Kamis, 08 April 2010

Darah Wanita


Bagi kebanyakan wanita, haid dan nifas identik dengan tidak menjalankan shalat atau puasa. Padahal banyak hal lain yang juga perlu diketahui kaitannya dengan ibadah saat seorang wanita mendapatkan haid atau nifas. 





Permasalahan darah yang keluar dari kemaluan wanita merupakan permasalahan yang penting. Butuh untuk diterangkan karena berkaitan dengan pelaksanaan ibadah kepada Allah subhanahu wa ta`ala. Kita lihat kenyataan yang ada banyak wanita buta terhadap permasalahan yang justru lekat dengan dirinya ini. Karena itu pada tampilan perdana dalam rubrik ini kami coba menerangkan kepada pembaca seputar masalah ini secara ringkas, semoga menjadi tambahan ilmu yang bermanfaat, amin… ! Dan semoga menjadi simpanan amal kebajikan bagi kami pada hari yang tidak bermanfaat lagi harta dan anak, kecuali hamba yang menemui Allah dengan hati yang selamat… !

Kami angkat permasalahan ini dengan menerjemahkan secara ringkas kitab yang disusun oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah berjudul “Risalah fid Dima Ath Thabi`iyyah Lin Nisa‘ disertai dengan tambahan dari sumber yang lain .

Wanita dengan kodratnya yang ditentukan dengan keadilan Illahi mengalami masa-masa di mana ia mendapatkan darah keluar dari organnya yang khusus. Darah tersebut bisa jadi menahan dia dari melaksanakan ibadah shalat dan puasa, dan bisa pula ia tetap dibolehkan shalat dan puasa karena darah tersebut tidak mengeluarkan dirinya dari hukum wanita yang suci.
Adapun darah yang biasa keluar dari kemaluan wanita adalah darah haid, istihadhah dan darah nifas. Untuk yang awal, kami akan menyinggung masalah haid.

Haid

Secara bahasa, haid adalah mengalirnya sesuatu. Adapun pengertiannya yang syar`i, haid adalah darah yang keluar pada waktu-waktu tertentu dari organ khusus wanita secara alami tanpa adanya sebab, bukan karena sakit, luka atau keguguran atau selesai melahirkan. Haid ini keadaannya berbeda-beda tergantung keadaan masing-masing wanita.
Ulama berselisih pendapat dalam masalah kapan usia awal seorang wanita mengalami haid. Berkata Ad Darimi rahimahullah setelah menyebutkan perselisihan yang ada: “Semua pendapat ini menurutku salah! Karena yang menjadi rujukan dalam semua itu adalah adanya darah. Maka pada keadaan dan umur berapa saja didapatkan adanya darah yang keluar dari kemaluan maka itu harus dianggap darah haid, wallahu a`lam“.

Pendapat Ad Darimi yang dipilih oleh Ibnu Taimiyah ini dibenarkan oleh Syaikh Muhammad Shalih Al Utsaimin karena hukum haid dikaitkan oleh Allah dan Rasul-Nya dengan adanya darah tersebut. Allah dan Rasul-Nya tidak memberi batasan umur tertentu, maka wajib mengembalikan hal ini kepada ada tidaknya darah, bukan batasan umur .

Dalam permasalahan lamanya masa haid juga ada perselisihan pendapat. Ibnul Mundzir rahimahullah berkata: “Berkata sekelompok ulama: “Tidak ada batasan minimal dan tidak pula batasan maksimal hari haid”. Pendapat ini yang dibenarkan Syaikh Ibnu Utsaimin dengan dalil-dalil sebagai berikut:

Pertama, Allah Ta`ala berfirman :
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran. Oleh karena itu hendaklah kalian menjauhi para istri ketika mereka sedang haid dan jangan kalian mendekati mereka hingga mereka suci dari haid”. (Al Baqarah: 222

Dalam ayat di atas Allah menjadikan batasan larangan menyetubuhi istri yang sedang haid adalah sampai selesainya haid (suci), bukan batasan hari. Jadi hukum haid berlaku selama ada darah yang keluar berapapun lama waktunya.

Kedua, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda kepada Aisyah radliallahu anha yang haid saat ia sedang melakukan ibadah haji :
“Lakukanlah semua yang diperbuat oleh orang yang berhaji. Namun jangan engkau thawaf di Ka`bah hingga engkau suci” (HR. Muslim dalam Shahihnya juz 4, hal. 30, Syarah Nawawi)
Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam menjadikan batasan larangan thawaf sampai suci dari haid dan beliau tidak menetapkan batasan bilangan hari tertentu, jadi patokannya ada tidaknya darah.

Ketiga, batasan-batasan yang disebutkan oleh para fuqaha dalam masalah ini tidak ada dalilnya dalam Al Qur’an dan tidak pula dalam Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam Padahal hal ini sangat perlu untuk diterangkan bila memang harus ada pembatasan.
Keempat, banyaknya perbedaan dan pertentangan pendapat dari mereka yang membuat batasan. Ini menunjukkan bahwa dalam masalah ini tidak ada dalil yang dapat dituju, namun ini sekedar ijtihad yang bisa benar dan bisa salah.

Dengan demikian, setiap kali wanita melihat darah keluar dari kemaluan bukan disebabkan luka atau semisalnya maka darah tersebut darah haid tanpa ada batasan waktu dan umur. Kecuali bila darah itu keluar terus menerus tidak pernah berhenti atau berhenti hanya sehari dua hari dalam sebulan maka darah itu adalah darah istihadhah.
Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan: “Pada asalnya setiap darah yang keluar dari rahim adalah darah haid sampai tegak bukti bahwa darah itu adalah istihadhah”.

Haidnya Wanita Hamil

Apakah wanita hamil mengalami haid? Secara umum apabila wanita hamil ia akan terhenti dari haidnya. Namun ada di antara wanita hamil yang tetap keluar darah dari kemaluannya pada masa-masa haidnya, dan ini dihukumi sebagai darah haid karena tidak ada keterangan dari Al Quran dan As Sunnah yang menyebutkan mustahilnya haid bagi wanita hamil. Ini adalah pendapatnya Imam Malik , Syafi’i, dan yang dipilih oleh Ibnu Taimiyah.

Kejadian Haid

Ada beberapa macam kejadian haid.
Pertama, bertambah atau berkurang waktunya. Misalnya seorang wanita kebiasaan haidnya enam hari. Suatu ketika darah yang keluar berlanjut sampai hari ketujuh. Atau kebiasaan haidnya enam hari namun belum berjalan enam hari haidnya berhenti.

Kedua, terlambat atau maju dari jadwal yang ada. Misal kebiasaan haid seorang wanita jatuh pada akhir bulan, namun suatu ketika ia melihat darah haidnya keluar pada awal bulan, atau sebaliknya.
Terhadap dua keadaan di atas terjadi perselisihan pendapat di kalangan ulama. Namun yang benar, kapan saja seorang wanita melihat keluarnya darah maka ia haid. Dan kapan ia tidak melihat darah berarti ia suci, sama saja apakah waktu haidnya bertambah atau berkurang dari kebiasaannya, dan sama saja apakah waktunya maju atau mundur. Ini merupakan pendapatnya Imam Syafi`i dan yang dipilih oleh Ibnu Taimiyah.

Ketiga, warna kekuningan atau keruh yang keluar dari kemaluan. Apabila cairan ini keluarnya pada masa haid atau bersambung dengan masa haid sebelum suci maka dihukumi sebagai darah haid. Namun bila keluarnya di luar masa haid, cairan tersebut bukan darah haid. Ummu `Athiyah radliallahu’anha mengabarkan: “Kami dulunya tidak mempedulikan sedikitpun cairan yang keruh dan cairan kuning yang keluar setelah suci dari haid”. (HR. Abu Daud. Diriwayatkan juga oleh Imam Bukhari dalam Shahihnya namun tanpa lafaz “setelah suci”. Akan tetapi beliau memberi judul untuk hadits ini dengan Bab “Cairan kuning dan keruh yang keluar pada selain hari-hari haid”.)

Keempat, keringnya darah di mana si wanita hanya melihat sesuatu yang basah (ruthubah) seperti lendir dan semisalnya. Kalau ini terjadi pada masa haid atau bersambung dengan waktu haid sebelum masa suci maka ia terhitung haid. Bila di luar masa haid maka ia bukan darah haid, sebagaimana keadaan cairan kuning atau keruh.

Hukum-Hukum Haid

Banyak sekali hukum-hukum yang berkaitan dengan haid namun karena terbatasnya ruang maka kami mencukupkan dengan apa yang kami sebutkan berikut ini:


Shalat dan Puasa
Wanita haid diharamkan untuk mengerjakan shalat dan puasa, baik yang wajib maupun yang sunnah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam mengabarkan hal ini ketika ada wanita yang mempertanyakan keberadaan kaum wanita yang dikatakan kurang agama dan akalnya, beliau bersabda :
“Bukankah jika wanita itu haid ia tidak melaksanakan shalat dan tidak puasa. Maka itulah yang dikatakan setengah agamanya”. (HR. Bukhari dalam shahihnya no. 304, 1951 dan Muslim no. 79)

Adapun puasa wajib (Ramadlan) yang dia tinggalkan harus dia qadha (ganti) di hari yang lain saat suci, sedangkan shalat tidak ada kewajiban untuk mengqadhanya, berdasarkan hadits Aisyah radliallahu’anha, ketika ada yang bertanya kepadanya: “Apakah salah seorang dari kami harus mengqadla shalatnya bila telah suci dari haid ?” Aisyah pun bertanya dengan nada mengingkari: “Apakah engkau wanita Haruriyah? Kami dulunya haid di masa Nabi shallallahu alaihi wasallam. Beliau tidak memerintahkan kami untuk mengganti shalat”. (HR. Bukhari no. 321)
Dalam riwayat Muslim Aisyah mengatakan: “Kami dulunya ditimpa haid maka kami hanya diperintah mengqadha puasa dan tidak diperintah untuk mengqadha shalat“. (HR. Muslim no. 69)

Thawaf di Baitullah
Wanita haid diharamkan untuk thawaf di Ka`bah baik thawaf yang wajib maupun yang sunnah. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda kepada Aisyah radliallahu anha yang ditimpa haid saat sedang melakukan amalan haji :
“Lakukanlah semua yang diperbuat oleh orang yang berhaji. Namun jangan engkau thawaf di Ka`bah hingga engkau suci” (HR. Muslim dalam Shahihnya juz 4, hal. 30, Syarah Nawawi)
Adapun amalan haji yang lain seperti sa`i, wuquf di Arafah, dan sebagainya tidak ada keharaman untuk dikerjakan oleh wanita yang haid.

Jima’ (bersetubuh)
Diharamkan bagi suami untuk menggauli istrinya yang sedang haid pada farji (kemaluannya) dan diharamkan pula bagi istri untuk memberi kesempatan dan memperkenankan suaminya untuk melakukan hal tersebut. Karena Allah ta`ala berfirman:
“…maka jauhilah (tidak boleh jima`) oleh kalian para istri ketika haid dan janganlah kalian mendekati mereka (untuk melakukan jima`) hingga mereka suci”. (Al Baqarah: 222)
Selain jima`, dibolehkan bagi suami untuk melakukan apa saja terhadap istrinya yang sedang haid karena Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Perbuatlah segala sesuatu kecuali nikah (yakni jima`)”. (HR. Abu Daud no. 2165, dishahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah dalam kitab beliau “Shahih Sunan Abi Daud” no. hadits 1897)

Talak
Ketika istri sedang haid, haram bagi suaminya untuk mentalaknya berdasarkan firman Allah ta`ala:
“Wahai Nabi, apabila kalian hendak menceraikan para istri kalian maka ceraikanlah mereka pada saat mereka dapat (menghadapi) iddahnya…”. (Ath Thalaq: 1)
Ibnu Abbas radliallahu’anhuma menafsirkan: “Tidak boleh seseorang menceraikan istrinya dalam keadaan haid dan tidak boleh pula ketika si istri dalam keadaan suci namun telah disetubuhi dalam masa suci tersebut. Akan tetapi bila ia tetap ingin menceraikan istrinya maka hendaklah ia membiarkannya (menahannya) sampai datang masa haid berikutnya lalu disusul masa suci, setelah itu ia bisa menceraikannya”. (Tafsirul Qur’anil Adhim 4/485)
Jadi bila talak hendak dijatuhkan maka harus pada masa suci si wanita (tidak dalam keadaan haid) dan belum disetubuhi ketika suci tersebut. Demikian hal ini diriwayatkan dari Ibnu Umar, Atha’, Mujahid, Al Hasan, Ibnu Sirin, Qatadah, Maimun bin Mihran dan Muqatil bin Hayyan. (Lihat Tafsirul Qur’anil Adhim 4/485)
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menyebutkan: “Ada tiga keadaan yang dikecualikan dalam pengharaman talak ketika istri sedang haid (yakni boleh mentalaknya walaupun dalam keadaan haid):

Pertama, apabila talak dijatuhkan sebelum ia berduaan dengan si istri atau sebelum ia sempat bersetubuh dengan si istri setelah atau selama nikahnya. Dalam keadaan demikian tidak ada `iddah bagi si wanita dan tidak haram menceraikannya dalam masa haidnya.

Kedua, apabila haid terjadi di waktu istri sedang hamil karena lamanya `iddah wanita hamil yang dicerai suaminya adalah sampai ia melahirkan anak yang dikandungnya bukan dihitung dengan masa haidnya. Allah ta`ala berfirman :
“Wanita-wanita yang hamil masa iddahnya adalah sampai mereka melahirkan anak yang dikandungnya”. (Ath Thalaq: 4)

Ketiga, apabila talak dijatuhkan dengan permintaan istri dengan cara ia menebus dirinya dengan mengembalikan sesuatu yang pernah diberikan suaminya atau diistilahkan khulu`.
Hal ini dipahami dari hadits Ibnu Abbas radliallahu’anhuma dalam shahih Bukhari (no. 5273, 5374, 5275, 5276). Disebutkan bahwasanya istri Tsabit bin Qais bin Syamas datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam lalu menyatakan keinginannya untuk berpisah dengan suaminya. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam menyuruhnya untuk mengembalikan kebun yang pernah diberikan kepadanya dan memerintahkan Tsabit untuk menerima pengembalian tersebut dan menceraikan istrinya. Dalam hadits ini Nabi sama sekali tidak menanyakan kepada wanita tersebut apakah ia dalam keadaan haid atau tidak.

Masa Iddah Wanita yang Bercerai dari Suaminya

Perhitungan masa iddah wanita yang bercerai dari suaminya dalam keadaan ia tidak hamil adalah dengan tiga kali haid, berdasarkan firman Allah ta`ala :
“Wanita-wanita yang ditalak suaminya hendaklah menahan diri mereka (menunggu) selama tiga quru…” (Al Baqarah: 228)

Mandi Haid
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda kepada Fathimah bintu Abi Hubaisy radliallahu’anha:
“Tinggalkanlah shalat sekadar hari-hari yang engkau biasa haid padanya, dan jika telah selesai haidmu mandilah dan shalatlah”. (HR. Bukhari no. 325)
Yang wajib ketika mandi ini adalah minimal meratakan air ke seluruh tubuh hingga pokok rambut. Dan yang utama melakukan mandi sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam ketika beliau ditanya oleh seorang wanita Anshar tentang tata cara mandi haid. Beliau sebagaimana dikabarkan Aisyah bersabda :
“Ambillah secarik kain yang diberi misik (wewangian) lalu bersucilah dengannya”. Wanita itu bertanya: “Bagaimana cara aku bersuci dengannya ?” Nabi menjawab : “Bersucilah dengannya”. Wanita itu mengulangi lagi pertanyaannya. Nabi menjawab: “Subhanallah, bersucilah”. Aisyah berkata: Maka aku menarik wanita tersebut ke dekatku lalu aku katakan kepadanya: “Ikutilah bekas darah dengan kain tersebut”. (HR. Bukhari no. 314, 315 dan Muslim no. 60)
Atau lebih lengkapnya dalam riwayat Muslim (no. 61) bahwasanya Asma bintu Syakl bertanya tentang tata cara mandi haid maka beliau Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda:
“Salah seorang dari kalian mengambil air dan daun sidr (bidara) lalu ia bersuci dan membaguskan bersucinya. Kemudian ia tuangkan air ke kepalanya dan ia gosok dengan kuat hingga air tersebut sampai ke akar-akar rambutnya, kemudian ia tuangkan air ke atasnya. Kemudian ia ambil secarik kain yang diberi misik lalu ia bersuci dengannya…”. (HR. Muslim no. 61)

Apabila wanita haid telah suci dari haidnya di tengah waktu shalat yang ada, wajib baginya untuk segera mandi agar ia dapat menunaikan shalat tersebut pada waktunya. Apabila ia sedang safar dan tidak ada air padanya atau ada air namun ia khawatir bahaya bila memakainya atau ia sakit yang akan berbahaya bila ia memakai air, maka cukup baginya bertayammum sebagai pengganti mandi hingga hilang darinya udzur. Wallahu a`lam bishawwab. Demikian pembahasan haid secara ringkas yang dapat kami persembahkan untukmu Muslimah….!

Sumber: http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=11
posted in Fiqh Ibadah |
Penulis: Ummu Ishaq Zulfa Husein Al Atsariyyah
www.info-iman.blogspot.com

Label

'idul adha adab dan sunnah adik saudara sepersusuan adzan air kencing bayi air kencing Rasulullah Akhirat akhlak Akhlaq Kepribadian Akhwat akidah Al Qur'an Al Qur#039;an Al Quran Al-Qur'an Alam Aliran-aliran Amalan AMALIYAH NU anak Analisa Angin Aqidah Aqiqah Artikel Artikel IImiah Asmara Astronomi ASWAJA Azab Bab Adab Bab Nikah Bab Puasa Bab Sholat Bab Thaharah Bab Zakat bantahan belajar islam Berita bersin Bid'ah bid'ah dalam aqidah bid'ah dalam ibadah Biografi Biologi Bisnis Blackberry Budaya Budi Daya buka puasa buku Cantik Fisik catatanku Cerpen Chairil Anwar Curahan Hati Curhat daging qurban Dakwah Dakwah Pemikiran Islam dakwah umum Dambaan insan Dari Salafushshalih Dasar Islam Dasar Keislaman demam Desain Dhaif Do'a do'a buka puasa Do'a dan Dzikir Doa doa bersama doa sholat tarawih download dunia islam Dunia Islam Kontemporer Dzikir dzikir dengan tangan kiri Ekonomi Eksoplanet Emansipasi Emha Ainun Nadjib Fakta Ilmiah Fakta Jin-Iblis-Syetan Fakta Manusia faraidh Fenomena Asteroid Fenomena Bencana Alam Fenomena Bintang Fenomena Bulan Fenomena Bumi Fenomena Hewan Fenomena Kutub Fenomena Langit Fenomena Matahari Fenomena Meteorit Fenomena Petir Fenomena Planet Fenomena Ruang Angkasa Fenomena Tumbuhan Fiqh Fiqh Muamalat Fiqh Wanita Fiqih Fisika Galaksi Geografi Geologi gerhana gigi palsu Hadis Hadis 40 hadist Hadits Hadits Palsu HAID Halal Haram HAM HARI RAYA ID HUKUM ISLAM hukum natal bersama hutang i'tikaf Ibadah ibadah yang baik ibu mertua ilmu ilmuan muslim Ilmuwan imam terlalu cepat bacaannya IMAN Inovasi intermezzo Internet Iptek iqomah isbal Islam jabat tangan setelah sholat JADWAL RAMADHAN Jagad Raya Jalaluddin Rumi jamaah sholat jumat jenazah Jual Beli judi junub Kabar Dalam Negeri kabar manca negara Kahlil Gibran Kajian Karya Buku Karya Ulama KB Keajaiban Alam Keajaiban Hewan KECANTIKAN Kecelakaan Maut Kehutanan Kelautan keluarga Kepemerintahan Kepengurusan Kerajaan Kesehatan Keuangan Keutamaan KHITAN Khitan Wanita khurofat Khutbah Khutbah Jum'at khutbah jumat Khutbah Rasulullah saw Kiamat Kidung Hati Kimia Kisah Kisah Kami Kisah Nyata Kisah Orang-Orang Shaleh Kisah Teladan Komputer Konversi Energi Kosmologi Kumpulan Do'a Kumpulan Kata lafadz adzan lafadz iqomah Lain-Lain Lalu Lintas lembaga sosial Lingkungan Hidup Lubang Hitam macam puasa sunnah mahram Makanan mandi jum'at mandi wajib Manhaj Manusia Manusia dan Teknologi masjid masjid quba Masuk Perguruan Tinggi Matahari Materi gelap Mayit media cetak memandikan jenazah membayar zakat memotong kuku memotong rambut mendahului gerakan imam menemani sholat jamaah menembok kuburan mengadzankan mayit di liang kubur mengangkat tangan menghadiahkan pahala mengqadha puasa menguburkan jenazah mengucapkan selamat natal mengusap kepala Mengusap muka setelah berdoa menikah di bulan syawwal menikah setelah berzina meninggal dunia Meninggalkan sholat jum'at menjawab adzan menjual kotoran hewan menyapu kepala menyentuh wanita Meteorologi Meteorologi-Klimatologi mihrab Mineralogi minum air zamzam Motivasi motivasi belajar Motivasi Beramal MQ (menejemen qolbu) mu'athilah Muallaf muamalah Muhasabah Mungkar murottal Muslimah Muslimah Articles Musyabbihah Mutiara Hikmah Mutiara Kalimat Mutiara Tafakur Nabi Muhammad Nagham Alqur'an Nasehat Neraka News niat sholat nikah nisfu aya'ban Oase Iman Olah Raga OLAHRAGA Otak PAKAIAN panas PAUD Pendidikan Penelitian penelitian sunnah Pengembangan Diri Pengobatan Akibat Sihir Peninggalan Sejarah Penjajahan Pentingnya Waktu Peradaban Islam Perbandingan Agama dan Aliran Perbankan Pergaulan Perkawinan Perkembangan Da'wah Islam Permata Hati pernikahan Personaliti Pesawat Ruang Angkasa Pesepakbola Muslim Pojok Ramadhan posisi imam wanita produksi awal program kerja Proyek Luar Angkasa Psikologi Puasa puasa daud puasa rajab Puasa Setiap Hari puasa sunnah puasa wanita hamil Puisi Puisi bahasa Ingris qunut nazilah QURAN radar lampung Radio Rajab Ramadhan ramalan cuaca Renungan Riba dan Jual Beli salafush shalih salah bacaan sholat Salam Khudam Sastra sedekah Sejarah Sejarah Islam SEKS Sentilan Seputar Daerah Buton Shalat shodaqoh shodaqoh melebihi kadar Sholat sholat dan keputihan sholat di rumah sholat ghoib sholat jamaah sholat jamaah estafet sholat jumat sholat jumat wanita sholat pindah tempat sholat qashar sholat sambil melihat mushaf sholat sendirian sholat sunnah sholat sunnah qobliyah isya sholat sunnah sebelum asar sholat sunnah setelah shubuh sholat takhiyatul masjid sholat wanita sifat dzatiyah sifat fi'aliyah Sihir Simpan Pinjam Sirah Siroh Shahabiyyah Software Islami Sosial Kemasyarakatan Sosiologi sujud sahwi sujud syukur sumpah dan nadzar Sunnah sutrah sutroh syafaat Syurga Tafakur Alam Semesta Tafsir Tafsir Al-Qur'an tahlilan Takbirotul ihram takwil mimpi tambal gigi tamsil Tanda Akhir Zaman Tanda-Tanda Kiamat Tanya jawab Tarbiyah Tasawwuf dan Adab tata cara tidur menurut sunnah Tata Surya Taufiq Ismail Tauhid tayammum Tazkirah Tazkiyah tazkiyatun nafs Tech News Teknik Sipil teladan Tenaga Kerja tertawa saat sholat Thoharoh tidak taat suami tinggi TK Tokoh Tokoh Dan Ulama Tokoh Islam Tools TPA Tsunami Tujuan Hidup tuntunan sholat uang pensiun dari riba uang riba ucapan assalamualaika UNCATEGORY Video da'wah video Motivasi Diri Video Muhasabah video murotal W. S. Rendra waktu membaca doa wanita wanita haid Wisata wudhu yasinan zakat zakat anak kepada orang tua zakat barang temuan zakat harta zakat harta warisan zakat hasil perkebunan zakat hasil pertanian zakat mal zakat padi zakat pns zakat tanah zina