Manusia adalah makhluk sosial, yang selalu memerlukan interaksi dan komunikasi satu dengan yang lainnya. Dalam kehidupannya, manusia tidak bisa hidup sendiri, selalu memerlukan orang lain dan oleh karena itu harus berhubungan dengan banyak kalangan. Hubungan sosial merupakan salah satu ciri keutuhan dan kesehatan jiwa manusia. Hanya orang yang jiwanya sakit yang suka mengurung diri dari pergaulan dan tidak mau berhubungan dengan orang lain.
Manusia sehat selalu melakukan kontak sosial dimanapun ia berada. Di rumah ia bergaul dan berkomunikasi dengan semua anggota keluarga. Di lokasi tempat tinggalnya, ia bergaul dan berinteraksi dengan tetangga dan masyarakat sekitar, selanjutnya ia berkontribusi dengan berbagai potensi yang dimiliki untuk kebaikan masyarakat. Di tempat kerja, ia bersosialisasi dengan teman-teman kerja dan masyarakat di lingkungan pekerjaan. Di organisasi, ia berkomunikasi dan berinteraksi dengan anggota serta pengurus organisasi.
Agar bisa sukses dalam menjalin hubungan sosial, diperlukan kepribadian sosial yang melekat dalam jiwa, dan akan memancar dalam perbuatan keseharian. Pribadi sosial ini yang membuat seseorang mampu bergaul dengan lancar dan tidak canggung, serta bisa sukses dalam mengelola berbagai hubungan sosial.
Untuk memunculkan kepribadian sosial ini, diperlukan beberapa sarana. Di antaranya adalah memiliki pemahaman tentang budaya masyarakat, kemampuan beradaptasi dengan masyarakat, serta memiliki kemampuan praktis.
Memahami Budaya Masyarakat
Kenali kebiasaan masyarakat dimana anda tinggal. Tradisi masyarakat di setiap tempat berbeda-beda. Bentukan kebiasaan dalam waktu yang lama telah melahirkan sikap dan perilaku khas di setiap tempat. Budaya masyarakat perkotaan berbeda dengan masyarakat desa dan pedalaman. Budaya masyarakat pedagang berbeda dengan masyarakat agraris. Budaya masyarakat di kompleks perumahan berbeda dengan masyarakat kampung, dan begitu seterusnya.
Seseorang yang lama tinggal di kota, bisa terkejut saat ia pindah tempat tinggal di wilayah desa. Ada sangat banyak perbedaan budaya kota dan desa, yang apabila tidak dipahami akan membuat orang tersebut gagal menjadi masyarakat desa, dan tidak bisa diterima oleh lingkungan sekitarnya. Demikian pula sebaliknya, seseorang yang tumbuh besar di desa, bisa terkaget-kaget melihat kebiasaan masyarakat kota yang saling tidak mengenal satu dengan lainnya di suatu lingkungan.
Di kampung tempat saya tinggal, kami semua saling mengenal satu dengan lainnya, dan mengerti rumah setiap warga. Jika ada berita kematian, cepat tersebar ke berbagai kampung lainnya melalu pengeras suara masjid. Pertama kali saya menempati rumah di kampung ini, saya juga mengalami kekagetan. Sebab sebelumnya saya selalu tinggal di wilayah yang bercorak perkotaan, dimana masyarakatnya saling asing. Di kampung, semua orang mengerti kegiatan warga lainnya.
Jika tidak memahami budaya kampung, saya akan menjadi orang kota yang tinggal di perkampungan sehingga akan tampak aneh dan asing di masyarakat. Memahami budaya masyarakat tempat kita tinggal menjadi sebuah keharusan agar bisa berhubungan sosial secara wajar dan bahkan memberikan kemanfaatan bagi lingkungan sekitar.
Mampu Beradaptasi dengan Masyarakat
Setelah memahami budaya masyarakat, hal berikutnya yang harus kita miliki adalah kemampuan beradaptasi dengan masyarakat. Adaptasi ini kadang cepat, kadang berjalan lambat dan bahkan amat lambat. Perbedaan budaya yang sangat kental menyebabkan adaptasi berjalan lambat, terlalu banyak penyesuaian harus dilakukan. Namun adaptasi adalah salah satu kelebihan yang dimiliki oleh manusia, sehingga kendati kadang terasa sulit dan rumit, namun tetap bisa dilakukan dengan pembiasaan dan pembelajaran.
Tentu saja adaptasi tidak bermakna melebur secara keseluruhan, karena tetap saja ada warna diri yang tidak bisa larut secara utuh dalam budaya masyarakat. Masing-masing diri manusia adalah unik, dan membawa jati diri yang harus dihormati oleh orang lain. Pada contoh sebuah masyarakat yang banyak meluangkan waktu untuk berkumpul dan ngerumpi serta menggunjingkan orang lain, tentu saja tidak perlu diikuti dan tidak perlu meleburkan diri dalam kebiasaan seperti itu.
Demikian pula tatkala ada masyarakat yang mentradisikan perjudian, adaptasi yang kita lakukan tidak perlu harus mengikuti dan meleburkan diri dalam keramaian judi yang mereka kembangkan. Adaptasi hanyalah dalam budaya positif dan produktif, serta berbagai aktivitas yang menjadi kewajaran sebuah masyarakat.
Sebagai contoh, kegiatan yang berkembang di masyarakat adalah ronda, pertemuan warga, pertemuan dasa wisma, pertemuan PKK, kegiatan Posyandu, kegiatan kerohanian atau keagamaan, membantu kerepotan warga yang sedang memiliki hajat, dan lain sebagainya. Jika tinggal di masyarakat yang memiliki aktivitas ronda secara rutin, kita tidak boleh menolak untuk melaksanakan, walaupun sebelumnya tinggal di wilayah yang tidak ada ronda sama sekali karena telah dijaga Satpam.
Di kampung saya, kebersamaan warga sangat tinggi. Sering ada kerja bakti membersihkan jalan, membersihkan selokan, memperbaiki atap masjid yang bocor, dan lain sebagainya. Tingkat kehadiran masyarakat cukup tinggi, sehingga akan kelihatan apabila ada warga yang jarang terlibat kegiatan kemasyarakatan.
Memiliki Ketrampilan Sosial
Berikutnya, diperlukan sejumlah ketrampilan sosial praktis untuk bisa berhubungan secara produktif di tengah masyarakat. Ada banyak orang yang ingin berhubungan sosial dengan baik, namun terkendala oleh karena tidak memiliki ketrampilan praktis untuk berkomunikasi dan berinteraksi di tengah pergaulan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan ketrampilan praktis untuk mampu mewujudkan pergaulan yang menyenangkan dan memikat hati masyarakat.
Di antara ketrampilan sosial yang diperlukan adalah :
Pertama, Kemampuan Bergaul
Sekedar bergaul dan berhubungan dengan masyarakat, memerlukan ketrampilan yang memadai agar mudah diterima dan mudah dicintai oleh lingkungan sekitar. Sesungguhnya bukan hal yang rumit dan sulit, namun memerlukan kesediaan dan keterbukaan hati untuk melakukannya.
Kemampuan bergaul di tengah masyarakat bisa dibangun dengan sikap-sikap dan perilaku positif, seperti murah senyum, sikap ramah dan sopan, suka memberi hadiah, gemar silaturahim, bersedia membantu meringankan kerepotan dan kesulitan tetangga, rajin terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan, dan lain sebagainya.
Senyum adalah perbuatan yang ringan dan mudah, namun kalau tidak dibiasakan, ternyata tidak mudah untuk dilakukan. Banyak orang yang tampak cuek dan acuh, bahkan terkesan sangar karena jarang tersenyum. Padahal senyum itu menyenangkan orang lain, menenteramkan siapapun yang melihatnya. Senyum juga menyehatkan ruhani.
Masyarakat sangat senang dengan orang yang murah senyum lagi ramah. Menyapa tetangga, menyapa warga yang ditemui di jalan atau di depan rumah saat kita melewatinya, merupakan tindakan keramahan dan kesantunan yang menyenangkan. Membuka kaca jendela mobil sambil melambaikan tangan dan tersenyum kepada tetangga, adalah sikap keramahan dan kesantunan yang membuat perasaan nyaman. Itu semuanya sesungguhnya mudah dilakukan.
Kedua, Kemampuan Berdialog dan Mengobrol
Berdialog atau mengobrol juga memerlukan kemampuan tersendiri. Jika tidak memiliki ketrampilan mengobrol, bisa jadi akan menjadi patung yang diam membisu di tengah keramaian warga. Saat bertemu tetangga atau warga masyarakat hanya bisa mengucapkan salam, dan tidak ada perbincangan apapun setelahnya. Sepi dan sunyi, tidak ada diskusi atau obrolan.
Kemampuan dialog dan mengobrol, pertama kali harus dibangun melalui tindakan mendengarkan dengan baik pembicaraan orang lain. Setelah itu, kita berusaha untuk menyampaikan ide dan pikiran dengan bahasa yang sederhana yang sesuai dengan tingkat intelektualitas dan suasana budaya masyarakat. Menggunakan cerita sebagai bahan obrolan juga akan sangat membantu untuk mencairkan suasana, misalnya bercerita tentang kejadian sehari-hari yang tengah hangat di masyarakat.
Berikutnya, kita harus berusaha menghindari hal-hal yang bisa merusak suasana komunikasi. Di antara usaha yang bisa kita lakukan adalah menjauhi tema-tema yang kurang diterima oleh masyarakat, menjauhi sikap emosional, menghindari menghina dan merendahkan orang lain, dan lain sebagainya. Termasuk menjauhi perdebatan yang sengit dan menghindari sikap mau menang sendiri dalam diskusi, semua itu merupakan bekal yang sangat bagus dalam komunikasi di tengah masyarakat.
nDalem Mertosanan, Yogyakarta, 3 Desember 2011
Sumber : http://cahyadi-takariawan.web.id/?p=1942
www.info-iman.blogspot.com