Apakah orang yang dimalam harinya melakukan onani pada pagi harinya ia harus mandi?
Jawab:
Onani meskipun menurut tinjaun syar'i hukumnya tidak diperbolehkan, (Lihat Fatawa Syaikh Bin Baz, Majalah Al-Buhuts, edisi 26 hal 129-130 dan Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, [edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, hal 406-409 Darul Haq]), namun jika perbuatan itu dilakukan maka pelakunya harus mandi janabat, karena ia telah mengeluarkan air mani atau sperma.
Dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mewajibkan mandi bagi orang yang mengeluarkan mani, baik keluarnya mani dengan disengaja seperti dengan berhubungan suami istri atau dengan onani, maupun dengan tidak disengaja seperti keluar ketika ia mimpi.
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam riwayat :
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ إِنَّمَا الْمَاءُ مِنَ الْمَاءِ
"Dari Abu Said Al Khudri dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda: "Sesungguhnya air (maksudnya mandi) itu karena air (mengeluarkan mani)." (HR.Muslim No 343)
Dan lebih lanjut Syeikh Bin Bazz menyatakan bahwa dalil yang dijadikan hujjah oleh jumhur ulama ketika mengharamkan onani ini adalah bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika menyebutkan orang-orang Mu’min dan sifat-sifatnya, Dia Ta'ala berfirman:
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ {5} إِلاَّعَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْمَامَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ {6} فَمَنِ ابْتَغَى وَرَآءَ ذَلِكَ فَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ
“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang dibalik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” [Al-Mu’minun : 5-7]
Al-‘Adiy artinya orang yang zhalim yang melanggar aturan-aturan Allah.
Di dalam ayat di atas Allah memberitakan bahwa barangsiapa yang tidak bersetubuh dengan istrinya dan melakukan onani, maka berarti ia telah melampaui batas ; dan tidak syak lagi bahwa onani itu melanggar batasan Allah.
Maka dari itu, para ulama mengambil kesimpulan dari ayat di atas, bahwa kebiasaan tersembunyi (onani) itu haram hukumnya. Kebiasaan rahasia itu adalah mengeluarkan sperma dengan tangan di saat syahwat bergejolak. Perbuatan ini tidak boleh ia lakukan, karena mengandung banyak bahaya sebagaimana dijelaskan oleh para dokter. Bahkan ada sebagian ulama yang menulis kitab tentang masalah ini, di dalamnya dikumpulkan bahaya-bahaya kebiasan buruk tersebut.
Maka, kewajiban anda, wahai penanya, adalah mewaspadainya dan menjauhi kebiasaan buruk itu, karena sangat banyak mengandung bahaya yang sudah tidak diragukan lagi, dan juga betentangan dengan makna yang gamblang dari ayat Al-Qur’an dan menyalahi apa yang dihalalkan oleh Allah bagi hamba-hambaNya.
Dan bagi siapa saja yang dorongan syahwatnya terasa makin dahsyat dan merasa khawatir terhadap dirinya (perbuatan yang tercela) hendaknya segera menikah, dan jika belum mampu hendaknya berpuasa, sebagaimana arahan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai sekalian para pemuda, barangsiapa di antara kamu yang mempunyai kemampuan hendaklah segera menikah, karena nikah itu lebih dapat menundukkan mata dan lebih dapat menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu dapat membentenginya.” (HR. Bukhari No 4778 dan Muslim No 1400 dan lafadz hadits ini dalam shahih Muslim)
Di dalam hadits ini beliau tidak mengatakan : “Barangsiapa yang belum mampu, maka lakukanlah onani, atau hendaklah ia mengeluarkan spermanya”, akan tetapi beliau mengatakan : “Dan barangsiapa yang belum mampu hendaknya berpuasa, karena puasa itu dapat membentenginya.”
Pada hadits tadi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan dua hal, yaitu :
Pertama : Segera menikah bagi yang mampu.
Kedua : Meredam nafsu syahwat dengan melakukan puasa bagi orang yang belum mampu menikah, sebab puasa itu dapat melemahkan godaan dan bisikan syetan.
Maka hendaklah anda, wahai pemuda, bersungguh-sungguhlah dalam berupaya memelihara kehormatan diri anda dengan nikah syar’i sekalipun harus dengan berhutang atau meminjam dana. Insya Allah, Allah Ta'ala akan memberimu kecukupan untuk melunasinya.
Menikah itu merupakan amal shalih dan orang yang menikah pasti mendapat pertolongan, sebagaimana Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tegaskan di dalam haditsnya:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللَّهِ عَوْنُهُمُ الْمُجَاهِدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمُكَاتَبُ الَّذِي يُرِيدُ الْأَدَاءَ وَالنَّاكِحُ الَّذِي يُرِيدُ الْعَفَافَ
“Dari Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Ada tiga orang yang pasti (berhak) mendapat pertolongan Allah Azza wa Jalla : Mujahid (pejuang) di jalan Allah, Al-Mukatab (budak yang berupaya memerdekakan diri) yang hendak menunaikan tebusan darinya dan laki-laki yang menikah karena ingin menjaga kesucian dan kehormatan dirinya.” [Diriwayatkan oleh At-Turmudzi No 1655, Nasa’i dan Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Albani]
[Fatawa Syaikh Bin Baz, dimual di dalam Majalah Al-Buhuts, edisi 26 hal 129-130]
www.info-iman.blogspot.com