Rabu, 20 Agustus 2008
Hukum Sutrah Dalam Sholat
Apakah hukum sutrah dalam shalat, wajib ataukah sunnah?
Jawab:
Dalam kitab Majmu' Fatawa karya Syeikh Muhammad bin Shalih Al Ustaimin Rahimahullah beliau mengatakan bahwa hukum sutrah adalah sunnah muakkadah (Sunnah yang ditekankan) demikian pula pendapat Syeih bin Bazz ( Tuhfatul Ikhwan : 107).
Adapun dalilnya adalah sabda Rasulullah shallalahu 'alaihi wasallam :
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ إِلَى سُتْرَةٍ فَلْيَدْنُ مِنْهَا
"Apabila salah seorang diantara kalian akan sholat maka hendaklah ia sholat menghadap sutrah (pembatas) dan mendekatlah ia kepadanya. " (HR. Abu Daud No 598)
Dan Rasulullah shallalahu 'alaihi wasallam pernah sholat di Mina dengan tidak menghadap dinding pembatas seperti yang terdapat dalam Shahih Bukhari No 74. Ini menunjukkan bahwa menggunakan sutrah dalam sholat itu hukumnya sunnah, karena andaikata itu wajib niscaya Rasulullah shallalahu 'alaihi wasallam tidak akan meninggalkannya.
Dan jarak antara orang yang sholat dengan sutrah yang ada dihadapannya adalah tiga hasta sebagaimana dijelaskan dalam riwayat Bilal radhiallahu ,anhu bahwa ketika Nabi shallalahu 'alaihi wasallam masuk ka' bah beliau sholat didalamnya dan jarak antara beliau dengan dinding ka'bah tiga hasta. (HR Ahmad dan Nasai)
(Lihat Fatwa Lajnah Daimah 7/78)
Adapun ukuran sutrah ini setinggi satu hasta sebagaimana ditegaskan oleh 'Atha, Qatadah dan Tsauri (Mushannaf Abdurrazaq 2/9-15 dan Shahih Ibnu Khuzaimah : 807), namun bisa berupa dinding, tiang masjid, tongkat, atau paling tidak dengan membuat garis dihadapan orang yang sholat, sebagaimana disebutkan dalam riwayat dari Abu Hurairah radhiallahu ,anhu bahwa Rasulullah shallalahu 'alaihi wasallam bersabda:
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَجْعَلْ تِلْقَاءَ وَجْهِهِ شَيْئًا فَإِنْ لَمْ يَجِدْ فَلْيَنْصِبْ عَصًا فَإِنْ لَمْ يَكُنْ مَعَهُ عَصًا فَلْيَخْطُطْ خَطًّا ثُمَّ لَا يَضُرُّهُ مَا مَرَّ أَمَامَهُ
'Jika salah seorang akan sholat maka hendaklah ia menjadikan sesuatu (sebagai sutrah) dihadapannya, kalau tidak ada hendaklah ia menancapkan tongkat, kalau la tidak punya tongkat hendaklah. ia membuat garis, kemudian tidak akan membahayakana apapun yang lewat dihadapannya." (HR. Abu Daud No 591 dan Ahmad 2/249)
Hadits ini dinilai shahih oleh Imam Ahmad Rahimahullah dan dinilai hasan oleh Ibnu Hajar AI-Asqalani Rahimahullah dalam Bulughul Maram, demikian pula menurut Syeikh bin Bazz dan Syeikh Utsaimin.
Dan menurut Syaikh Abdullah bin Abdurrahman A1 Jibrin, kalau dimasjid kita cukup menjadikan karpet atau ujung sajadah sebagai sutrah (Al-Lu'lu Al-Makin hal : 90)
www.info-iman.blogspot.com
Kotak Infaq Keliling Saat Khotib Baik Mimbar
Bagaimanakah hukum mengelilingkan kotak infaq ketengahtengah jamaah ketika khotib sedang ceramah, sahkah shalat jum'at mereka?
Jawab:
Dalam pengumpulan dana untuk masjid sebaiknya dilakukan sebelum atau sesudah shalat jum'at atau kotak infaq yang ada diletakkan ditempat yang strategis sehingga tidak perlu dikelilingkan, karena kotak infaq yang dikelilingkan ketika khatib sedang berkhutbah sedikit banyak mengganggu para jamaah dalam mendengarkan khutbah yang berakibat mengurangi kesempurnaan sholat jum'at mereka.
www.info-iman.blogspot.com
Doa Setelah Sholat Tarawih
Tanya :
Apakah ada do'a setelah shalat taraweh ? (Sujarwo)
Jawab :
Tidak ada doa khusus yang dianjurkan untuk dibaca setelah shalat taraweh yang bersumber dari Rasulullah r , yang ada adalah doa yang dibaca setelah shalat witir sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat:
عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ
يَقْرَأُ فِي الْوِتْرِ بِسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى وَفِي الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ بِقُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ وَفِي الثَّالِثَةِ بِقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ وَلَا يُسَلِّمُ إِلَّا فِي آخِرِهِنَّ وَيَقُولُ يَعْنِي بَعْدَ التَّسْلِيمِ سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ ثَلَاثًا
"Dari Ubay bin Kaab ia berkata: Rasulullah shallalahu 'alaihi wasallam dalam sholat witir (pada rakaat pertama) membaca Sabbihisma Rabbikal A'la dan pada rakaaat kedua membaca Qul yaa Ayyuhal Kaafiruun dan pada rakaat ketiga membaca Qul Huwallahu Ahad, beliau tidak melakukan salam kecuali pada rakaat terakhir. Dan setelah salam beliau mengucapkan: Subhanal malikil quddus, tiga kali." (HR. Nasa'i No 1683)
www.info-iman.blogspot.com
Sholat Tahiyyatul Masjid
Tanya:
Apakah kalau kita shalat di rumah atau ditempat lainya kita juga dianjurkan melakukan shalat tahiyyatul masjid? (Abdullah)
Jawab:
Kalau kita shalat di rumah atau ditempat lainnya maka kita tidak ada shalat tahiyyatul masjid, karena shalat tahiyyatul masjid sesuai dengan namanya adalah sholat yang dilaksanakan sebagai bentuk penghormatan dan pemuliaan terhadap masjid, teknis pelaksanaannya tatkala kita masuk masjid maka sebelum kita duduk kita sholat dua rakaat terlebih dahulu, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah shallalahu 'alaihi wasallam :
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يَجْلِسَ
"Jika salah seorang diantara kalian masuk masjid maka hendaklah sholat dua rakaat sebelum ia duduk. " (HR. Bukhari No 425)
www.info-iman.blogspot.com
Menyentuh Wanita setelah Wudhu
Bagaimana hukumya jika seseorang sudah wudhu' kemudian bersentuhan dengan wanita apakah batal wudhu'nya?
Jawab:
Dalam hal ini ada silang pendapat dari para ulama apakah ia membatalkan wudhu ataukah tidak, Yang populer menurut madzhab Syafii menyentuh wanita adalah membatalkan wudhu. Sedang yang paling rajih adalah tidak membatalkan wudhu karena Rasulullah shallalahu 'alaihi wasallam pernah mencium istrinya sedang beliau sudah berwudhu' dan tidak mengulangi wudhu kembali. Hal ini berdasarkan hadits:
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ
قَبَّلَ بَعْضَ نِسَائِهِ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الصَّلَاةِ وَلَمْ يَتَوَضَّأْ
"Dari Aisyah bahwasanya Nabi shallalahu 'alaihi wasallam pernah mencium sebagian isterinya kemudian keluar menuju sholat dan tidak berwudhu lagi. " (HR.Tirmidzi No 79, dishahihkan oleh Albani)
Seandainya menyentuh wanita itu membatalkan wudhu niscaya beliau akan wudhu kembali sebelum melaksanakan sholat. (Lihat Fatwa Lajnah Daimah 5/266)
www.info-iman.blogspot.com
Tafsir Surat Al Maidah Ayat ke 6 Tentang Mengusap Kepala
Bagaimana tafsir surat Al Maidah ayat yang ke 6 tentang mengusap kepala? (Sairin, Lampung Timur)
Jawab:
Di dalam surat A1 Maidah ayat yang keenam, Alloh ta'ala berfirman "wamsahu biru'usikum" dan usaplah kepala kepala kalian, kalau kita lihat sifat wudhu' Nabi shallalahu 'alaihi wasallam beliau mengusap dari kepala bagian depan di sapu dengan kedua tangan sampai ke kepala bagian belakang (tengkuk), lalu kembali lagi kedepan ketempat semula. Jadi, bukan sebagian kepala saja yang diusap akan tetapi seluruh kepala, Hal ini berdasarkan kesaksian salah seorang sahabat Rasulullah shallalahu 'alaihi wasallam yang bernama Abdullah bin Zaid radhiallahu 'anhu beliau mensifati wudhu Rasulullah shallalahu 'alaihi wasallam :
ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ بِيَدَيْهِ فَأَقْبَلَ بِهِمَا وَأَدْبَرَ بَدَأَ بِمُقَدَّمِ رَأْسِهِ حَتَّى ذَهَبَ بِهِمَا إِلَى قَفَاهُ ثُمَّ رَدَّهُمَا إِلَى الْمَكَانِ الَّذِي بَدَأَ مِنْهُ
"Kemudian beliau mengusap kepalanya dengan kedua tangannya, beliau mengusap kedepan dan kebelakang. Beliau memulai dengan (mengusap) kepala bagian depan lalu menjalankan kedua tangannya kebelakang sampai ketengkuk, kemudian kembali mengusap kedepan ketempat awal memulainya. " (HR. Bukhari No 179)
www.info-iman.blogspot.com
Mandi Jum'at Bagi Wanita
Apa ada mandi jum'at bagi wanita muslimah ? (Oti', Kedaton)
Jawab:
Wanita tidak diwajibkan untuk melaksanakan sholat jum'ah sebagaimana laki-laki, namun seandainya wanita ingin menghadiri sholat jum'at diperbolahkan selama tidak menimbulkan fitnah, akan tetapi sholat dhuhur dirumah lebih baik baginya dari pada melaksanakan sholat jum'at. Andaikata ia menghadiri jum'at maka disunnahkan untuk mandi sebagaimana kaum lelaki disunnahkan untuk mandi pada hari itu. Akan tetapi jika ia hanya melakukan sholat dhuhur dirumah maka tidak perlu harus mandi terlebih dahulu. Wallahu a’lam.
www.info-iman.blogspot.com
Ukuran Menyiram Dalam Mandi Wajib
Seberapakah ukuran menyiram dalam mandi wajib ? (Siti, Segalamider, Bandar Lampung )
Jawab:
Ukuran menyiram memang relatif , bisa tiga gayung atau lebih, akan tetapi Rasulullah shallalahu 'alaihi wasallam menuntunkan agar bagi wanita menyiram sebanyak tiga ciduk (kedua tangan yang dipadukan) .
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي امْرَأَةٌ أَشُدُّ ضَفْرَ رَأْسِي فَأَنْقُضُهُ لِغُسْلِ الْجَنَابَةِ قَالَ لَا إِنَّمَا يَكْفِيكِ أَنْ تَحْثِيَ عَلَى رَأْسِكِ ثَلَاثَ حَثَيَاتٍ ثُمَّ تُفِيضِينَ عَلَيْكِ الْمَاءَ فَتَطْهُرِينَ
"Dari Ummu Salamah ia berkata:Aku katakan kepada Rasulullah, Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku adalah wanita yang memiliki kepangan rambut yang tebal apakah aku harus mengurainya ketika mandi janabat? Beliau menjawab: tidak, tetapi cukup bagimu menyiramkan keatas kepalamu tiga ciduk air (dengan kedua tanganmu) kemudian engkau ratakan air (keseluruh tubuhmu) dengan demikian berarti engkau telah suci. "(HR.Muslim No 497)
www.info-iman.blogspot.com
Orang Junub Memandikan Mayat
Bagaimana hukumnya seorang yang junub ia memandikan mayat?
Jawab:
Orang yang junub boleh memandikan mayat karena tidak ada syarat dari Rasulallah shallalahu 'alaihi wasallam bahwa yang memandikan mayat haruslah seorang yang suci dari hadats besar dan kecil. Demikian pula halnya wanita yang sedang haid ia boleh memandikan mayat. (Fatwa Lajnah Daimah 8/369)
www.info-iman.blogspot.com
Bermakmum Dengan Imam yang Mengusap Sebagian Kepala
Bagaimana kalau imam berwudhu dengan membasuh sebagian kepalanya saja, apakah sholat kita sah jika kita bermakmum dengan orang tersebut?
Jawab:
Masalah mengusap kepala adalah masalah khilafiah, ada sebagaian ulama yang berpendapat cukup menggusap sebagian kepala saja dengan dalil bahwa dalam firman Allah "wamsahu biru'usikum" makna "bi" disini di tafsirkan dengan sebagian, sementara ada sebagian lain yang mengharuskan mengusap seluruh kepala dengan berdalil kepada perbuatan Rasulullah shallalahu 'alaihi wasallam ketika berwudhu, hal ini berdasarkan kesaksian salah seorang sahabat Rasulullah shallalahu 'alaihi wasallam yang bernama Abdullah bin Zaid radhiallahu 'anhu, beliau mensifati wudhunya Rasulullah shallalahu 'alaihi wasallam :
ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ بِيَدَيْهِ فَأَقْبَلَ بِهِمَا وَأَدْبَرَ بَدَأَ بِمُقَدَّمِ رَأْسِهِ حَتَّى ذَهَبَ بِهِمَا إِلَى قَفَاهُ ثُمَّ رَدَّهُمَا إِلَى الْمَكَانِ الَّذِي بَدَأَ مِنْهُ
"Kemudian beliau mengusap kepalanya dengan kedua tangannya, beliau mengusap kedepan dan kebelakang. Beliau memulai dengan (mengusap) kepala bagian depan lalu menjalankan kedua tangannya kebelakang sampai ketengkuk, kemudian kembali mengusap kedepan ketempat awal memulainya. " (HR. Bukhari No 179)
Jadi bermakmum kepada imam yang demikian hukumnya sah, dikarenakan ini adalah masalah khilafiyah.
www.info-iman.blogspot.com
Masalah Menyapu Kepala
Apakah ketika berwudhu kita di syaratkan menyapu hingga sampai ke kulit kepala?
Jawab:
Dalam ayat yang menerangkan tentang berwudhu Allah ta'ala berfirman:
وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ
"Dan usaplah kepala-kepala kalian. " (Al Maidah : 6)
Kata-kata al mashu artinya mengusap, bukan menyiram atau membasuh. Jadi, kepala cukup hanya diusap saja, itupun hanya sekali, maka praktis air tidak akan meresap sampai kekulit kepala.
Adapun cara mengusap kepala adalah: dengan menggunakan kedua tangan, dimulai dari kepala yang bagian depan lalu menjalankan kedua tangannya kebelakang sampai tengkuk, kemudian kembali kedepan ketempat semula. (Sifat Sholat Nabi shallalahu 'alaihi wasallam , Syeikh Abdullah bin Abdurrahman A1 Jibrin : 13)
Hal ini berdasarkan kesaksian salah seorang sahabat Rasulullah shallalahu 'alaihi wasallam yang bernama Abdullah bin Zaid beliau mensifati wudhunya Rasulullah shallalahu 'alaihi wasallam :
ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ بِيَدَيْهِ فَأَقْبَلَ بِهِمَا وَأَدْبَرَ بَدَأَ بِمُقَدَّمِ رَأْسِهِ حَتَّى ذَهَبَ بِهِمَا إِلَى قَفَاهُ ثُمَّ رَدَّهُمَا إِلَى الْمَكَانِ الَّذِي بَدَأَ مِنْهُ
"Kemudian beliau mengusap kepalanya dengan kedua tangannya, beliau mengusap kedepan dan kebelakang. Beliau memulai dengan (mengusap) kepala bagian depan lalu menjalankan kedua tangannya kebelakang sampai ketengkuk, kemudian kembali mengusap kedepan ketempat awal memulainya. " (HR. Bukhari No 179)
www.info-iman.blogspot.com
Minggu, 10 Agustus 2008
Kedudukan Hadits Tentang Surat Yasin
Tanya :
Apakah hadits-hadits yang menyatakan bahwa yasinan itu boleh adalah lemah?
Jawab :
Sebelum menjawab pertanyaan ini perlu kita definisikan terlebih dahulu apa sebenarnya yang disebut oleh sebagian umat Islam dengan istilah "Yasinan."
Yasinan berarti membaca surat yasin, lazimnya dibaca bersama-sama pada malam tertentu dan pada acara tertentu. Ritual Yasinan ini biasanya dilakukan pada malam jum'at, dalam rangka kematian, atau kelahiran anak, kirim doa pada arwah Fulan, dalam rangka berangkat menunaikan haji dan lain-lain. Hampir seluruh kegiatan yang didalammnya terdapat doa bersama biasanya terdapat yasinan ditambah dengan tahlilan dan hadarah.
Ini semua adalah perbuatan bid'ah yang tidak pernah dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam , tidak parnah dilakukan oleh para sahabat, tabiin, tabiut tabiin dan para imam madzhab yang terpercaya.
Dan semua riwayat yang menjelaskan tentang keutamaan surat Yaasiin berkisar antara lemah dan palsu, tidak ada yang shahih.
Namun kendatipun demikian bukan berarti lalu kita tidak boleh membaca surat Yaasiin sama sekali. Membaca surat Yasiin kita posisikan sama seperti membaca surat-surat dalam Al-Qur'an lainnya yang semuanya perlu kita baca. Hanya saja kita tidak boleh meyakini adanya keutamaan tertentu berkaitan dengan Surat Yasiin ini lantaran semua hadits yang menyebutkan tentang keutamaannya tidak ada yang shahih.
Berikut ini sebagaian riwayatnya. (Dan untuk lebih lengkapnya lilakan lihat dan baca lampiran "TANYA JAWAB DIENUL ISLAM JILID 4”)
مَنْ قَرَأَ يس اِبْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ غَفَرَ اللهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ فَاقْرَؤُوهَا عِنْدَ مَوْتَاكُمْ
"Barangsiapa membaca surat Yasin demi mengharap wajah Allah, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Maka bacakanlah surat Yasin ini atas orang-orang yang mati diantara kalian. "
Keterangan:Hadits ini lemah. Diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam Syu'abul Iman. Lihat Dlaif Jami' Ash-Shaghir No 5785 dan Al Misykat No 2178.
مَنْ قَرَأَ يس فِي لَيْلَةٍ اِبْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ أَوْ مَرْضَاتِهِ غُفِرَ لَهُ
"Barangsiapa membaca surat Yasin pada malam hari demi mengharap wajah Allah atau keridlaan Allah, niscaya dosa-dosanya akan diampuni. "
Keterangan: Hadits ini lemah. Diriwayatkan oleh Imam Ad-Darimi 2/548 dan Thabrani dalam Mu’jam Al-Ausath.
قَلْبُ القُرْآنِ يس لاَ يَقْرَأُهَا رَجُلٌ يُرِيْدُ الله وَالدَّارَ الآخِرَةَ إِلاَّ غُفِرَ لَهُ اقْرَؤُوهَا عَلَىمَوْتَاكُمْ
"Jantungnya Al-Qur'an adalah surat Yasin. Tidaklah seseorang membacanya demi mengharap keridlaan Allah dan kampung Akhirat melainkan akan diampuni dosa-dosanya. Bacakanlah ia (Yasin)ini atas orang-orang yang mati diantara kalian. "
Keterangan: Hadits ini lemah. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad 5/26 dan Abu Daud 3121. Ibnu Hajar berkata: "Hadits ini Gharib." Dan menurut Dar Qutni lemah. Lihat Talkhishul-Habir 2/104.
مَنْ سَمِعَ سُوْرَةَ يس عَدَلَتْ لَهُ عِشْرِيْنَ دِيْنَاراً فِي سَبِيْلِ اللهِ وَمَنْ قَرَأَهَا عَدَلَتْ لَهُ عِشْرِيْنَ حَجَّةً وَمَنْ كَتَبَهَا وَشَرِبَهَا أُدْخِلَتْ جَوْفَهُ أَلْفُ يَقِيْنٍ وَأَلْفُ نُوْرٍ وَأَلْفُ بَرَكَةٍ وَأَلْفُ رَحْمَةٍ وَأَلْفُ رِزْقٍ وَنُزِعَتْ مِنْهُ كُلُّ غِلٍّ وَدَاءٍ
"Barangsiapa mendengarkan surat Yasin maka pahalanya sama dengan bersedekah dengan dua puluh dinar dijalan Allah. Dan barangsiapa membacanya maka pahalanya sama dengan dua puluh kali haji. Barangsiapa menulisnya kemudian meminumnya, berarti telah masuk ke dalam perutnya seribu yaqin, seribu cahaya, seribu barakah, seribu rahmat dan seribu rizki dan dicabut darinya segala kedengkian dan penyakit. "
Keterangan: Hadits ini palsu. Lihat Kitabul Maudluat (Kumpulan Hadits-Hadits Palsu) karya Ibnul Jauzi 1 / 178, Al-lali'ul Mashnu'ah 1/233, Tanzihusy-Syariah 1/382 dan Al-Fawa'idul Maj'muah 300.
www.info-iman.blogspot.com
Perihal Yasinan
Bagaimana kalau kita di undang untuk yasinan, dan kita datang sebagai bentuk penghormatan kita kepada mereka, kemudian kita membaca sebagaimana kita membaca dengan bacaan biasa tanpa niat yasinan, apakah hal ini di hukumi berdosa? (Bapak Basuki)
Jawab :
Sebenarnya kalau kita ingin membaca al Qur'an sebaiknya adalah di rumah, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ قُبُورًا
"Dari Abu Hurairah ia berkata: "Rasulullah bersabda: "Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian seperti kuburan." (HR. Abu Daud No 2042)
Para ulama menjelaskan bahwa maksud menjadikan rumah seperti kuburan apabila didalamnya tidak terdengar ayat-ayat Al Qur'an dibacakan dan tidak pernah ditegakkan sholat-sholat sunnah didalamnya.
Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam riwayat berikut ini:
عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِيِّ عَنِ النَّبِيِّ
قَالَ لَا تَتَّخِذُوا بُيُوتَكُمْ قُبُورًا صَلُّوا فِيهَا
"Dari Zaid bin Khalid Al Juhani dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam , beliau bersabda: "Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian seperti kuburan, sholatlah kalian didalamnya." (HR. Ahmad dalam Musnad No 16582)
Dan kalau kita ingin menghormati tetangga maka tidak harus dengan mengorbankan sunnah Rasul dan terjebak dalam ritual bidah, insya Allah ada cara yang lain dengan cara yang baik. Karena kalau kita mengikuti acara mereka, berarti kita mengikuti dan ikut andil dalam melestarikan bid'ah.
Oleh karenanya, apabila kita datang maka kita harus dapat memperingatkan mereka, dan kalau kita tidak bisa untuk memperingatkan mereka, maka demi menyelamatkan keyakinan kita hendaknya kita jangan hadir dalam acara itu, karena acara tersebut tidak pernah dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam .
Bukankah suatu amal baru dikatakan amal shalih dan mendapat pahala dari Allah ta'ala apabila dikerjakan ikhlas karena Allah ta'ala dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam . Apabila tidak memenuhi dua syarat ini maka amalan tersebut tertolak sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam :
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
"Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka amalan tersebut tertolak." (HR. Muslim No 1718)
عَنْ عَائِشَةَ رَضِي اللَّه عَنْهَا قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ
"Dari Aisyah Radhiyallhu anha ia berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang membuat tata cara yang baru dalam urusan kami (Dien ini) yang tidak ada contohnya darinya maka amal perbuatan yang baru tersebut tertolak." (HR. Bukhari No 2697)
Wallahu Ta'ala a lam bish showab
www.info-iman.blogspot.com
Sikap Kita Dalam Menghadapi Tahlilan
Tanya:
Bagaimana sikap kita menghadapi tahlilan?
Jawab:
Kata-kata tahlil adalah mengucapkan kalimat tauhid "Laa Ilaaha Illallah." Dan ini adalah lafadz dzikir yang terbaik sebagaimana yang disabdakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dari Jabir bin Abdullah
أَفْضَلُ الذِّكْرِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
"Seutama-utama dzikir adalah kalimat Laa Ilaaha Illallah." (HR. Tirmidzi No 3383)
Oleh karenanya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam banyak haditsnya menganjurkan dan memotivasi kita untuk berdzikir dengan menggunakan kalimat ini dengan menyebutkan berbagai keutamaan dan fadhilahnya.
Diantara hadits-hadits yang menjelaskan tentang keutamaan berdzikir dengan menggunakan tahlil adalah:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ
مَنْ سَبَّحَ اللَّهَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَحَمِدَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَكَبَّرَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ فَتْلِكَ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ وَقَالَ تَمَامَ الْمِائَةِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ
"Dari Abu Hurairah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam : "Barangsiapa setiap setelah sholat membaca Subhanallah 33 kali, Alhamdulillah 33 kali dan Allahu akbar 33 kali kemudian menyempurnakan bilangan yang keseratus dengan membaca: (Artinya) Tiada Ilah yang haq kecuali hanya Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Milik-Nyalah segala kerajaan dan semua pujian. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Maka akan diampuni dosa-dosanya meskipun sebanyak buih di lautan." (HR. Muslim No 597)
عَنْ أَبِي ذَرٍّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
قَالَ مَنْ قَالَ فِي دُبُرِ صَلَاةِ الْفَجْرِ وَهُوَ ثَانٍ رِجْلَيْهِ قَبْلَ أَنْ يَتَكَلَّمَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ عَشْرَ مَرَّاتٍ كُتِبَتْ لَهُ عَشْرُ حَسَنَاتٍ وَمُحِيَتْ عَنْهُ عَشْرُ سَيِّئَاتٍ وَرُفِعَ لَهُ عَشْرُ دَرَجَاتٍ وَكَانَ يَوْمَهُ ذَلِكَ كُلَّهُ فِي حِرْزٍ مِنْ كُلِّ مَكْرُوهٍ وَحُرِسَ مِنَ الشَّيْطَانِ وَلَمْ يَنْبَغِ لِذَنْبٍ أَنْ يُدْرِكَهُ فِي ذَلِكَ الْيَوْمِ إِلَّا الشِّرْكَ بِاللَّهِ
"Dari Abu Dzar bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang mengucapkan: (artinya) "Tiada Ilah yang haq kecuali hanya Allah semata, tiada sekutu bagiNya. Milik-Nyalah segala kerajaan dan semua pujian, Yang Menghidupkan dan Yang mematikan dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu." Sebanyak sepuluh kali dipenghujung sholat Shubuh sambil menyilakan kedua kakinya dan sebelum berkata apapun, maka akan ditulis untuknya sepuluh kebaikan, akan dihapus darinya sepuluh kejelekan, dia akan ditinggikan sepuluh derajat, dan sepanjang harinya ia akan terjaga dari semua hal yang tidak diinginkan, dan ia akan terjaga dari setan, dan pada hari itu dosanya tidak patut untuk dinisbahkan kepadanya kecuali ia melakukan syirik kepada Allah." (HR. Tirmidzi No 3396, Thabrani dalam Mu'jam Kabir 20/65, Ahmad 4/227 dan dihasankan oleh Syeikh Salim Hilali dalam Shahih Adzkar Nawawiyah 1/214)
Jadi,secara umum berdzikir dengan melafadzkan kalimat tahlil sangat dianjurkan bahkan merupakan dzikir yang paling afdhal, tentu hal ini jika dilakukan sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam , bukan dengan membentuk tata cara dzikir tersendiri dengan menentukan waktu tertentu atau dilakukan pada kesempatan dan moment tertentu.
Nah, kalau kita cermati ritual tahlilan yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin yang sekalipun didalamnya terdapat dzikir dengan melafadhkan kalimat tahlil, karena mekanisme dan tata cara pelaksanaannya tidak dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam seperti diawali dengan pembacaan surat Yasiin secara bersama-sama, kemudian mengulangi kalimat tahlil berkali-kali dengan dipimpin oleh seorang imam, biasanya dilakukan pada malam jum'at, dan biasanya tahlilan itu disikapi bukan sebagai bentuk dzikir yang pelakunya diharapkan memperoleh pahala darinya seperti dalam hadits diatas, tetapi lebih ditujukan untuk memperingati kematian salah seorang diantara kaum muslimin yang ada dan kirim doa untuknya.
Ini semua adalah cara-cara baru yang sama sekali tidak dikenal dimasa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam , masa sahabat, tabiin dan tabiut tabiin. Padahal dalam persoalan ibadah kita tidak dibenarkan untuk membuat tata caranya tersendiri, tetapi kita harus mengikuti tata cara yang telah diajarkan dan dipraktekkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam karena beliau telah bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
"Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka amalan tersebut tertolak." (HR. Muslim No 1718)
عَنْ عَائِشَةَ رَضِي اللَّه عَنْهَا قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ
"Dari Aisyah Radhiyallahu anha ia berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang membuat tata cara yang baru dalam urusan kami (Dien ini) yang tidak ada contohnya darinya maka amal perbuatan yang baru tersebut tertolak." (HR. Bukhari No 2697)
Karena ritual tahlilan ini tidak ada tuntunannya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam , maka kita tidak boleh untuk melakukannya atau menghadiri undangannya, karena kalau kita hadir berarti kita termasuk orangorang yang ikut meramaikannya, kecuali kalau kehadiran kita diniatkan untuk menyampaikan kebenaran dan menjelaskan kebid’ahan acara tersebut hal ini diperbolehkan. Wallahu Ta'ala a'lam bish showab.
www.info-iman.blogspot.com
Hukum Cuci Cetak Foto
Bagaimana hukumnya cuci cetak foto?
Jawab:
Hukum cuci cetak foto sama dengan hukum foto itu sendiri, banyak kalangan ulama yang menyatakan bahwa hal itu tidak di perbolehkan, kecuali dalam keadaan dharurat yang tidak mungkin dihindari seperti cuci cetak photo untuk pembuatan KTP, SIM dan foto-foto tentang kecelakaan serta dokumen-dokumen penting lainnya yang persyaratannya harus menggunakan pas photo. Wallahu Ta'ala a'lam bish showab.
www.info-iman.blogspot.com
Tidak Disyari'atkan Azan Ketika Terjadi Gerhana
Apakah kalau ada gerhana kita di tuntunkan untuk azan? (Hanafi, Gunung Sulah)
Jawab:
Tidak ada tuntunannya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kalau ada gerhana lalu kita dianjurkan untuk mengumandangkan azan, yang ada adalah kita disyariatkan untuk mengerjakan shalat kusuf (sholat ketika terjadi gerhana). Sholat ini dilakukan sebanyak dua rakaat seperti shalat biasa, hanya perbedaannya, setelah kita rukuk kita bangun lalu kita membaca al fatihah dan surat kembali, demikian pula pada rakaat yang kedua. Jadi dalam setiap rakaat membaca al fatihah dan suratnya dua kali, begitu juga di rakaat yang kedua.
Dan terjadinya gerhana ini baik gerhana matahari atau gerhana bulan tidak ada hubungannya dengan kematian atau kelahiran seseorang, namun itu adalah semata-mata merupakan salah satu tanda kebesaran Allah it di alam semesta ini yang ditampakkan kepada hamba-hamba-Nya agar mereka mengakui keagungan-Nya dan tidak mengingkarinya.
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits Rasulullah yang shahih:
فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ خَسَفَتِ الشَّمْسُ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ
بِالنَّاسِ فَقَامَ فَأَطَالَ الْقِيَامَ ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ الرُّكُوعَ ثُمَّ قَامَ فَأَطَالَ الْقِيَامَ وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الْأَوَّلِ ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ الرُّكُوعَ وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ ثُمَّ سَجَدَ فَأَطَالَ السُّجُودَ ثُمَّ فَعَلَ فِي الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ مِثْلَ مَا فَعَلَ فِي الْأُولَى ثُمَّ انْصَرَفَ وَقَدِ انْجَلَتِ الشَّمْسُ فَخَطَبَ النَّاسَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُو
"Dari Aisyah bahwasanya ia berkata: "Pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam terjadilah gerhana matahari. Lalu Rasulullah melakukan sholat bersama orang-orang. Beliau berdiri dan memanjangkan (bacaan) ketika berdiri kemudian rukuk dan memanjangkan rukuknya, kemudian berdiri lagi dan memanjangkan berdirinya namun tidak selama yang pertama. Kemudian rukuk dan memanjangkan rukuknya namun tidak sepanjang rukuk yang pertama, kemudian sujud dan memanjangkan sujudnya kemudian beliau melakukan yang demikian pada rakaat yang kedua. Ketika beliau selesai sholat, matahari sudah nampak lalu beliau berkhutbah dihadapan orang-orang. (Memulai Khutbahnya) dengan memuji Allah dan menyanjung-Nya, kemudian berkata: "Sesungguhnya matahari dan bulan merupakan dua diantara tanda-tanda kekuasaan Allah, tidak terjadi gerhana pada keduanya lantaran kematian atau kehidupan seseorang. Maka apabila kalian melihat gerhana tersebut berdoalah kepada Allah, bertakbirlah, sholatlah dan bersedekahlah." (HR. Bukhari No 1044)
Apalagi kebiasaan sebagian masyarakat yang jika terjadi gerhana, mereka memukul-mukul lesung dan kentongan, para wanita yang hamil bersembunyi dikolong ranjang tempat tidur dan hal-hal yang aneh lainnya, ini semua adalah bid'ah dan khurafat yang diadaadakan, yang sama sekali tidak ada tuntunannya dalam Islam bahkan bertentangan dengan aqidah yang shahihah.
Jadi, apabila terjadi gerhana baik itu gerhana matahari ataupun gerhana bulan, kita disyari'atkan untuk melakukan sholat kusuf (sholat gerhana), banyak berdzikir dan banyak bersedekah, sebagaimana disebutkan dipenghujung hadits riwayat Imam Bukhari di atas. Wallahu Ta'ala a'lam bish showab
www.info-iman.blogspot.com
Senin, 04 Agustus 2008
Berdoa Bersama Setelah Menguburkan Jenazah
Apa hukumnya berdoa bersama setelah menguburkan jenazah?
Jawab:
Berdoa bersama setelah menguburkan jenazah tidak dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam , demikian pula tidak dilakukan oleh para sahabat, tabiin dan tabiut tanbiin.
Memang Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam menuntunkan kita untuk mendoakan orang yang baru selesai dikuburkan, namun caranya tidak dengan berdoa bersama yang dipimpin oleh seorang imam dan diaminkan oleh orang-orang yang hadir, akan tetapi beliau memerintahkan kepada masing-masing yang hadir untuk mendoakan saudaranya sebagaimana diriwayatkan dalam hadits :
عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ
إِذَا فَرَغَ مِنْ دَفْنِ الْمَيِّتِ وَقَفَ عَلَيْهِ فَقَالَ اسْتَغْفِرُوا لِأَخِيكُمْ وَسَلُوا لَهُ بِالتَّثْبِيتِ فَإِنَّهُ الْآنَ يُسْأَلُ
"Dari Utsman bin Affan ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam apabila telah selesai menguburkan mayyit beliau berdiri diatas kuburnya lalu berkata: "Mohonkanlah ampun bagi saudara kalian ini dan mohonkanlah (kepada Allah ta'ala) agar ia diberi keteguhan karena sekarang ia kan ditanya." (HR. Abu Daud No 3221 dan dishahihkan oleh Syeikh Albani, lihat Ahkamul Janaiz 198)
www.info-iman.blogspot.com
Sabtu, 02 Agustus 2008
Macam-Macam Puasa Sunnah
Ada berapa macamkah puasa sunah ?
Jawab:
Puasa sunah itu ada banyak macamnya, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Puasa Senin dan Kamis
Yaitu puasa sunnah yang biasa kita kerjakan pada setiap hari Senin dan Kamis, yang dalam hal ini salah seorang sahabat Rasulullah r yang bermana Abu Qatadah AI Anshari radhiallahu 'anhu mengatakan:
وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الِاثْنَيْنِ قَالَ ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أَوْ أُنْزِلَ عَلَيَّ فِيهِ
"Dan la (Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasalam) ditanya tentang puasa pada hari Senin. Beliau menjawab: "Pada hari ini aku dilahirkan dan pada hari ini pula aku diangkat (menjadi Nabi) atau diturunkan kepadaku (Al Qur'an)." (HR. Muslim No 1162)
Dalam riwayat lain disebutkan:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ النَّبِيُّ
يَتَحَرَّى صَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ
"Dari Aisyah ia berkata: "Adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam selalu menjaga puasa hari Senin dan Kamis." (HR. Turmudzi No 745, dishahihkan oleh Syeikh Albani)
2. Puasa Daud.
Yaitu puasa setiap dua hari sekali, hari ini berpuasa lalu besok tidak, lusa puasa lalu besoknya tidak. Demikian seterusnya.
Hal ini didasarkan pada hadits Abu Qatadah radhiallahu 'anhu :
وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمٍ وَإِفْطَارِ يَوْمٍ قَالَ ذَاكَ صَوْمُ أَخِي دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام
"Dan Beliau (Nabi shallallahu 'alaihi wasalam ) ditanya tentang puasa sehari dan berbuka sehari, beliau bersabda: "Itu adalah puasa saudaraku Daud alaihissalam." (HR. Muslim No 1162)
Puasa Daud ini adalah puasa sunnah yang paling utama, sebagaimana petunjuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam terhadap salah seorang sahabat yang bernama Abdullah bin Amru radhiallahu 'anhu yang bertanya untuk melaksanakan puasa yang terbaik, beliau bersabda:
صُمْ أَفْضَلَ الصِّيَامِ عِنْدَ اللَّهِ صَوْمَ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام كَانَ يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا
"Berpuasalah engkau dengan puasa yang paling afdhal disisi Allah yaitu puasa Daud alaihissalam. Beliau sehari berpuasa dan sehari berbuka. " (HR. Muslim No 1159)
3. Puasa tiga hari dalam sebulan.
Yaitu puasa yang dilakukan pada tanggal 13-15 setiap bulan Hijriyah.
Adapun dalilnya adalah:
عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ
أَنْ نَصُومَ مِنَ الشَّهْرِ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ الْبِيضَ ثَلَاثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ
"Dari Abu Dzar ia berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam memerintahkan kami untuk berpuasa tiga hari dalam sebulan yaitu pada hari hari putih (dimana bulan nampak jelas), pada tanggal tiga belas, empat belas dan lima belas." (HR. Nasa'I No 2422)
4. Puasa Arafah
Yaitu puasa pada tanggal sembilan Dzulhijjah dimana kaum muslimin yang sedang menunaikan ibadah haji mereka sedang wukuf di padang Arafah. Puasa ini hanya disunnahkan bagi umat Islam yang sedang tidak melaksanakan ibadah haji.
Adapun keutamaannya sebagaimana terdapat dalam riwayat yang shahih:
وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ
"Dan beliau (Nabi shallallahu 'alaihi wasalam ) ditanya tentang puasa hari Arafah, maka beliau bersabda: "(Puasa ini) dapat melebur dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang. " (HR. Muslim No 1162)
5. Puasa Asyura
Yaitu puasa yang dilakukan pada tanggal sepuluh di bulan Muharram. Namun menurut Jumhur ulama lebih afdhal jika dilakukan dua hari, tanggal sembilan clan sepuluh.
Dalam hadits shahih Muslim disebutkan dari Ibnu Abbas bahwasanya Rosulullah shallallahu 'alaihi wasalam berpuasa pada tanggal 10, dan beliau memerintahkan para sahabatnya. Para sahabat berkata : "Hari ini orang-orang Yahudi berpuasa juga." Maka Rosulullah shallallahu 'alaihi wasalam bersabda :
فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ
"Tahun depan insya Allah kita akan berpuasa pada hari yang kesembilan. "(HR. Muslim No 1134)
Thowus Rahimahullah berkata: "Tahun berikutnya Rosulullah shallallahu 'alaihi wasalam telah wafat."
Berdasarkan riwayat inilah jumhur ulama berpendapat bahwa puasa Asyura dilakukan dua hari tanggal sembilan dan tanggal sepuluh.
Namun ada juga ulama yang mengatakan sebaiknya puasa selama tiga hari, yaitu tanggal 9,10 dan 11 Muharram. Hal ini sesuai dengan perkataan Ibnu Sirin Rahimahullah, beliau bepuasa selama tiga hari, karena untuk kehati-hatian, sebab kita tidak tahu pasti masuknya bulan Muharram.
Adapun keutamaan puasa Asyura ini adalah:
وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ
"Dan Beliau (Nabi shallallahu 'alaihi wasalam ) ditanya tentang puasa Asyura, maka beliau bersabda: "(Puasa ini) dapat melebur dosa setahun yang lalu. " (HR. Muslim No 1162)
6. Puasa syawal.
Yaitu puasa yang dilakukan sebanyak enam hari dibulan syawal. Keutamaan puasa ini sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam :
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
"Barangsiapa yang berpuasa dibulan Ramadlan kemudian mengiringinya dengan puasa enam hari dibulan Syawwal, maka seakan akan ia telah berpuasa setahun penuh," (HR. Muslim No 1164)
Didalam Al Qur'an Allah telah menyebutkan bahwa satu kebaikan jika dikerjakan nilainya akan dilipat gandakan menjadi sepuluh kebaikan, sehingga puasa satu bulan di bulan Ramadlan sama nilainya dengan puasa sepuluh bulan, sedangkan puasa enam hari dibulan Syawal sama nilainya dengan puasa 60 hari atau dua bulan, oleh karenanya orang yang berpuasa penuh dibulan Ramadlan kemudian mengiringinya dengan puasa enam hari di bulan Syawal maka berarti ia telah puasa setahun penuh.
Puasa enam hari ini tidak harus berurutan yang penting dilakukan di bulan Syawal. Dan bagi yang berhalangan puasa di bulan Ramadlan yang lalu, maka sebelum melakukan puasa enam hari tersebut ia wajib mengqadla terlebih dahulu puasa yang ia tinggalkan, berdasarkan hadits riwayat Muslim di atas.
Demikianlah penjelasan tentang beberapa macam puasa sunnah yang dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam untuk diamalkan. Wallahu Ta'ala a'lam bish showab.
www.info-iman.blogspot.com
Perihal Menembok Kuburan
Dahulu kami pernah membangun (menembok) kuburan nenek kami, lalu bagaimana sikap kami setelah kami tahu hukumnya bahwa hal itu tidak dibenarkan?
Jawab:
Pada dasarnya kita tidak di perbolehkan membangun atau menembok kuburan karena hal ini dilarang oleh Rasulullah r sebagaimana disebutkan dalam hadits:
عَنْ جَابِرٍ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ
أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ
"Dari Jabir ia berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam melarang untuk mengecat kuburan dengan kapur, duduk diatasnya dan membangunnya. " (HR. Muslim No 970)
Oleh karenanya bagi kuburan yang sudah di permanenkan maka hendaknya sebisa mungkin dikembalikan pada keadaan asalnya apabila hal ini tidak menimbulkan kemudlaratan yang lebih besar, sebagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam menguburkan jenazah salah seorang sahabat, pusaranya dibuat gundukan kira-kira setinggi sejengkal dari permukaan tanah lalu diberi tanda di dekat kepalanya dengan menggunakan batu ataupun yang lainnya. Wallahu Ta'ala a'lam bish showab
www.info-iman.blogspot.com
Puasa bagi Wanita yang Sedang Hamil
Bagaimana baiknya bagi ibu yang sedang hamil apakah ia boleh tidak berpuasa? Kalau tidak puasa maka bagaimana cara menggantinya? (Yuni, Kemiling)
Jawab :
Kalau menurut pertimbangan dokter yang jujur dengan berpuasa akan melemahkan fisiknya dan membahayakan janin yang dikandungnya, maka ibu tersebut harus berbuka dan tidak boleh berpuasa, ia termasuk orang-orang yang dikategorikan merasa berat untuk berpuasa, dan untuk itu cukuplah baginya membayar fidyah, berupa memberi makan kepada fakir miskin setiap hari sebanyak satu atau dua mudd bahan makanan pokok atau kalau ditimbang berkisar antara 650-1250 gram beras.
Hal ini didasarkan pada firman Allah ta'ala :
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةُ طَعَامُ مِسْكِينٍ
"Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (puasa) untuk membayar fidyah (yaitu) memberi makan seorang miskin." (Surat Al-Baqarah : 184)
Wanita hamil dan menyusui tidak wajib berpuasa. Berdasarkan riwayat dari Anas bin Malik Al Ka'by bahwasanya beliau shallallahu 'alaihi wasalam berkata:
إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ الصَّوْمَ وَشَطْرَ الصَّلَاةِ وَعَنِ الْحَامِلِ أَوِ الْمُرْضِعِ الصَّوْمَ أَوِ الصِّيَامَ
"Sesungguhnya Allah memberikan keringanan bagi musafir untuk tidak berpuasa dan mengqasar sholatnya dan bagi wanita hamil dan menyusui untuk tidak berpuasa." (Hasan, HR. Turmudzi No 715)
Ini merupakan pendapat mayoritas ulama. Bahkan sebagian mereka telah menukil adanya ijma' bahwa orang yang hamil dan menyusui tidak boleh berpuasa, jika ditakutkan terjadi bahaya pada janinnya. Imam Tirmidzi berkata: "Mayoritas Ahlul Ilmi mengamalkan hadits ini."
Dan tidak ada kewajiban bagi wanita hamil dan menyusui untuk mengganti puasa yang ditinggalkan sekaligus membayar fidyah apabila tidak berpuasa. Tetapi cukup baginya sekedar membayar fidyah sebanyak satu mud makanan pokok kepada fakir miskin sejumlah hari yang ditinggalkan. Berdasarkan riwayat dari Ibnu Umar:
"Sesungguhnya wanita hamil dan menyusui ia berbuka dan tidak ada kewajiban mengqadla"' (Hasan, HR. Daruqutni)
Dalam riwayat yang lain beliau berkata:
"la (wanita hamil dan menyusui) boleh berbuka dan memberi makan satu mud gandum kepada seorang miskin sebagai ganti puasa yang telah dia tinggalkan" (Shahih)
www.info-iman.blogspot.com
Doa Berbuka Puasa Sunnah
Apakah ada do'a khusus yang dibaca saat berbuka puasa sunnah ? (Erni, Warna Asri)
Jawab:
Ketika berbuka puasa Rasulullah shallalahu 'alaihi wasalam menuntunkan kita untuk berdoa dengan lafadz:
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
"Semoga hilang rasa dahaga, dan basah kembali urat-urat dan Insya Allah mendapat pahala (disisi-Nya)." (HR Abu Daud No 2357 dengan sanad hasan)
Inilah lafadz yang shahih dari Rasulullah shallalahu 'alaihi wasalam tentang doa ketika berbuka puasa. Adapun lafadz doa buka puasa yang bunyinya:
اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ
"Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa dan dengan rizki-Mu aku berbuka. "
Lafadz doa ini terdapat dalam sunan Abu Daud No 2358. Namun sanadnya lemah, karena disamping hadits ini mursal juga didalamnya terdapat perawi yang majhul (tidak dikenal) yaitu perawi yang bernama Muadz bin Zahrah. (Lihat Irwa'ul Ghalil, Syeikh Albani, 4/38 dan Dhaif Sunan Abi Daud No 510)
Demikian pula lafadz doa berbuka puasa yang bunyinya:
اللَّهُمَّ لَكَ صُمْنَا وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْناَ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
"Ya Allah, untuk-Mu kami berpuasa dan dengan rizki-Mu kami berbuka. Ya Allah, terimalah (amal-amal) kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui"
Lafadz doa ini terdapat dalam sunan Daru Quthni 240, Ibnu Sunni dalam kitab Amalul Yaumi Wal Lailah no 474 dan Thabrani. Namun sanad hadits ini dhaif jiddan (lemah sekali) karena di dalamnya terdapat perawi yang bernama Abdul Malik bin Harun. Oleh As-Sa'di ia dijuluki dajjal (pendusta) dan haditsnya tidak dipakai. (Lihat Irwa'ul Ghalil, Syeikh Albani, 4/36)
Oleh karenanya, doa berbuka puasa yang dituntunkan untuk kita baca adalah doa yang pertama yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud. Sedangkan riwayat kedua dan ketiga karena haditsnya lemah maka tidak perlu kita amalkan.
Dan doa berbuka puasa ini sifatnya umum, dapat dibaca ketika melakukan berbuka puasa yang wajib seperti puasa Ramadhan dan puasa nadzar ataupun ketika berbuka dari puasa sunnah seperti puasa senin kamis, puasa Daud dan lain-lain, mengingat keumuman hadits tersebut dan tidak adanya dalil yang mengecualikan dalam hal ini, juga karena tidak adanya riwayat yang menjelaskan adanya doa berbuka puasa yang khusus untuk puasa sunnah. Wallahu Ta'ala a'lam bish showab.
www.info-iman.blogspot.com
Apakah Tanah Ada Zakatnya?
Apakah tanah ada zakatnya?
Jawab :
Apabila seseorang berprofesi jual beli tanah, maka ia wajib menzakati dari hasil jual beli tanah tersebut yaitu 2,5 % dari hasil penjualannya jika telah genap satu tahun dan sampai satu nishab yaitu senilai 85 gram emas.
Apabila tanah yang dimiliki tidak untuk diperjual belikan maka tidak ada zakatnya, kecuali jika tanah tersebut ditanami biji-bijian atau yang lainnya, maka yang dizakati adalah hasil dari pertanian yang dipanennya, itupun jika hasil panennya sampai satu nishab yaitu seberat 672 kg. Wallahu Ta'ala a'lam bish showab
www.info-iman.blogspot.com
Cara Membayar Zakat Barang Temuan
Bagaimana cara membayar zakat barang temuan ? (Ibu Ti'ah, Kalirejo)
Jawab:
Keadaan barang temuan itu ada dua macam, pertama adalah barang milik orang-orang yang hidup pada zaman dahulu yang biasanya dipendam dan yang kedua barang temuan milik orang yang hidup pada masa kini yang hilang.
Untuk barang temuan yang pertama dinamakan "rikaz". Zakatnya 20 % baik barang temuan itu dalam jumlah besar atau dalam jumlah kecil.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam :
وَفِي الرِّكَازِ الْخُمُسُ
"Dan (zakat) harta rikaz adalah 20 %." (HR. Bukhari No 1499)
Namun kalau yang ditemukan itu adalah barang yang hilang milik orang yang hidup dimasa sekarang ini dinamakan dengan "Luqathah".
Barang temuan ini karena tentunya masih ada orang memilikinya, maka yang menemukannya harus mengumumkannya selama satu tahun dan kalau memang dalam jangka satu tahun tidak ada orang yang mengaku memilikinya, barang itu menjadi hak milik orang yang menemukannya tanpa harus dikeluarkan zakatnya. Dan kalau sudah menjadi miliknya barang digabungkan dengan hartanya yang lain, dan jika telah genap satu tahun serta sampai satu nishab emas, maka harus dikeluarkan zakatnya 2,5 %.
Tentang keharusan mengumumkan barang temuan ini Rasulullah r bersabda dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari Rahimahullah dalam kitab Shahihnya yang bunyinya:
عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِيِّ أَنَّ النَّبِيَّ
سَأَلَهُ رَجُلٌ عَنِ اللُّقَطَةِ فَقَالَ اعْرِفْ وِكَاءَهَا أَوْ قَالَ وِعَاءَهَا وَعِفَاصَهَا ثُمَّ عَرِّفْهَا سَنَةً ثُمَّ اسْتَمْتِعْ بِهَا فَإِنْ جَاءَ رَبُّهَا فَأَدِّهَا إِلَيْهِ
"Dari Zaid bin Khalid al Juhani radhiallahu ,anhu bahwasanya Rasulullah shallalahu 'alaihi wasalam ditanya seseorang tentang barang temuan, lalu beliau bersabda: "Kenalilah tali pengikatnya atau kantongnya, kemudian umumkan selama setahun. (Kalau sudah setahun namun pemiliknya tidak datang) maka bersenang-senanglah dengannya. Jika pemiliknya datang maka kembalikanlah padanya." (HR. Bukhari No 91)
Jika barang temuan itu barang yang sepele dan tidak terlalu bernilai seperti satu biji buah anggur atau kurma (demikian dicontohkan oleh Syeikh Abu Bakar Jabir AI Jazairi dalam Minhajul Muslim Hal 527) maka boleh langsung dimanfaatkan oleh penemunya tanpa harus diumumkan.
Hal demikian telah disebutkan juga oleh imam Tirmidzi dalam sunannya bahwa sebagian ulama memberikan keringanan (rukhshah) bolehnya memiliki dan memanfaatkan secara langsung barang temuan yang sepele dan tidak terlalu bernilai.(Lihat Sunan Tirmidzi No 1373)
www.info-iman.blogspot.com
Hukum Berzikir Dengan Tangan Kiri
Apa hukumnya berzikir dengan tangan kiri? (Ummu Afifah)
Jawab :
Dalam melaksanakan aktifitasnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam biasa memulai melakukan sesuatu dengan tangan kanannya. Hal ini sebagaimana diceritakan oleh salah seorang istri beliau shallallahu 'alaihi wasalam :
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ
يُحِبُّ التَّيَامُنَ يَأْخُذُ بِيَمِينِهِ وَيُعْطِي بِيَمِينِهِ وَيُحِبُّ التَّيَمُّنَ فِي جَمِيعِ أُمُورِهِ
"Dari Aisyah ia berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam menyukai sebelah kanan, mengambil dengan tangan kanannya, memberi dengan tangan kanannya dan menyukai sebelah kanan dalam semua urusannya." (HR. Nasa'i No 5059)
Hadits ini bersifat umum, dan berdasarkan keumumannya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam menyukai sebelah kanan, termasuk dalam hal berdzikir.
Dan tasbih dengan menggunakan tangan kanan lebih afdhal dari pada tasbih dengan menggunakan tangan kiri atau keduaduanya. (Lihat AI Qoulul Mubin Fii Akhta'il Mushallin, Masyhur Hasan Salman : 299)
Hal ini berdasarkan riwayat:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ
يَعْقِدُ التَّسْبِيحَ قَالَ ابْنُ قُدَامَةَ بِيَمِينِهِ
"Dari Abdullah bin Amru ia berkata: "Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam menghitung tasbih. " (Muhammad) ibnu Qudamah (Syaikh dari Imam Adu Daud) berkata: "Dengan tangan kanannya." (HR. Abu Daud No 1502)
www.info-iman.blogspot.com
Hadits Tentang Orang-Orang Yang Boleh Meninggalkan Sholat Jum'at
Apakah shahih hadits yang menyatakan bahwa ada sebagian orang yang diperbolehkan untuk tidak melaksanakan shalat jum'at?
Jawab:
Didalam Sunan Abu Daud terdapat riwayat yang menjelaskan adanya beberapa orang yang tidak diwajibkan untuk melaksanakan sholat jum'at. Riwayat tersebut adalah:
عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ عَنِ النَّبِيِّ
قَالَ الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِلَّا أَرْبَعَةً عَبْدٌ مَمْلُوكٌ أَوِ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِيٌّ أَوْ مَرِيضٌ
"Dari Thariq bin Syihab dari Nabi shallallahu 'alaihi wasalam beliau bersabda: "Sholat jum'at itu wajib bagi setiap muslim secara berjamaah, kecuali empat orang yaitu hamba sahaya, wanita, anak-anak dan orang sakit." (HR. Abu Daud No 1067)
Dalam riwayat lain dari Tamim Ad-Dari radhiallahu 'anhu disebutkan:
الْجُمُعَةُ وَاجِبَةٌ إِلاَّ عَلَى امْرَأَةٍ أَوْ صَبِيٍّ أَوْ مَرِيضٍ أَوْ عَبْدٍ أَوْ مُسَافِرٍ
"Sholat jum'at itu wajib, kecuali bagi wanita, anak-anak, orang sakit, hamba sahaya dan musafir." (HR. Baihaqi dalam Sunan Al Kubra 3/361)
Hadits ini shahih jika dihimpun secara keseluruhan dari semua jalur periwayatannya. Dan diantara para ulama yang menshahihkannya adalah Imam Baihaqi dalam Sunan Al Kubra 3/361, Imam Nawawi dalam Majmu' Syarh Muhadzab 4/349, juga Imam Hakim dalam AI-Mustadrak 1/288, Imam Adz-dzahabi, Ibnu Hajar, al Mubarakfuri dan Syeikh Nashiruddin Albani dalam Irwaul Ghalil 3/54.
www.info-iman.blogspot.com
Sholat Takhiyatul Masjid Bagi Wanita
Apakah ada shalat sunnah takhiyatul masjid bagi wanita? (Annida, Jati Mulyo)
Jawab:
Sholat takhiyyatul masjid disunnahkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam bagi orang yang memasuki masjid, baik laki-laki maupun wanita. Hal ini berdasarkan keumuman hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam:
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلَا يَجْلِسْ حَتَّى يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ
"Apabila salah seorang diantara kalian masuk masjid, maka janganlah ia duduk sehingga melakukan sholat dua rakaat," (HR. Bukhari No 1167)
Karena tidak ada dalil yang mengkhususkan atau mengecualikan, maka hadits ini berlaku umum baik untuk kaum lakilaki maupun kaum wanita. Wallahu Ta'ala a'lam bish showab.
www.info-iman.blogspot.com
Jumat, 01 Agustus 2008
Bermakmum Dengan Orang yang Memiliki Jimat
Bagaimanakah hukumnya apabila kita bermakmum dengan orang yang mempunyai jimat?
Jawab:
Kalau kita telah mengetahui bahwa imam itu berbuat kesyirikan, seperti memiliki jimat atau yang lainnya, maka kita tidak boleh bermakmun dengan orang tersebut dan hendaknya kita mencari imam yang lain atau pindah ke masjid atau musholla yang lain.
Dan hendaknya persoalan ini kita sampaikan kepada pengurus masjid agar dimusyawarahkan untuk mengangkat imam yang sesuai dengan ketentuan syar'i. Wallahu Ta'ala a'lam bish showab. (Lihat Fatawa Lajnah Daimah 7/362-363).
www.info-iman.blogspot.com
Surat Al Fatihah Dibaca Bersambung
Bolehkah surat AI-Fatihah dibaca dengan bersambung? (Mulyanto)
Jawab :
Dalam membaca Al Fatihah disunnahkan berhenti pada setiap ayat, tidak disambung dengan ayat berikutnya. Demikian yang dilakukan oleh Rasulullah shallalahu 'alaihi wasalam sebagaimana disebutkan dalam riwayat:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّهَا ذَكَرَتْ أَوْ كَلِمَةً غَيْرَهَا قِرَاءَةَ رَسُولِ اللَّهِ
بِسْم اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ( الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ مَلِكِ يَوْمِ الدِّينِ ) يُقَطِّعُ قِرَاءَتَهُ آيَةً آيَةً
"Dari Abdullah bin Abu Mulaikah dari Ummu Salamah bahwasanya beliau menyebutkan (atau menggunakan kalimat yang lain) bacaan Rasulullah shallalahu 'alaihi wasalam : Bismillahirrahmanirrahim, Alhamdulillahirabbil aalamin, Arrahmanirrahim, Maliki yaumiddin, beliau shallalahu 'alaihi wasalam berhenti pada setiap ayat. " (HR. Abu Daud No 4001)
عَنْ قَتَادَةَ قَالَ سَأَلْتُ أَنَسًا كَيْفَ كَانَتْ قِرَاءَةُ رَسُولِ اللَّهِ
قَالَ كَانَ يَمُدُّ صَوْتَهُ مَدًّا
"Dari Qatadah ia berkata: “Aku bertanya kepada Anas bagaimana bacaan Rasulullah shallalahu 'alaihi wasalam ?" Beliau menjawab: “Beliau shallalahu 'alaihi wasalam memanjangkan suaranya." (HR. Nasa'i No 1014)
Namun jika ada seseorang yang menyambung bacaannya dengan ayat berikutnya, selama hal itu dilakukan sesuai dengan kaidah ilmu tajwid dalam membaca al Qur'an, maka hal itu tidak mengapa. Akan tetapi kalau ia membacanya dengan cepat seperti membaca Al Fatihah dengan sekali nafas, maka hal ini akan menghilangkan kekhusyuan dan menafikan tadabbur ayat yang kita baca, sehingga semestinya hal-hal seperti ini dihindari agar sholat yang kita lakukan dapat menimbulkan kekhusyuan dan ketenangan dalam jiwa kita. Wallahu Ta'ala a'lam bish showab.
www.info-iman.blogspot.com
Keutamaan Shaf Yang Terdepan
Tolong jelaskan keutamaan shaf yang terdepan bagian kanan beserta dalil dalilnya? (Teguh, Sukarame)
Jawab :
Diantara hadits-hadits tentang keutamaan sholat pada shaf yang terdepan terlebih lagi bagian sebelah kanan adalah sebagai berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
قَالَ لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الْأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلَّا أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لَاسْتَهَمُوا
"Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam bersabda: "Sekiranya orang-orang mengetahui (Keutamaan) mengumandangkan azan dan shaf yang pertama, kemudian mereka tidak mendapatkannya kecuali harus dengan mengundi, niscaya mereka akan melakukan undian (untuk mendapat-kannya)." (HR. Bukhari No 615)
عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ
يَقُولُ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الصُّفُوفِ الْأُوَلِ
"Dari Bara bin Azib radhiallahu 'anhu ia berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam bersabda: "Sesungguhnya Allah dan para malaikatnya bersholawat kepada (orang-orang yang sholat) di shof-shof yang pertama." (HR. Abu Daud No 664)
Dalam hadits ini disebutkan bahwa sesungguhnya Allah ta'ala dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang yang sholat pada shaf-shaf yang pertama, baik shaf itu berada disebelah kanan imam maupun disebelah kirinya. Jadi, yang jelas bagi orang orang yang berada dalam shaf yang pertama maka ia akan mendapatkan shalawat dari Allah ta'ala dan para malaikat-Nya.
Adapun dalil tentang keutamaan shaf yang sebelah kanan adalah:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى مَيَامِنِ الصُّفُوفِ
"Dari Aisyah ia berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam bersabda: "Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersholawat kepada (Orang-orang yang sholat) di shaf-shaf yang sebelah kanan." (HR. Abu Daud No 676)
Dalam hadits ini disebutkan bahwa Allah ta'ala dan para malaikatNya bershalawat kepada orang-orang yang berada di shaf-shaf yang sebelah kanan. Hadits ini maknanya bersifat umum, mencakup seluruh shaf yang sebelah kanan imam, baik shaf pertama, kedua dan seterusnya. Mereka memperoleh keutamaan yaitu akan mendapatkan shalawat dari Allah ta'ala dan para malaikat-Nya.
Adapun shalawat dari Allah ta'ala bermakna pujian dari-Nya, sedangkan shalawat dari para malaikat berarti permohonan ampun mereka kepada Allah ta'ala. Wallahu Ta'ala a'lam bish showab. (Lihat kitab Ahammiyatu Shalatil Jamaah, Syeikh Fadl Ilahi : 20-25).
www.info-iman.blogspot.com
Tentang Sholat Nisfu Sya'ban
Tanya:
Apakah shahih riwayat yang menyatakan tentang keutamaan shalat nisfu sya'ban?
Jawab :
Ada beberapa riwayat yang menjelaskan tentang keutamaan sholat nisfu Sya'ban, diantaranya:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ فَقَدْتُ رَسُولَ اللَّهِ
لَيْلَةً فَخَرَجْتُ فَإِذَا هُوَ بِالْبَقِيعِ فَقَالَ أَكُنْتِ تَخَافِينَ أَنْ يَحِيفَ اللَّهُ عَلَيْكِ وَرَسُولُهُ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي ظَنَنْتُ أَنَّكَ أَتَيْتَ بَعْضَ نِسَائِكَ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَنْزِلُ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا فَيَغْفِرُ لِأَكْثَرَ مِنْ عَدَدِ شَعْرِ غَنَمِ كَلْبٍ
"Dari Aisyah ia berkata: "Suatu malam aku kehilangan Rasulullah: lalu akupun keluar, ternyata beliau ada di Baqi (areal kuburan di kota Madinah). Beliau berkata: "Apakah engkau takut Allah dan Rasul-Nya akan berbuat aniaya terhadapmu?" Aku (Aisyah ) berkata: "Aku kira engkau sedang mendatangi sebagian dari istri-istrimu. " Lalu beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah azza wajalla turun kelangit dunia pada malam nisfu sya'ban (pertengahan bulan sya'ban) dan Dia akan memberi ampunan melebihi banyaknya jumlah bilangan bulu domba anjing." (HR. Tirmidzi No 743. Hadits ini dlaif, lihat Dhaif Sunan Tirmidzi No 119)
عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا نَهَارَهَا فَإِنَّ اللَّهَ يَنْزِلُ فِيهَا لِغُرُوبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا فَيَقُولُ أَلَا مِنْ مُسْتَغْفِرٍ لِي فَأَغْفِرَ لَهُ أَلَا مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ أَلَا مُبْتَلًى فَأُعَافِيَهُ أَلَا كَذَا أَلَا كَذَا حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ
"Dari Ali bin Abi Thalib ia berkata: “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam bersabda: “Jika malam nisfu Sya'ban datang, maka sholatlah dimalam harinya dan puasalah pada siang harinya karena sesungguhnya Allah pada saat itu bersamaan dengan tenggelamnya matahari turun ke langit dunia seraya berkata: “Adakah orang yang meminta ampun kepada-Ku sehingga Aku ampuni, adakah orang yang meminta rizki kepada-Ku sehingga Aku beri kepadanya rizki, adakah orang yang sakit sehingga Aku sembuhkan, adakah orang yang begini dan begini hingga terbit fajar. " (H R. Ibnu Majah No 1388)
Hadits ini sanadnya maudhu (palsu). Didalamnya ada perawi yang bernama Ibnu Abi Sabrah ia dituduh pemalsu hadits sebagaimana diungkapkan oleh imam Ibnu Hajar AI Asqalani dalam Taqrib. (Lihat Silsilah Ahadits Dhaifah No 2132)
عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ عَنِ النَّبِيِّ
أَنَّهُ قَالَ : يَا عَلِي مَنْ صَلَّى مِائَةَ رَكْعَةٍ فِيْ لَيْلَةِ النِّصْفِ يَقْرَأُ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَقُلْ هُوَاللهُ أَحَدٌ عَشْرَ مَرَّاتٍ قَالَ النَّبِيُّ يَا عَلِي مَا مِنْ عَبْدٍ يُصَلِّي هَذِهِ الصَّلَوَاتِ إِلاَّ قَضَى اللهُ U لَهُ كُلَّ حَاجَةٍ طَلَبَهَا تِلْكَ اللَّيْلَةَ قِيْلَ يَا رَسُوْلَ اللهِ وَإِنْ كَانَ اللهُ جَعَلَهُ شَقِيًّا أَيَجْعَلُهُ سَعِيْداً قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِالْحَقِّ يَا عَلِي إِنَّهُ مَكْتُوْبٌ فِي اللَّوْحِ أَنَّ فُلاَنَ بْنَ فُلاَنٍ خُلِقَ شَقِيًّا يَمْحُوْهُ اللهُ U وَ يَجْعَلُهُ سَعِيْداً
"Dari Ali bin Abi Thalib dari Nabi shallallahu 'alaihi wasalam bahwasanya beliau bersabda: "Wahai Ali, barangsiapa sholat seratus rakaat pada malam nisfu (sya'ban) pada setiap rakaatnya membaca surat Al Fatihah dan Qulhuwallahu ahad sepuluh kali, wahai Ali, tidaklah seorang hamba melakukan sholat-sholat ini melainkan Allah akan memenuhi semua keinginan yang ia minta pada malam itu. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam ditanya: "Hai Rasulullah, Sekalipun Allah telah mencapnya celaka apakah Dia akan merubahnya menjadi bahagia?" Beliau menjawab: "Demi yang jiwaku Ada pada Yang Haq, hai Ali, sesungguhnya telah tertulis di lauhil mahfudz bahwa Fulan bin Fulan diciptakan dengan taqdir binasa lalu Allah menghapus taqdir tersebut dan menjadikannya bahagia. "
Riwayat ini palsu, terdapat dalam kitab: Al Maudhuat (Kumpulan hadits-hadits palsu) yang disusun oleh Imam Ibnul Jauzi (2/50-51). Juga terdapat dalam kitab Tanzihus Syariah 2/92-93 dan Al Fawaidul Majmuah 50-51.
Imam Ibnul Jauzi berkata: Tidak diragukan lagi bahwa hadits ini palsu, karena mayoritas perawinya majhul (tidak dikenal) sementara yang lainnya sangat lemah sekali. (AI Maudhuat 2/51)
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ
مَنْ صَلَّى لَيْلَة النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ ثِنْتَي عَشْرَةَ رَكْعَةً يَقْرَأُ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ قُلْ هُوَاللهُ ثَلاَثِيْنَ مَرَّةً لَمْ يَخْرُجْ حَتَّى يُرَى مَقْعَدُهُ مِنَ الْجَنَّةِ وَيُشَفَّعُ فِي عَشْرَةٍ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ كُلُهُمْ وَجَبَتْ لَهُ النَّارُ
"Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasalam : "Barangsiapa sholat dua belas rakaat pada malam nisfu sya'ban pada setiap rakaat membaca qul huwallahu ahad tiga puluh kali, tidaklah ia keluar sehingga ditampakkan padanya tempat duduknya di surga dan ia dapat memberi syafaat kepada sepuluh anggota keluarganya yang semuanya sudah dicap masuk neraka. "
Riwayat ini juga palsu, terdapat dalam kitab: Al Maudhuat (Kumpulan hadits-hadits palsu) yang disusun oleh Imam Ibnul Jauzi (2/51-52). Juga terdapat dalam kitab Tanzihus Syariah 2/93 dan Al Laaliul Mashnu'ah 2/59.
Imam Ibnul Jauzi berkata: "Hadits ini palsu. Diantara perawinya terdapat Baqiyyah dan Laits. Mereka berdua lemah, sementara sebelum keduanya banyak perawi yang majhul (tidak dikenal." (Kitabul Maudhuat (2/52).
Walhasil, semua hadits tentang keutamaan shalat atau puasa nisfu sya'ban tidak ada yang shahih dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam , semuanya lemah, bahkan mayoritasnya palsu.
Imam al Mubarokfuri, pensyarah kitab Sunan Tirmidzi berkata: "Ali bin Ibrahim berkata: "Diantara perkara baru yang dilakukan di malam nisfu Sya'ban adalah mengerjakan sholat alfiyah, sholat seratus rakaat, pada setiap rakaat membaca surat al Ikhlas sebanyak sepuluh kali secara berjamaah. (Disebut sholat alfiyah {sholat seribu} karena orang yang melakukannya membaca surat Al Ikhlash sebanyak seribu kali). Mereka menaruh perhatian terhadap amalan ini melebihi perhatian mereka terhadap sholat Jum'at dan sholat Ied. Tentang hal ini tidak ada satupun hadits (yang shahih), yang ada hadits dhaif atau palsu. Maka janganlah engkau tertipu oleh penyusun kitab Qutul Qulub dan Ihya Ulumuddin. Banyak orang awam yang terfitnah besar dengan sholat ini." (Tuhfatul Ahwadzi syarh Sunan Tirmidzi 3/383)
Hal senada dikatakan oleh Imam Fatani dalam kitab As-Sunan Wal Mubtada'at : 144-145 dan syeikh Ali Mahfudz dalam kitab AI Ibda' fi Mudlaril Ibtida'. (Lihat Al Masaa'il 1/246-248)
Menurut AL Mubarokfuri sholat ini pertama kali dilakukan di Baitul Maqdis pada tahun 448 H. Namun sebenarnya sholat ini sudah ada pada abad ketiga hijriyah. Ini dapat kita ketahui bahwa diantara perawi hadits yang meriwayatkan sholat ini adalah Ibnu Majah beliau hidup dari tahun 207-275 H.
www.info-iman.blogspot.com