Membaca dan mengamalkan kandungan al-Qur'an adalah salah satu kunci kebesaran Islam di masa lampau. Ungkapan ini memang terdengar tabu, norak atau ekstrem. Namun sejarah membuktikan itu. Hafal al-Qur'an sejak kecil adalah tradisi orang-orang dahulu. Mereka biasa menyuruh anak-anak mereka untuk menghafal al-Qur'an dahulu sebelum pada akhirnya mengarahkannya pada bidang-bidang tertentu sesuai dengan kecenderungan sang anak.
Ibnu Sina telah hafal al-Qur'an sejak usia 5 tahun. Ketika dewasa ia menjadi seorang filosof dan juga ilmuan di bidang kedokteran. Jadinya adalah seorang pakar kedokteran yang hafal al-Qur'an.
Imam Syafi'i juga seperti itu, hafal al-Qur'an saat usia belia, tujuh tahun. Ketika dewasa ia menjadi ulama' besar dalam ilmu fiqih dan juga ahli bahasa. Jadinya adalah ulama' yang hafal al-Qur'an.
Orang-orang seperti itu banyak kita dapati di era dulu. Ibnu Sina dan Imam Syafi'i adalah contoh kecilnya saja. Demikian halnya Umar bin Abdul Aziz yang juga hafal al-Qur'an saat masih kecil. Memang tidak terlalu jelas usia berapa dia hafal, karena riwayat hanya mengatakan bahwa dirinya hafal al-Qur'an saat masih kecil. Tapi kata masih kecil ini mengandung makna bahwa dia belum masuk usia baligh ketika itu.
Hal inilah yang menimbulkan kesan ajaib pada diri seorang Umar. Sehingga ketika pada saatnya nanti dia menjadi seorang pemimpin, maka dia adalah pemimpin yang hafal al-Qur'an. Ini yang langka terjadi hari ini.
Mengapa harus al-Qur'an? Ini adalah sebuah pertanyaan yang unik untuk dijawab.
Urusan ilmu psikologi jiwa manusia, maka al-Qur'an telah menjelaskannya dengan sangat gamblang. Seseorang yang memiliki kedekatan dengan al-Qur'an setidaknya akan memiliki dua karakter sebagai berikut:
Pertama, ia akan mudah diingatkan ke jalan yang benar saat menyimpang. Ibarat magnet yang memiliki daya tarik terhadap benda-benda di sekelilingnya, maka al-Quran pun juga begitu, memberikan efek kepada orang-orang yang ada di sekitarnya. Semakin dekat dan akrab seseorang dengan al-Qur'an maka daya tarik al-Qur'an terhadap orang tersebut juga akan semakin kuat. Demikian halnya sebaliknya. Itu berarti bahwa orang yang akrab dengan al-Qur'an itu akan mudah kembali pada al-Qur'an ketika ia mulai menyimpang dari kebenaran. Hal inilah yang ditegaskan Allah Swt dalam firman-Nya:
"Maka berilah peringatan dengan al-Quran orang yang takut dengan ancaman-Ku." (QS. Qaaf: 45).
Kedua, ia akan memiliki orientasi yang terarah. Maksudnya adalah, dengan menjadikan al-Qur'an sebagai pijakan di setiap langkah kepemimpinan, maka al-Qur'an akan memberikan bimbingan dan arahan jiwa. Sehingga ia tetap bisa melihat di saat gelap. Ia tetap berdiri kokoh di saat yang lain tumbang. Ia akan terus melangkah di saat yang lain berhenti. Hal itu karena kejelasan dan keterarahan orientasi yang hendak dituju. Allah Swt berfirman:
"(Mereka) yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal." (QS. az-Zumar: 18).
www.info-iman.blogspot.com