. Bahwa ada korelasi yang kuat antara komitmen terhadap teks dan fenomena pasang surut peradaban kita. Saat di mana kita di puncak adalah saat di mana kita berkomitmen penuh pada teks. Begitu juga sebaliknya.
Jadi masalahnya memang terletak pada definisi peristiwa Islam dalam sejarah dunia muslim. Sebab hukum sejarah berlaku absolut pada semua manusia. Persoalan kita dalam sejarah adalah konsistensi menjalani teks dan konteks ruang dan waktu. Sebab konsistensi itulah yang menentukan pasang surut peradaban kita dalam sejarah.
Kesadaran terhadap efek ruang dan waktu -dengan begitu- seharusnya memunculkan kesadaran akan makna konsistensi terhadap teks. Konsistensi ini adalah jaring pengaman dari kemungkinan kita mengalami surut setelah pasang dalam sejarah. Perjuangan kita terletak di situ: pada upaya untuk konsisten sepanjang waktu seluas ruang.
[Anis Matta, sumber : Serial Pembelajaran Majalah Tarbawi edisi 242]
www.info-iman.blogspot.com