Ungkapan orang bahwa hidup hanya sekali ngapain dibuat susah, sering kita dengar. Padahal kalau kita renungkan yang benar bukanlah begitu tetapi sebaliknya. Lho, kok bisa! Ya iya dong. Bukankah sebelum manusia hidup di dunia ini dia telah terlebih dahulu hidup di alam rahim (kandungan)? Dan tidak percayakah kita bahwa setelah kematian nanti kita akan mengalami hidup di alam barzakh? Dan setelahnya nanti kita akan hidup di alam akhirat. Nah, jadi kan hidup manusia itu tidak hanya sekali tetapi berkali-kali, mulai kehidupan di alam ruh, di alam rahim, di dunia, di alam barzakh dan di alam akhirat. Tetapi kalau kematian memang hanya sekali yaitu kematian kita di dunia ini. Karena, kematian hanya sekali maka jadikan kematian itu di jalan Alloh.
Berbicara masalah kehidupan manusia, akan kita lihat sikap manusia berbeda-beda dalam memandang kehidupan. Perbedaan pandangan ini menyebabkan perbedakaan sikap dan tingkah laku manusia. Tetapi tentu dalam perbedaan tersebut ada kesamaannya, yaitu manusia ingin mencapai kehidupan yang berbahagia.
Nah dari sini juga muncul perbedaan bagaimana hidup yang bahagia itu?
Kita simak pendapat Hasan Al Bashri, salah seorang tabi'in yang terkenal kezuhudannya, yang dengannya dia bisa menjalani kehidupan ini dengan tenang, sibuk bekerja dan beramal.
Ketika Hasan Al-Bashri, ditanya tentang rahasia zuhud-nya. Ia menjawab,
"Aku tahu rezekiku tidak akan bisa diambil orang lain. Karena itu, hatikupun jadi tenteram. Aku tahu amalku tidak akan bisa dilakukan oleh selainku. Karena itu, aku pun sibuk beramal. Aku tahu Allah selalu mengawasiku. Karena itu, aku malu jika Dia melihatku di atas kemaksiatan. Aku pun tahu kematian menungguku. Karena itu, aku mempersiapkan bekal untuk berjumpa dengan-Nya."
Setidaknya, ada empat hal yang dikemukakan Hasan Al-Bashri, yaitu soal rezeki, amal saleh, pengawasan Allah, dan kematian. Jika ditelaah, ungkapan Al-Bashri tentang keempat hal tersebut mengandung sejumlah hikmah yang patut kita camkan dan amalkan.
Rezeki kita tidak mungkin diambil orang lain. Kalau ada harta kita yang dicuri, berarti ia bukan rezeki kita. Rezeki adalah sesuatu yang sudah kita makan dan gunakan. Harta yang ada di tangan kita belum tentu merupakan rezeki kita, selama ia belum kita makan atau manfaatkan. Sikap kita terhadap rezeki semestinya adalah ikhtiar, berdoa, bersabar, dan menggunakan apa yang kita miliki di jalan Allah SWT. Bagi orang bertakwa, rezeki akan datang dari arah yang tidak diduganya (QS. 65:2).
Beramal saleh yang menjadi kewajiban kita, tidak mungkin dilakukan orang lain. Dosa pun tidak mungkin ditanggung orang lain. Kewajiban agama kita, seperti sholat, tidak bisa dikerjakan oleh orang lain. Harus kita sendiri yang melakukannya. Apalagi kewajiban itu bisa dilaksanakan sesuai dengan kemampuan kita. (QS. 7:42). Amal saleh itu satu-satunya bekal kita dalam kehidupan di akhirat nanti.
Allah Swt. Maha Melihat dan Maha Mendengar. Dia selalu mengawasi gerak-gerik kita. Jika kesadaran akan pengawasan Allah itu selalu hadir pada diri kita, mustahil kita melakukan maksiat karena merasa malu kepada-Nya. Malu karena kita sudah menerima berbagai nikmat dan kasih-sayang-Nya.
Kematian yang pasti datang menimpa kita. Waktunya hanya Allah yang tahu (QS. 3:185). Setelah kematian itu kita akan dibangkitkan kembali untuk dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan kita selama hidup di dunia ini. Allah menciptakan kehidupan dunia ini, untuk menguji siapa di antara hamba-Nya yang paling baik amalnya (QS. Hud:7). Wallohu a’lam.*
www.info-iman.blogspot.com